megamendungkelabu

Sabtu, 27 Agustus 2011

sekelumit cerita tentang sepatu AIRWALK


Sepatu hitam berpola merah dengan dominasi warna hitam itu terlihat masih layak untuk dipergunakan, setidaknya masih pantas untuk sekedar dipakai beraktivitas. Aku bertemu sepatu itu sekitar dua tahun yang lalu, setelah berputar-putar seantero jagad sepatu di kota solo akhirnya perjalananku berakhir di sebuah toko tas berjudul “ISTANA TAS”. Iya, aku bertemu SEPATU itu di TOKO TAS, masih untung aku tidak menemukannya di apotik atau kebun binatang.


Aku tidak munafik, ketika menjumpai sepatu itu aku sempat galau diantara dua pilihan. Apakah aku harus memilih sepatu AIRWALK berwarna hitam di campur hitam, atau memilih sepatu warrior merek CONVERSE yang juga berwarna hitam (tretek dung cess!!).


Akhirnya setelah bermunajat dengan sangat khusuk aku memutuskan untuk membeli si AIR WALK, aku sempet berharap ketika memakai sepatu itu aku bisa terbang dilangit dan berjalan di udara seperti burung. Akan tetapi Tak ada perubahan yang signifikan kala aku memakai sepatu itu. aku tidak bisa terbang dilangit, tidak bisa ngambang diawang-awang, bahkan aku juga baru mengerti kalau burung ternyata tidak berjalan di udara, mereka melayang gara-gara mengepakkan sayap, bukan BERJALAN pakai KAKI mereka. Gak lucu lu jix, Tretek dung cess!!!




Beberapa hari ini aku baru sadar, sepatu AIRWALK-ku tersayang terlihat lemah letih dan lesu. Wajahnya terlihat pucat, tampak tua dan lelah. Keringat mengucur deras, namun kau tetap tabah *si mujix nyontek liriknya om Ebiet G Ade.



ini dia sepatu AIRWALK kesayangan saya :)


Kurasa lagu tersebut cukup untuk menggambarkan betapa mengerikan perjuangan sepatu itu. Andaikata di dunia persepatuan mungkin cowok berambut kribo itu adalah momok yang sangat ditakuti, semacam Adolf Hitler-nya kaum AIRWALK (kalian jangan bayangin mukaku di pasangin kumisnya Hitler ya, gak lucu banget aja ada cowok kribo berkumis Charlie Chaplin). Berbagai kota, lokasi, tempat telah aku datangi bersama dia, aku berjalan ke banyak wilayah dan kebanyakan aku menempuhnya dengan cara berjalan kaki (suatu saat andaikata dia bereingkarnasi dan terlahir kembali sebagai wanita, aku mau menikahi si mantan sepatu AIRWALK itu).



luka-luka di bagian sol :(


Sebenernya pengen naik si awan kintoun, tapi gara-gara tu benda cuman ada didalam komik, jadi terpaksa deh naik angkutan umum atau sepeda motor. Pasti asik ya terbang ke langit, minim polusi, bisa liat cewek cakep dari atas, tidak ada kemacetan yang membuat penghuni kota makin emosional, Dan kurasa bisa mengurangi efek rumah kaca dan percepatan Global Warming. Sekedar info kota Jakarta di ramal macet total pada tahun 2013, apabila infrastruktur, tata kota dan sarana jalan tidak di benahi maka kiamat kecil siap mengguncang Jakarta dan sekitarnya. Gak lucu jix, tretek dung cess!!!




Aktivitasku berjalan kaki kadangkala terlihat aneh dimata orang-orang yang merasa mereka ‘normal’. Setelah pasar global mulai bergerilya, serbuan berbagai media massa (terutama televisi), membanjirnya iklan komersial dalam berbagai format, telah terbentuk aturan ataupun norma-norma baru didalam masyarakat.


Mereka semua mengkultuskan diri sebagai pribadi yang ‘wajar’ dan sesuai dengan arus mainstream di masyarakat dunia. Tidak ada yang salah dengan kebiasaan mereka , dan tentu saja tidak berhubungan secara langsung dengan kebiasaanku berjalan kaki (yang juga tidak salah tentunya). hanya saja beberapa sahabat sempat mengeluhkan persepsi kawan-kawannya dalam melihat mereka. Pendapat umum seperti ‘masa jaman sekarang masih jalan kaki?’, ‘cowok tuh harus memiliki sepeda motor agar bisa mencari istri’, ‘mau gaul, pake kendaraan pribadi dong’ atau yang paling parah ‘pribadi yang hebat itu adalah sosok manusia yang selalu up date info HP terbaru, nongkrong dipinggir jalan membicarakan cinta, modif sepeda motor, Facebook, teman kencan, dan sex semata’.



