megamendungkelabu

Senin, 12 Oktober 2015

03.06 WIB

Aku meraih handphone yang berada tak jauh dari tempat tidur. Malam itu aku terjaga tiba-tiba.  Jam menunjukkan pukul 03.06 WIB. Mataku menatap langit-langit kamar berwarna biru kusam tersebut. Suasana malam ini cukup hening, hanya terdengar suara keyboard bergemeletuk dari ruangan sebelah. Sepertinya Pak Iyok masih berkutat dengan pekerjaannya. Aku melirik kearah depan, Bang arum tergeletak sedang menikmati tidurnya yang menyenangkan. Kesadaranku mulai kembali. Ya. Aku sudah sampai di Kota Solo lagi.

Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan. Beberapa aktivitas bertemu di hari yang sama. Ada rapat untuk project komik yang barulah, njagong lah, dan lain sebagainya. Badan kurus kering dan tinggal satu-satunya ini sepertinya mengalami kelelahan yang keterlaluan. Lelah yang berkesinambungan ini membuatku sedikit lebih dekat dengan diri sendiri. Percaya deh. Lelah adalah obat yang paling manjur untuk membuatmu cukup untuk istirahat.

Terjaga di tengah malam kemudian tidak bisa tidur lagi itu rasanya kampret banget. Padahal dua jam lagi aku harus segera balik lagi ke rumah untuk mengembalikan motor. Aku mencoba memejamkan mataku dengan paksa. Tidak berefek sedikitpun. Aku mencoba menghitung dari angka satu sampai seratus. Malah makin segar bugar. Ya sudahlah, aku menyerahkan kesadaranku kepada batin dan pikiran yang sedang ngelayap ke mana-mana.

Malam di ujung fajar yang belum menyingsing itu membuatku mengingat banyak hal. Asmara pertama yang kini entah kemana, perasaan sayang yang datang terlambat, para wanita yang aku cintai diam-diam tanpa pernah aku ungkapkan, hingga penyesalan-penyesalan yang harus segera aku lepas dari genggaman. Semua hal tersebut menggiringku ke sebuah kesimpulan sederhana. Aku telah banyak berubah.

Kuakui atau tidak kuakui, akhir-akhir ini aku mulai bisa berdamai dengan diri sendiri. Seberapa sering aku memaklumi hal-hal yang terjadi di sekitarku, sama seringnya dengan intensitas aku mengambil keputusan. Aku masih ingat seberapa cepat berpindah dari kekalahan kompetisi illustrasi kemarin. Dalam hitungan jam aku sudah baik-baik saja dan segera meluncur ke project selanjutnya. Itu tidak akan terjadi jika aku berada di usia dua atau tiga tahun yang lalu.

Hal-hal yang membuatku mengalami perubahan sedramatis itu adalah komitmen. Jika mundur ke belakang, komitmen untuk menyelesaikan magang, mengerjakan skripsi, menyelesaikan komik-komik tertunda, hingga bertahan di situasi sulit seakan menjadi sparring partner yang setia. Ayo datanglah. Kita bertarung. Siapapun yang menang, aku akan tetap berjalan. Pertarungan untuk mendapatkan gelar sarjana adalah pertarungan yang cukup rumit. Kemenangan atas move onnya aku dari kamu, terkadang aku menang, terkadang aku kalah.


Kalau dipikir-pikir, memiliki kesempatan untuk mewujudkan impian yang rumit itu sangat keren. Bisa menggambar komik, mempunyai teman yang baik, keluarga yang selalu sehat. Bukankah itu sangat menakjubkan. Rasa syukur terpanjatkan secara polos malam itu. Aku ingin segera bisa sampai dirumah agar bisa menulis postingan ini. Alhamdulillah. 

Mujix
aku bersyukur bisa
mempunyai blog ini.
Menyenangkan sekali
bisa menulis tentang apapun
yang aku inginkan.
Simo, 12 Oktober 2015