megamendungkelabu

Minggu, 18 Maret 2012

Ichi-go ichi-e

“Ichi-go ichi-e, anggaplah setiap pertemuanmu dengan seseorang adalah pertemuan terakhir”
~A Bad Boy Drinks Tea oleh Nishimori Hiroyuki~


Malam itu pukul 8 lebih 10 menit, dan tentu saja jarum berwarna merah itu bergerak maju, entah kapan akan berhenti aku tak mau ambil pusing. Kalian ingin tahu apa yang aku pusingkan malam itu? Persoalan kuliah? Bukan. Masalah mengapa rambut kriboku makin panjang? Tidak, itu tidak masalah selama aku masih bisa rutin merawatnya, Atau problem mengenai harga BBM yang makin naik? Okey, itu kurasa cukup memusingkan, namun aku tidak akan membicarakan perihal kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), ataupun mempermasalahkan mengapa hingga hari ini HPku tidak memiliki layanan BBM (BlackBerry Messenger). Kenaikan harga BBM hanya persoalan mengenai politik dan jegal menjegal, HP dengan layanan BBM hanya masalah kebutuhan dan nama baik (sebenernya ngeles siii karena belum mampu untuk beli, udah belipun bingung mau buat apaan, wong sudah terlalu banyak teman di dunia nyata).


Ketika kalian membaca curhatan gak jelasku soal BBM, waktu kalian telah terbuang sia-sia sepersekian detik (yeah I got your Rythem dude). Malam itu pukul 8 lebih 11 menit, kalian tahu apa yang aku pusingkan malam itu? Aku berdiri sejenak untuk menguasai kesadaranku, mencoba membatasi berbagai suara kacau yang bercampur dengan isakkan banyak orang. Berbagai visual tertangkap mataku, dan tanpa ampun menerjang logika serta menghujam telak ke sanubari. Apa yang terjadi malam itu? 2 menit yang lalu, dimalam itu, aku menerima kabar. pasien yang juga paman tersayangku di ruang ICU rumah sakit PKU Solo tersebut akhirnya meninggal dunia, setelah kritis akibat kecelakaan motor ketika dia hendak pergi mengajar di sebuah SMP di Babatan.


Anggaplah setiap pertemuanmu dengan seseorang adalah pertemuan terakhir, aku bertemu kutipan tersebut secara tidak sengaja di sebuah komik jepang berjudul A Bad Boy Drinks Tea. Sebuah komik remaja bergenre komedi romantis dengan tokoh utama mantan Preman berwajah setan yang ingin tobat dan berbuat kebajikan. Yeah, cerita yang cukup umum untuk sebuah manga. Satu hal yang membuatku bertahan untuk membaca manga bertema ‘umum’ tersebut adalah nama komikusnya, yaitu Nishimori Hiroyuki. Dia mangaka lahir di kota Tokyo pada tanggal 23 November 1963. Aku akan bercerita sedikit mengenai A Bad Boy Drinks Tea, yang dalam versi jepang di terbitkan dengan judul ‘Ocha Nigosu’. Perjalanan Masaya Funebashi atau biasa di panggil Ma The Devil, atau Ma-Kun (tokoh utama mantan preman yang berwajah setan) dalam mewujudkan hidup yang dipenuhi kebajikan akhirnya di pertemukan dengan klub minum teh (yak, semacam ekstra kulikuler jaman SMA gitu deh). dia terpesona dengan Anezaki sang ketua klub dan tentu saja cerita proses Ma-kun berjalan seru dan konyol.


Alur cerita didalam manga tersebut berjalan relatif cepat, hingga Ma-Kun bertemu kutipan ‘Ichi-go ichi-e’ ketika menjalani prosesi minum teh di ruang klub. Secara garis besar scene pertemuan Ma-Kun dengan ‘Ichi-go ichi-e’ adalah poin penting yang menentukan jalannya cerita dalam manga ini. anggaplah setiap pertemuanmu dengan seseorang adalah pertemuan terakhir, fokuskan perhatianmu dengan apa yang ada didalam dirinya, berikan yang tebaik, perlakukan seseorang tersebut seakan-akan kalian tidak akan bertemu lagi. Kutipan tersebut mengajarkan kepada Ma-Kun (dan cowok galau berambut kribo bernama mujix) untuk menghargai setiap pertemuan dengan siapapun.