Pernyataan-pernyataan tersebut aku rasa tidak muncul secara tiba-tiba di lingkungan masyarakat. Dibutuhkan pemicu atau letupan kecil melalui media massa kemudian di pertegas dengan pencucian mindset masyarakat secara konsisten dan berulang-ulang. Sinetron, iklan sepeda motor, pernyataan para publik figur, kecerobohan para programmer televisi, minimnya ruang diskusi yang terbuka,dangkalnya pemahaman mengenai budaya kultur dan masih banyak lagi poin-poin janggal yang membuat semua itu kian menjamur. Gak lucu jix, tretek dung cess!!!



Oke, kembali ke topik sepatu AIRWALK. Kalian masih baca kan? Kalo udah capek boleh kok tidur-tiduran dulu, asal jangan tidur-tiduran jalan raya aja. Harga sepatu itu lumayan mahal, nominalnya sekitar Rp.250.000, untuk benda item yang bakalan sering aku injek, kena tai anjing, bikin gerah dikaki, buat nimpuk maling atau banci (pernyataan terakhir alhamdulilah belum pernah terjadi hingga penulis mengetik postingan ini, lagian ngapain nimpuk banci pake sepatu AIRWALK, batu bata aja banyak) benda itu akhirnya resmi aku beli.

Walau tak semahal si CONVERSE, aku masih saja menganggap harga tersebut terlalu tinggi. Kurasa kebiasaan dari kecil pake sepatu murahan mempengaruhi psikologisku dalam memandang kredibilitas seorang sepatu (anu? Sejak kapan sepatu pakai kata ganti ORANG? Tretek dung cess!!).

sejak jaman dahulu kala mujix mengenal sepatu, kalo gak nemu di selokan, diwariskan dengan paksa dari kakak, ngembat punya bapak, biasanya paling pol beli di tukang loak seharga Rp.15.000. sepatu berwarna kuning seharga Rp.15.000 itu biasanya hancur dalam kurun waktu 2 bulan. Aku masih ingat cara wafat sepatu kuning itu sangatlah tidak terhormat. Sepatu itu hancur gara-gara kesangkut ruji sepeda angin. Ya sepatu berwarna kuning kotoran itu meregang nyawa dengan sukses gara-gara KESANGKUT RUJI SEPEDA ANGIN!!! Apa-apaan ini cara mati sebuah sepatu yang sangat absurd. Tretek dung cess lagi!!!



Sepatu sebelum si AIRWALK lebih mendingan, dan aku suka. Sepasang sepatu berasal dari bogor, oleh-oleh todongan dari menjebak ortu dengan paksa. Spesies masih warrior, walau bukan bermerek CONVERSE setidaknya benda itu masih berwujud sepatu, bukan berwujud rantang, panci, ember atau berwujud seperangkat alat sholat. Cukup lama kurasa, hampir dua tahun aku memakai sepatu itu. Kalau tidak salah harga sepatu kala itu Rp.60.000, dan awet hingga dua tahun. Setelah mengalami mati suri beberapa hari, operasi jahitan dengan silicon di bagian punggung kaki, dan ausnya bagian telapak kaki akhirnya sepatu itu resmi aku pensiunkan. Bagian bawah kaki hampir jebol bagian depan dan tumit, aku inget dulu ketika Rem sepeda anginku sedang rusak, aku sering menggunakan sepatu itu sebagai REM ALTERNATIF.





Alhasil setelah mengerem dengan REM ALTERNATIF itu selama 3 bulan, alhamdulilah kakiku menjadi lebih ganteng, jadi lebih percaya diri di masyarakat luas, dan saat itu aku sadar, ternyata ada bakat terpendam didalam diriku. Selain menyimpan potensi sebagai tukang becak, Aku baru sadar kakiku sangat berbakat jadi REM ALTERNATIF, sepertinya perlu dibududayakan kegiatan itu. Agar benih-benih REM ALTERNATIF bisa bangkit dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. Aku percaya akan datang masa itu… hidup REM pake KAKI …. tretek dung cess!!!



Temanya masih sepatu, Sebenarnya pengen sih ngobrolin tentang ketampananku atau cuap-cuap mengenai Dedek Nikita willy, namun terpaksa kutunda dahulu. soalnya aku masih punya beberapa cerita jayus mengenai sepatu. Dengerin ya, ya, ya, asiiik* langsung loncat-loncat sambil push up 5000 kali.



Sepatu terakhir yang akan aku ceritakan ini sangat special, super duper ngeri, sangar, seksual, dan sangat hanguri-uri budoyo jawi. Cerita ini terjadi ketika aku masih SD, iya masa dimana aku masih keriting, labil, doyan ketawa sendirian, ingus masih meler membentuk angka sebelas, masih hobi nonton Dragonball, doraemon dan sejenisnya. Kala itu aku dibawakan oleh-oleh sepasang sepatu lagi sama ortu dari bogor. Iya adegan yang sama dengan paragraph sebelumnya, hanya saja aku tidak mencuci otak pemahaman ortuku mengenai oleh-oleh, tidak menjebak mereka apalagi menodong dengan paksa. Aku lupa apa mereknya, yang pasti sepatu itu bukan bermerek NOKIA, SAMSUNG, atau FIRDAUS OIL. Sepatu itu berwarna item, berbahan kulit sintesis, dengan alas permukaan kaki seperti sepatu boots ala tentara, dan dilengkapi dua buah lubang kecil sebagai ventilasi keluar masuknya udara segar. Namun yang paling membuat mujix kecil terbengong-bengong takjub adalah lampu-lampu kecil berwarna merah disekeliling solnya, ajiiiiib, kereeeeen, mantaaab, maknyuuuus, *sambil ngiler kemana-mana.

“ Andaikata memakai sepatu seper duper keren itu, aku pasti bakal jadi siswa kelas tertampan dikalas” pikirku saat itu.


Dan benar saja mendadak aku menjadi selebritis dadakan hari itu, kalo biasanya aku cuman gak pake kaus dalem, hari itu aku pake dobel. Kali aja ada yang mau minta kaus dalem bekas ARTIS KRIBO BERSEPATU BERCAHAYA. Yeah, aku ganteng. Walau rambutku keriting, labil, doyan ketawa sendirian, ingus masih meler membentuk angka sebelas, masih hobi nonton Dragonball, doraemon dan sejenisnya, AKU GANTENG, begitu persepsi semu yang aku klaim dengan paksa. Hanya saja kadangkala kenyataan tidak selamanya indah.setidaknya Setelah peritiwa itu terjadi… tretek dung cess!!



Saat itu suasana petang, menjelang pertunjukan wayang syukuran di daerah kampungku (biasanya di sebut dengan MERTI DESA/BERSIH DESA). Seperti biasa sebagai anak kecil yang doyan nglayap akhirnya aku memutuskan untuk cabut ke acara pertunjukan tersebut. Memakai SEPATU BERCAHAYA akan kutaklukkan malam ini, akan kucoba kutundukkan pongahnya dunia perwayangan dengan sepatu ini. Semuanya berjalan lancar, anak-anak, kakak-kakak, dedek-dedek mumumumu, ibu-ibu, bapak-bapak, menoleh kearah mujix kecil. Benar saja jalan tempat aku berjalan mulai terlihat bersinar, ceilah I’m the famous kid in this night. kereeeen.



Kala itu malam telah beranjak makin larut, mujix kecil masih dimanjakan oleh kebanggaan semu dengan SEPATU BERCAHAYA-nya. Pertemuan yang telah ditakdirkan Tuhan itu mengantarkan mujix bertemu dengan teman SD kakak kelasnya di sekolah. Mereka bergerombol, aku lupa siapa saja namanya. Namun aku masih ingat obrolan labil dan sangat persuasif kala itu. Oke kita simak obrolan tersebut:


Mereka: “lhoo?? Kamu pake sepatu bercahaya merah pada malam hari?!! Bahaya lhoooo


Mujix kecil: “apa!! Apa!!! Apa!!! Bahaya kenapa” (terkaget-kaget)


Mereka: “kata bu guru, cahaya merah yang berkelap-kelip itu bisa mengundang ULAR!! Hiiii…” (mereka bergidik seolah-olah ngeri)


Mujix kecil: “ULAAR!!! Kya!!!!!” (mujix kecil langsung ngibrit berlari pulang sambil ketakutan)


Benar-benar percakapan yang tidak penting, tidak bisa di pertanggung jawabkan mengenai rujukan mereka memberikan pernyataan bahwa “CAHAYA MERAH bisa mengundang ULAR”. Semenjak saat itu sepatu yang special, super duper ngeri, sangar, seksual, dan sangat hanguri-uri budoyo jawi itu aku museumkan dengan bangga di kolong tempat tidur. Tretek dung cess!!



Obrolan mengenai sepatu kali ini ternyata cukup panjang, jadi kepikiran pengen bikin layar lebarnya. Pasti tolol banget ya hehehe… yup dari sepasang sepatu yang kadang tidak kita perdulikan keberadaanya ternyata tersimpan banyak cerita menarik. Ada sejarah tak tertuliskan dari kejadian sehari-hari, hal-hal sepele seperti sepatu tentu tidak semenarik permasalahan Gayus Tambunan, tidak sepelik Perceraian Anang Hermansyah dengan Krisdayanti, namun apabila kita mau malihat sesuatu hal dengan lebih focus dan mendetail akan ada banyak pelajaran tentang hidup yang bisa kita pelajari.



Kalian telah membaca sedikit cerita mengenai sepatuku, bagaimana dengan cerita tentang sepatu kalian?



Mujix
sedang merasa terharu jika
mengingat ending di film TOY STORY 3
Kereeen banget T__T
Solo, 27 Agustus 2011

Label: