megamendungkelabu

Rabu, 07 Agustus 2013

Karawang

Ini cerita tentang seorang bocah di jaman dahulu. Dulu banget waktu dinosaurus masih hidup? Enggak juga sih. Lagian gak bisa ngebayangin ada seorang bocah di jaman dinosaurus. Jadi ceritanya gini, kita kembali ke masa lalu. Masa lalu di mana Pak Harto masih berjaya dengan program Pelita-nya di Indonesia. 

Karawang adalah kota yang tak terlalu jauh dari Jakarta, masih menjadi primadona tempat bermuaranya semua mimpi manusia perantauan di Indonesia. Di tempat itu program Pelita juga bergerak dengan sangat liar. Berbagai proyek bangunan berdiri kokoh menantang langit. Suami istri itu datang dari sebuah dusun kecil di pulau jawa nun jauh ditimur. Mereka nekat tetap bertahan disana dengan sebuah tekad sederhana bernama 'keinginan untuk bertahan hidup'. Sang suami bekerja buruh pabrik bangunan, sementara si istri membuka warung tegal sambil mengasuh seorang bocah berumur 2 tahunan. Hari itu adalah hari yang menyebalkan bagi mereka, sebabnya adalah Pengusiran warung yang sepihak oleh satpam bayaran. Satpam Bayaran dari pemilik warung lain. 

Malam hari di kota itu sangat menakjubkan. Deru mesin besar menggelegar seantero jagad raya. Sebagai tanda kecil tentang sebuah negara yang mencoba untuk stabil agar bisa berdiri pongah dan gagah. Kota menakjubkan untuk semua orang. Kota yang memperkerjakan manusia 24 jam hanya untuk benda bernama Program Pelita. Senja sore itu telah 6 jam berlalu. Sang suami belum pulang. sang istri cemas menunggu di kontrakan bersama seorang bocah dan 3 'anak pinjaman' dari tetangga sebelah untuk menemaninya agar timbul perasaan aman. Malam yang menakjubkan di kota ini juga menggoda orang-orang brengsek untuk mewujudkan impian tengik mereka. Seperti yang akan terjadi malam ini. 

"Brak!! Brak!! Krieeeet...." tedengar suara pintu di dobrak dan terbuka. Suasana mencekam. Sang istri terbangun kaget. akal sehatnya berkata, pria yang masuk itu bukanlah suaminya. rasa kalutnya atas perlakuan pengusiran sepihak beberapa hari yang lalu membuatnya menjadi seseorang yang paranoid. 

" jlek.. Jlek..jlek" langkah kaki terdengar berat menuju kearahnya. Si istri panik. Sesosok pria muncul tiba-tiba dari kegelapan. Wajahnya terlihat sangat merah di telan hitam yang mencekam. 

" Mbak?! aku pacarmu dulu lhoo!!!" pria itu menyeringai memecah malam yang belum selesai. Si istri berlari menghampiri anak-anaknya dengan sangat panik. 

"kenapa lari?!" pria itu berjalan pelan dengan langkah berat. Si istri berteriak histeris. Tangannya secara reflek mencubit lengan para anak-anak agar mereka bangun. 2 anak pinjaman itu sudah terlalu lelap untuk di bangunkan. Suasana semakin menggila. pria brengsek yang masuk dari kegelapan itu berjalan sempoyongan. Bergerak random ke arah si istri itu dengan tatapan nanar. Tak ada pilihan lain. 

Dicubitnya dengan sangat keras anak kandungnya yang masih 2 tahun tersebut. Tangisan si bocah membelah malam, kemudian dengan muka beringus bocah itu melompat ke arah pria brengsek dengan penuh amarah. 

" KAMU TU CAAPA!!! PELGI!!! PELGI!!! MAMAK SAMPAI TAKUT!!!! KAMU PASTI OLANG JAHAAAT.. HUWWAAAA". Pria itu terkejut. Bocah itu masih meracau tak karuan. Sejurus kemudian tetangga-tetangga terbangun dan muncul dengan penuh tanya. 

"DIA OLANG JAHAAAT. PELGII!!!" si bocah kembali berteriak sambil menangis. Pria brengsek itu panik dan segera berlari menghambur keluar sebelum di hakimi massa. begitulah. Malam itu si bocah mendadak jadi superhero melalui tangisannya. Pahlawan kecil di sebuah diorama besar bernama Indonesia yang banyak 'dinosaurus' berkeliaran memangsa rakyatnya melalui proyek negara yang ambisius. Hingga hari ini, kota tersebut masih menjadi 'idola' untuk banyak orang. Suami istri itu masih menjadi perantau di tanah impian. hampir dua dekade mereka berlalu sejak peristiwa itu. Banyak hal yang terjadi. 

Program 'Pembangunan Lima Tahun' dari 'sang predator' hanya tinggal nama, 10 tahun yang lalu era reformasi mencapai puncaknya. Berganti jaman yang lebih parah dari pada sekedar 'predator' dan 'orang brengsek'. Kota yang dulu menakjubkan sekonyong-konyong menjadi kota yang menyebalkan karena menjadi 'tempat sampah' dan 'pundi uang' berbagai negara maju melalui produk ekspor mereka. Sepasang suami istri itu hingga hari ini masih membuka warung di sebuah sudut kecil Kota Hujan. Walau tak ada pengusiran sepihak oleh satpam bayaran, sebagai gantinya Tuhan menciptakan tetangga-tetangga brengsek yang doyan menurunkan harga menunya dan meng-konfrontasi warung melalui persepsi publik. Si bocah beringus cengeng itu juga masih doyan 'berteriak' melalui banyak hal. Lewat tulisan di bloglah, curhat colongan dengan komik cintalah, hingga melalui lagu roman satir yang dia ciptakan di kala senggang. Kurasa kalian sudah bisa menebak siapa bocah itu. 

Mujix 
cerita heroik ini diceritakan 
Mamak dan Bapak saat 
Berbuka puasa kemarin malam 
Bogor, 29 Juli 2013