megamendungkelabu

Kamis, 29 Oktober 2015

Tomat dan Ruko yang Terbakar

Ada luka melepuh dibibirku yang imyut ini. Sariawan. Fenomena itu disebut SARIWAWAN. Intinya
kesehatanku sedang sangat payah. Sepertinya aku kurang vitamin C, makanya aku memborong selusin buah tomat dari tukang sayur. Eh, sesampainya di tukang sayur, doi curhat gituh tentang permasalahannya kepada komikus dodol berambut kribo ini. Curhatnya enggak jauh-jauh sama isi dompet. Kalau isi dompet tidak penuh, mengerjakan apapun pasti akan dilakukan dengan mengeluh. Tukang sayur itu bahkan memperlihatkan isi dompetnya padaku. Coba tebak berapa isinya? 

Isinya uang Rp.10.000 ribu Coy! mengerikan! Bahkan isinya lebih banyak daripada kantong milik pengemis yang suka minta-minta dipinggir jalan. Beberapa peristiwa membuat tukang sayur itu terkapar kelelahan menghadapi hidup. Aku enggak tahu apa yang terjadi. Sepertinya doi masih menyimpan beberapa rahasia yang kurang pantas untuk diceritakan ke orang lain. Salah satu cerita yang menarik adalah mengenai investasinya di sebuah ruko di Pasar Simo. Tukang sayur yang memahami ilmu investasi!? Keren sekali.

Kemarin siang dia menerima kabar bahwa ruko yang telah ia sewa hancur dilalap api. Semuanya. Habis tak terkecuali. Hal tersebut katanya diakibatkan oleh keteledoran rekannya yang lupa mematikan lilin saat mati lampu. Entah saat itu terkena percikan minyak tanah atau memang sedang apesnya, api yang menjalar membakar tanpa ampun ke semua tempat yang dilaluinya.

Ruko itu hancur lebur. Tak tersisa apapun. Kecuali kebanggaan bahwa dia, seorang tukang sayur itu telah berhasil mendirikan toko kelontong di tengah pasar Simo yang prestisius. Aku mencoba menjadi pendengar yang baik, tidak coba memotong curhatan ataupun menyanggah apa yang dia katakan. 

Investasi yang dia lakukan benar-benar telah menguras jiwa dan raga. Biaya sewa ruko tersebut cukup mahal. Dia harus berlari kesana kemari untuk mencari uang pinjaman, mempertaruhkan harga diri di depan para pemberi hutang, yah, kau tahu sendirilah bagaimana rasanya hutang ke orang lain. Uang yang terkumpul itu akhirnya cukup untuk membayar sewa selama 5 tahun. Jangkanya emang lama, enggak seperti kost, buat sewa ruko di sebuah pasar.

Sisa uang yang dia bayarkan buat ruko akhirnya dia pakai untuk membeli isinya. Tabung gas, mie instant, beberapa gula dan beras, semuanya, hingga ruko itu pantas di sebut sebuah toko. Dia berhasil membuka ruko itu dua bulan yang lalu. Untuk menjaga kestabilan keuangan, dia menyewa pegawai untuk menjaga ruko tersebut. Ruko dijaga oleh pegawai, dan dia tetap bekerja sebagai tukang sayur keliling. Impiannya untuk segera menikah pasti akan segera terwujud, begitu pikirnya dua bulan yang lalu.

Semuanya berjalan lancar. Kedua usaha itu saling bersinergi membuat kehidupannya lebih baik. Hingga akhirnya datang musibah tersebut. Kebakaran. Doi hampir pingsan beberapa jam setelah mengetahui berita tersebut. Penjual sayur itu hampir tidak bisa berpikir dengan kepala dingin. Pikiran dan hatinya kacau. Dalam hitungan jam, semua hal yang dia bangun dimasa lalu benar-benar hilang ditelan api.

Semua sudah selesai baginya. Dia tidak mungkin menyalahkan rekannya yang teledor menyalakan lilin. Bukankah pegawai tersebut melakukan apa yang seharusnya orang lain lakukan ketika mati lampu!? Dia juga tidak mungkin menyalahkan PLN atas insiden mati lampu mendadak di malam itu. Alternatif terakhir, dia bisa menyalahkan Tuhan. Alternatif yang paling sering dilakukan para manusia yang putus asa.

Namun dia tidak melakukan semua itu.
Dia mengambil jalan tengah.

Dia menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu menanam 'perasaan' di ruko tersebut. Mungkin ketika dia mulai berharap agar rukonya laris, dia mulai menciptakan Tuhan 'kedua' saat itu, mencintainya dan terus berharap  suatu saat ruko tersebut bisa menjadikan dia sebagai lelaki sukses. Di saat seperti itu penjual sayur itu terus menyalahkan dirinya sendiri hingga suatu hari pencerahan datang padanya.

Pencerahan?
Iya. Pencerahan.

Pencerahan itu sebenarnya hanya sebuah ucapan pelan di perasaan yang menuntunmu agar tetap hidup. Beberapa orang yang terjatuh terkadang hanya fokus ke rasa sakit tanpa memperdulikan ada suara yang menyuruhnya untuk berhati-hati. Rasa sakit memang dramatis. Suara yang pelan hanya angin lalu. Pencerahan itu menuntunnya ke sebuah tindakan yang sederhana.

"Lakukan apa yang bisa kau lakukan sekarang.
Tak perduli seberapa sering kau menyalahkan diri sendiri."

Mengutuk diri sendiri sampai mampus-pun ruko itu tetap akan menjadi abu. Menangis sampai dunia jadi lautan-pun airnya tidak akan bisa memadamkan api yang melalap ruko itu di masa lalu.

Ya udah. Hal yang dia bisa lalukan sekarang adalah berjual sayur keliling.
Satu usaha yang masih tersisa dan masih bisa dia perjuangkan. Semoga di masa depan dia bisa membangun ruko itu kembali. Setidaknya dengan dia berjual sayur keliling, aku bisa mengobati sariawanku ini dengan memborong tomatnya. Brengsek. Kenapa sariawan ini enggak sembuh-sembuh sih kabar baiknya, dengan adanya sakit sariawan ini membuatku tidak banyak berbicara sok tahu memberi nasihat kepada tukang sayur yang malang itu.

Mujix
Hati-hati dengan
apa yang kau pikirkan.
Alam semesta ini mengerikan,
dia bisa mengabulkan apa
yang kau pikirkan tanpa
diminta.
Simo, 29 Oktober 2015