Pertemuan terakhirku dengan paman tersayang tersebut kira-kira satu minggu yang lalu, disebuah acara hajatan nikah anaknya Pakdheku, jadi kakakknya ibuku punya anak perempuan yang nikah, dan pamanku yang ternyata adiknya bapakku datang sebagai Pembawa Acara, jadi anak peremuan pakdheku itu bisa dibilang sepupuku dan keponakan jauhnya pamanku (bingung? Gpp. Aku juga bingung, lanjutin baca ajah). Petang itu aku langsung merangkul pundak pamanku dengan erat. Yak, pamanku itu bernama Gio Carito. Aku sering memanggilnya Om Gio, dia adalah seorang bapak paruh baya berumur 50 tahun. Bekerja sebagai guru tetap di sebuah sekolah menengah tak jauh dari tempatnya berkeluarga. Selain sebagai guru, dia adalah dalang wayang kulit yang handal (pastinya lebih handal daripada cowok galau berambut kribo bernama mujix) serta sebagai MC campursari yang ampuh. Ciri khas fisik dari om gio dan saudara-saudaranya sangat mudah di tebak. Mereka semua (om Gio, bapakku, kakakknya bapakku, dan kakakknya kakak bapakku) mempunyai kumis melintang mirip Bumerang suku Aborigin di Australia. Yak, kadangkala aku sering mengkhayalkan mereka saling melempar kumis keudara melesat jauh ke angkasa ‘wung...wung...‘ kemudian balik lagi ke tempatnya (kumis tempatnya masih di bawah idung kan?) dengan suara ‘clak’.


Aku dan om Gio sangat akrab, dia adalah pamanku yang paling dekat daripada dibandingkan dengan paman-paman yang lain di keluargaku. Malam itu ketika nikahan anaknya Pakdheku (gak perlu dijabarin lagi kan?), dia datang bersama istrinya (untung gak bawa istri tetangganya) tercinta. Setelah berbincang akrab dan hangat, dia segera pergi ke medan perang. Pergi ke tempat para biduan sexy ala dangdut yang siap mengguncang nikahan anaknya pakdheku, menyonsong ramainnya muda-mudi yang sedang repot membawa nampan berisi pisang, jenang, teh anget dan lain-lain. Dia akan menjadi MC campursari yang hebat malam ini, dan MC campursari yang hebat itu adalah pamanku...


Mendengar berita bahwa pamanku telah meninggal, aku segera berlari menerobos kerumunan penjenguk tersebut dengan panik. Aku menyusuri lorong panjang di samping ruang ICU, segera saja aku menengok dari jendela kaca berwarna biru tersebut. kulihat berbagai alat kedokteran yang sejak tadi pagi menempel mulai di copot dan dilepaskan. Badannya mulai berwarna biru, tangannya diikat dengan kain putih, aku tak tega menatap wajahnya dan segera berlari meninggalkan ruang ICU untuk menenangkan diri.


Kematian bagi sebagian orang adalah topik pembahasan yang sangat sensitif. Mas yoni seorang kawan di GKS juga berpendapat demikian, kalian kenal mas yoni? Dia adalah sesosok pria dewasa berbadan tinggi besar dengan hutan belantara yang habis ditebang secara liar di janggutnya (masyarakat umum menyebutnya brewok yang habis di cukur). Dia yang mengantarkanku pagi itu ke PKU, aku mendengar perihal musibah itu malah dari ayahku yang di Bogor. Segera saja aku meminta tolong kepada pria dewasa berbadan tinggi besar dengan hutan belantara yang habis ditebang secara liar di janggutnya untuk mengantarkanku disana.


Alam kematian sangat dekat dengan dunia spiritual, Dalam ajaran islam kita mengenal kematian sebagai awal sebuah hidup yang baru di alam yang lain suatu saat.para manusia yang meninggal akan di tanyai para malaikat penjaga kubur tentang iman mereka sebelum adili secara akbar oleh Allah SWT di Padang Mahsyar di hari Yaumul Hisab nanti, tentang amal perbuatan yang mereka lakukan di dunia. Menurut syariat Islam, kepada mereka yang jahat sudah diperlihatkan kehidupan mereka kelak setelah masa penghakiman selesai di neraka dan selama itu pula mereka akan mendapatkan siksa kubur. Manusia yang telah di adili akan menerima konsekwensi berupa Surga dan Neraka berdasarkan nilai Rapor amal. So, ketika kalian mati maka itu adalah deadline dalam mencari pahala.


Agama Hindu dan Budha adalah agama yang mengenalkan konsep suatu hukum yang disebut dengan Karma Pala, yaitu hukum sebab akibat yang terjadi di setiap manusia. kelahiran manusia adalah suatu proses Reinkarnasi atau Punarbawa (Samsara). Reingkarnasi adalah suatu tahap dimana kalian akan terlahir kembali menjadi ‘sesuatu’. Sesuatu tersebut tidak hanya dalam lingkup manusia, teapi juga hewan dan tumbuhan. Para manusia (atau makhluk dibumi) akan terus mengalami kelahiran dan kematian berdasarkan karma mereka di dunia. Semakin buruk karma mereka, maka akan semakin sering mereka mengalami reingkarnasi, hingga mereka benar-benar menyempurnakan karma baik mereka. Apabila seseorang telah benar-benar sempurna perbuatannya didunia ini, maka dia akan keluar dari perputaran karmapalad dan menyatu dengan Brahmana (Tuhan /Budha/ Niwana) yang disebut dengan Moksa. Jadi kalo karma kalian buruk bisa saja terlahir kembali menjadi rumput, atau kecebong, iya kecebong berambut kribo:p


Tana Toraja
menempatkan upacara kematian sebagai prosesi yang sangat megah dan mewah. Upacara pemakaman disertai dengan musik, tari-tarian dan pesta untuk masyarakat. kematian di sini adalah sebuah kesempatan mewah. Jadi, keluarga almarhum diberikan penangguhan, mereka tidak perlu menguburkan tubuh mayat dengan segera. Mereka hanya dapat membungkusnya dan menyimpannya di dalam rumah mereka, sementara mereka menabung untuk biaya pemakaman. Bahkan menurut ceritanya mbak Anna Subekti, akan ada semacam prosesi pengembalian nyawa ke mayat oleh dukun kematian, agar sang mayat dapat berjalan menuju makam yang biasanya terletak di pepohonan atau tebing yang tinggi. Kebudayaan tana toraja menganggap leluluhur ada di dilangit, semakin tinggi mayat itu diletakkan, maka semakin dekat ia dengan leluhur (woy kok postingannya jadi serius gini? Salto dulu ah) .


Oke deh, buat yang capek baca bisa rehat sebentar, kali ini emang si Mujix lagi napsu nulis, yang punya kacang dari pacar silahkan dimakan, yang punya pacar silahkan di kacangin.

Postingan ini tentu saja tidak akan memperdebatkan mana konsep kematian yang paling benar, aku menuliskan banyak jabaran tentang kematian diatas hanya sekedar untuk menekankan, bahwa kematian adalah tema yang sangat sensitif bukan hanya untuk cowok galau berambut kribo bernama Mujix, atau sesosok pria dewasa berbadan tinggi besar dengan hutan belantara yang habis ditebang secara liar di janggutnya bernama mas Yoni. Kematian, dan kehidupan setelah mati telah menjadi isu yang berkembang dari ribuan tahun yang lalu sejak munculnya kebudayaan di dunia.


Malam itu pukul 9 lebih 11 menit, kalian tahu apa yang aku pusingkan malam itu? Berbagai asumsi mengenai kematian membuatku gila malam itu. Cukuplah untuk membuatmu enggan makan, males mandi, hanya bengong semalaman agar pikiran kalian tetap sadar dan fokus. Satu hal yang pasti apabila kita membicarakan tentang nyawa, kita tidak tahu kapan nyawa kita akan hilang. Kapan kita mendapat deadline untuk mencari pahala dari Allah, kita tidak tau apakah karma buruk kita telah lunas agar kita segera dapat menyatu dengan nirwana, ataukah akan ada tempat yang tinggi untuk perbuatan kita agar pantas bersanding dengan para leluhur yang tentu saja telah berada di langit mendahului kita, seperti yang dipercayai para masyarakat Tana Toraja.


Namun yang pasti, anggaplah setiap pertemuanmu dengan seseorang adalah pertemuan terakhir. nyawa kita ada di ujung leher. Dekta, Sangat dekat dengan kita saat ini. Lakukan yang terbaik dan terus berusaha.


Sekedar catatan ringan, Om gio adalah seseorang yang (katanya kakakku) menganut paham kejawen. Didalam kartu tanda penduduknya tertera agama Kristen, namun sore itu dia dimakamkan dengan tata cara Agama Islam, dan dia juga seorang paman berkumis bumerang paling hangat yang pernah kutemui. Semoga amal, karma baiknya dan ibadahnya diterima oleh Pencipta Semesta.


Mujix
Adududuh
postingan dengan tema paling sensitif
dan sangat personal
mohon maaf apabila ada kesalahan
dan kekurangan yak
trims buat Mas Is,Mas Yoni, Gde Agus, Anna Subekti,
dan Nanang Musha
atas obrolannya:)
Solo, 18 Maret 2012

Label: