megamendungkelabu

Minggu, 27 November 2011

mujix and KOMISI BIRTHDAY FESTIVAL's first day

“wedhus, kenapa lilinnya gak jelas gini?” tukas angga melihat serpihan-serpihan lilin berwarna merah pucat itu rontok dari batangnya.


“kayaknya gak mungkin bisa menyala deh dek” kataku sambil melihat dek nafi yang berdiri tak jauh dari tempat angga berdiri.


“enggak mas.. ini pasti bisa nyala kok percaya deh” kata dek nafi dengan sedikit memohon.


Aku bingung, iya, aku bingung 70 keliling. Kulihat kerumunan orang itu masih ramai, dan sepertinya memang harus segera dimulai acara sakral tersebut. Sebuah acara ulang tahun komunitas komik tereksis di kota solo (kayaknya sih gitu, eksis sejak 3 tahun yang lalu).


Petang itu kami meributkan lilin berbentuk angka tiga yang tidak mau dibakar, oke aku ralat tepatnya tidak bisa dinyalakan. Tanganku hampir keriting memencet korek api batangan berwarna ungu janda itu.


“ngga, kamu coba tanya feri deh. enaknya gimana, udah ramai banget nih” ujarku kepada angga.


Angga segera berlari menuju tempat dimana feri masih berdiri menemani kawan-kawannya menggambar di kain sepanjang 7 meter. Terlihat mereka berbicara sejenak, agak samar-samar dan aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Sepertinya minus di kedua mataku ini semakin bertambah. kemungkinan penyebab yang paling logis kenapa mata ini makin minus adalah kebiasaanku membaca buku, menghadap komputer kelamaan, dan tentu saja perilaku menggambarku yang semakin membabi buta. Penyebab tidak logisnya adalah gara-gara kelamaan bengong sehabis bangun tidur gara-gara mimpiiin nikita willy.


“kata feri, gak usah pake lilin, langsung dipotong pake pisau aja ji”
teriak si manusia berambut poni ala korea boy band itu. Iya ngga potongnya pake pisau, masa mau pakai kapak batinku makin bingung.


“Masak acara ulang tahun gak pake niup lilin mas? Gak kerasa dong pestanya...”
dek nafi menyahut sebelum akhirnya meraih lilin berangka 3 tersebut.


Sore itu aku dan kawan-kawan KOMISI SOLO tengah dibingungkan akan masalah lilin buat ulang tahun, Ya lilin, kita dibuat bego gara-gara lilin yang rontok gak jelas. Heran, ternyata lilin bisa rontok juga toh. Kirain cuman rambut bokap doang. Sial, sudah gak bisa dinyalain suka rontok pula, lilin jaman sekarang sukanya emang gitu ya?


waktu menunjukan pukul tujuh malam, masalah lilin itu hanya salah satu bagian dari serentetan masalah gak penting lainnya di hari pertama KOMISI BIRTHDAY FESTIVAL.
Petang itu Gedung Kesenian Solo di penuhi oleh puluhan anak muda dari berbagai kalangan, kurasa sekitar 50-an orang. Mataku menjelajah ke berbagai arah, melihat kemungkinan apapun yang bisa di ganti untuk acara tiup lilin. Apa diganti acara salto berjamaah gitu ya, atau acara lompat-lompat sambil berteriak “BUNCHIIIIIIIIS”.
Iya enggaklah, emangnya gw cowok apakah (atau apapun?).

Persoalan utamanya adalah lilin yang rontok gak jelas itu sedang ngambeg dan gak mau dinyalain. Setelah memasang muka sok serius dan berpose ala patung pemikir-nya Auguste Rodin, akhirnya Aku berteriak kegirangan ketika menemukan tusuk kue berwarna biru ke hijauan, segera saja aku mengatakan ideku pada mereka.


“EUREKA!!!!! EUREKAAAA!!!”
aku berteriak mirip Archimedes menemukan bahwa berat (dalam Newton) air yang tumpah sama dengan gaya yang diterima tubuhnya, Dan bedanya aku gak lari-larian telanjang sampai Syracuse.


“gini aja, lilin-lilin itu kita tusuk biar berdiri dan gampang di nyalakan lilinnya ” kataku dengan memasang muka serius.


Segera saja aku tusuk sisa lilin itu, aku melihat apakah ada celah yang bisa aku masukkan tusuk kue berwarna kebiruan itu. Dibawah kurasa agak longgar, segera kudorong dengan paksa, kuharap benda itu bisa berdiri di atas kue blackforest coklat berukuran sedang itu.


“Yes!!! Masuk!!!” aku langsung loncat-loncat kegirangan kemudian melepas baju dan lari-larian telanjang mengelilingi kota solo. (oi..oi.. kok jadi makin kacau gini?)
Okey, tusuk kue itu memang masuk ke celah kecil tersebut, namun bukannya berdiri tegak yang terjadi lilin itu makin bertambah rontok.


“begooo!!!” aku menjerit dalam hati, lilin-lilin itu makin hancur,bentuknya masih mending ketika sebelum di tusuk. Kalo tadi masih berbentu angka 3 sekarang berbentuk seperti huruf F di balik dan dilihat pake sedotan (intinya sih aku bingung untuk mendiskripsikannya).


Angga dan dek nafi bengong melihatku membereskan serpihan lilin yang rontok itu.


“gini aja, lilinnya dinyalakan namun kamu lindungin lilin itu agar tidak mati lagi jix”


Aku akhirnya mundur, sepertinya mereka juga tidak mempermasalahkan bentuk lilin yang tidak karuan tersebut.


Nafas panjang kuhela saja dengan tak memperdulikan badanku yang mulai kecapekan, pikiranku melayang ke beberapa jam yang lalu, dimana kota solo di guyur hujan dengan sangat deras. Aku berpikir acara festival ini mungkin akan gagal total, saat itu hanya ada 7 makhluk gak jelas di GKS. Jam 3 sore telah berlalu setengah jam, dan hujan masih belum berhenti.

“pokoknya walaupun hanya 5 orang acara ini akan tetap berlangsung”
kataku meyakinkan kawan-kawan panitia acara tersebut.


Setelah berkata seperti itu aku segera salto ke sofa berwarna coklat tak jauh dari tempat mereka berdiri.


“aku tidur dulu ya, aku capek banget.sekalian sambil nungguin hujan reda”


Okey, aku segera tidur, segera memejamkan mata dan mengacuhkan hujan diluar sana yang semakin menggila. Beberapa hari ini aku memang mempunyai masalah dengan istirahat malam, walaupun aku bukan pecandu lembur, setidaknya aku sering memaksakan tubuhku untuk merampungkan berbagai kerjaan yang masih belum kelar.


Acara komisi birthday festival yang belum terlaksana gara-gara hujan ini sebenarnya agenda yang sangat mendadak. Bahkan tidak termasuk dan tidak terpikirkan oleh sebagian anggota komisi. Aku memperhatikan langit-langit berwarna putih kecoklatan yang hampir lapuk itu. Mencoba tidak memikirkan apapun, termasuk memikirkan kekhawatiran yang tidak beralasan akan event yang belum terjadi itu, dan langsung pergi ke alam mimpi.


Hujan reda pukul 17.00 WIB, badanku terasa lebih baik.


“fer, kayaknya jamstripnya mending diluar aja deh”
aku berkata kepada feri yang tengah berbincang dengan dek Nafi di sebelah pintu.


“oke, sip. Santai ji” tukas cowok berkulit hitam dan berbadan tambun itu. Badan tambun itu sudah cukup mendingan apabila dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu. Dulu dia lebih gemuk, lebih imut (item mutlak:p) dan lebih bulet (jadi pengen nggilindingin si feri dari puncak gunung lawu) .


Angga, feri, jeki trendi, dek nafi, dan sholek segera bergegas keluar ruangan. Kami menuju ke halaman di sebelah selatan tak jauh dari kerumunan para penari SBC yang tengah berlatih. Segera saja aku mengambil kain putih berukuran 7 meter itu dan menggelarnya bersama angga di halaman tersebut. Vertikal melintang dari timur ke barat, wow sebuah kompisi yang keren.


Tak jauh dari tempatku menata kain, feri dan jeki terlihat sibuk mempersiapkan makanan di meja kayu berukuran sedang. Gorengan, kue , oleh-oleh dari kampung berupa jenang, jadah, sosis, serta kacang ditata dengan rapi di meja berwarna coklat. Wuiiih, berapapun yang datang aku tidak perduli. Kami akan tetap berpesta dengan komik hari ini. Rugi dong aksi memanjat labil kayak kera yang tadi sore aku lakukan hanya untuk memasang sepotong MMT Komisi birthday festival ini. nguk...


Pukul 17.30
banyak orang mulai berkumpul, aku kaget, ternyata banyak yang meluangkan waktu untuk menghadiri acara KOMISI (atau menyempatkan waktu untuk menengok wajah gantengku), semakin malam pengunjung semakin membludak. Acara jam strip segera kami mulai.


Arumania
segera saja menggiring para pengunjung ke tengah acara, dia bertugas menjadi MC sore ini. Dia makhluk ajaib multi talenta andalan banyak orang di daerah kami. Aku heran, ketika Tuhan memutuskan takdir untuk menciptakan Arumania, pasti banyak manusia lain yang belum lahir ikutan protes. Arumania sangat mengerikan, sementara ini daftar status yang dia pegang adalah: komikus, vokalis, MC, pemain Film, penjual mie ayam, kakak yang baik, Guru, pencipta lagu, desainer, jombo bahagia, ect. Tuh kan....


Mengerikan....


Acara jamstrip berjalan lancar, setelah panel pertama dihajar sesosok manusia ganteng perpaduan dari Ridho Rhoma sama Wolfrine bernama Topik dari TUGITU akhirnya semua teman mulai menggambar dengan binal di kain sepanjang 7 meter tersebut.


Yeah, aku memandang keramaian itu dengan penuh keharuan. Sangat dramatis, apalagi kalau mengingat sesosok bocah kribo yang memandang panel-panel gambar di acara "Solo Berkomik" dengan mata berbinar 8 tahun lalu. Solo berkomik adalah acara pesta komik yang dulu sempat rutin diadakan dan berakhir pada tahun 2005 (atau mungkin 2004, agak lupa sih). Sejak saat itu sangat jarang ada event komik di kota solo. Setelah dunia perkomikan solo vakum selama beberapa tahun, akhirnya aku dan kawan-kawan mendirikan komunitas komik pada tahun 2008, semenjak saat itulah aku berjuang setidaknya kita harus mengadakan acara komik untuk kita sendiri. Yah, untuk diri sendiri dulu, kurasa itu cukup beralasan.


Keramaian itu semakin memuncak pada pukul 19.00 WIB, yah kurasa ini saat yang tepat untuk acara potong memotong. Dek nafi beranjak menuju ke arah kardus berwarna perpaduan putih dan orange. Dia mengambil kue blackforest dan meletakannya diatas kardus minuman mineral tak jauh dari kain panjang tersebut. Aku sangat bernafsu sekali melihat kue berwarna coklat itu, aku memang jarang makan coklat, jarang makan pizza, jarang dicium sama nikita willy dan jarang itu air panas dalam bahasa jawa (apaaan sih? Kok lokal banget joke’s-nya) . dan seperti dugaan cowok kribo itu, acara potong kue menjadi klimaks dari acara jamstrip ini.


Aku deg-degan melihat dek nafi menyalakan lilin berwarna merah itu,

aku deg-degan,

aku masih deg-degan,

aku hampir deg-degan selama 10 menit kok tidak segera dinyalakan?

lama banget...


Ya amplop, ternyata lilinnya emang gak jelas. Aku memanggil angga, biasanya cowok berponi korea itu kadangkala memiliki inisiatif yang keren. Angga berjalan kearah dek nafi dengan gagah berani, dengan wajah diganteng-gantengkan dia melangkahkan kaki dengan mantab. Aku membanyangkan banyak bunga berterbangan mengiringi langkahnya, bintang-bintang bersinar.

Sedikit sendu dia berkata “ada yang bisa di bantu dek?... ”

clink-clink...


Dua menit kemudian semua bayangan itu lenyap.

“wedhus, kenapa lilinnya gak jelas gini?” tukas angga melihat serpihan-serpihan lilin berwarna merah pucat itu rontok dari batangnya.


Tuh kan, ceritanya balik lagi ke paragraf pertama:D
Lilin itu akhirnya bisa berdiri dengan ganteng di kue ultah tersebut, setelah memaksakan diri menutup area kue agar bisa menyala dan tidak tertiup angin, acara tiup lilin.


Acara lempar tanggung jawab meniup lilinpun berlangsung dengan seru.
si rambut kribo mengajukan feri,


“ayo fer!! Kamu tiup lilinnya. Sebagai anggota komisi yang paling item pokoknya harus kamu yang niup lilin itu” aku berteriak kesetanan sambil berlari menyeret feri ke tempat eksekusi.


“wah jangan aku jiii, kowe wae, opo angga kae lhooo. Pokokmen ojo akuu” feri menolak, dia menatapku dengan berkaca-kaca dan bercucuran air mata, ups ternyata bukan air mata. Itu air keringatnya:D


dan si pemuda tambun berkulit item itu melampar tanggung jawab ke cowok berambut poni bernama angga tantama, si angga bingung sambil tertawa salah tingkah.

“wah wedhus!!! Pokokmen ojo akuu!!! Dek nafi ae”
angga berlari muter-muter lokasi ultah kemudian salto 50 kali.


dia mencoba melempar tanggung jawab itu ke dedek mumumu berjilbab merah jambu.
Dek nafi diem. Sepertinya dia memang tidak bisa menyanggah apapun perkataan angga, apalagi aku dan feri menatapnya dengan penuh harap.


Andaikata ada kamus “arti tatapan mata”, maka tatapan kami bertiga pasti artinya
“ayo deeek, please tiup lilinnya. Kamu mau kalo kami besok bangun shock dan mendadak ganteng gara-gara kepikiran lilin yang belum ditiup?”


Dek nafi diem. Kemudian berjalan ke arah kue blackforest tersebut.
“yowis mas, aku yang akan niuuup”


Huwoooo!!!! Mujix langsung berteriak kegirangan sambil menari ala orang hawai. Si angga langsung salto dan kayang secara bersamaaan. si feri diem, kemudian meledak dan berubah menjadi doel sumbang.



Detik-detik sebelum lilin itu pikiranku kembali melayang ke 8 tahun yang lalu, atau mungkin lebih lama lagi. Mujix kecil yang dahulu pasti tidak menyangka kalau di umurnya yang ke 23 tahun, dia berhasil membuat komunitas komik dan mengadakan acara festival kecil yang selalu diimpikannya sejak SMA. Lilin itu padam setelah dek nafi meniupnya dengan pelan, dan kemudian di sambut riuh rendahnya suara tepuk tangan yang membahana di seantero lingkungan GKS.


Aku tersenyum kecil, ini masih belum selesai. Masih banyak kegembiraan-kegembiraan yang belum aku alami di masa depan. aku sangat bersyukur bisa menikmati kegembiraaan kecil itu bersama-sama dengan Feri, angga, Dek nafi, wahyu, eko roey (yang walaupun saat ini tidak bisa hadir), bejita, sholek, jeki, dan semua teman-teman komik yang menemani perjalanan hidupku hingga detik ini. Kalian hebat kawan :)


Mujix
review super labil ini
aku persembahkan buat kawan-kawan yang
kemarin telah berjuang mewujudkan
KOMISI BIRTHDAY FESTIVAL
dengan sangat menyenangkan
Solo 27 November 2011

Label: