megamendungkelabu

Senin, 25 April 2016

Hamzah

Pada suatu masa, ada adegan dimana aku sedang berbincang dengan seorang wanita di sebuah pinggir jalanan yang tidak aku kenal. Dia duduk diatas pagar yang terbuat dari tembok bercat putih, sedangkan aku bersender di gapura tempat pintu masuk.

Tidak ada penghalang apapun diantara kami, kecuali ruang hampa bernama jarak yang aku buat agar aku bisa memandangi wajahnya leluasa. Wanita itu terus saja berbicara mengenai banyak hal yang hingga hari ini tidak dapat aku ingat lagi.

Wanita itu terus saja memandang ke depan. Wajahnya yang sendu dengan semua pesona itu ternyata tak segera juga meluluhkan hatiku. Dia tidak tampak seperti pasangan yang kuidam-idamka. Namun yang pasti dia wanita yang baik dan aku merasa nyaman bersamanya.

Setiap manusia hidup digerakkan oleh semua keinginan pribadinya masing-masing. Aku, wanita yang bercerita di sampingku, para siswa SMA yang berjalan cepat itu, atau bahkan kurasa matahari yang selalu datang dengan tepat waktupun mungkin juga digerakkan oleh keinginan. Kurasa hanya itu satu-satunya yang aku pahami dari obrolannya di tempat ini.

Obrolan kami terganggu oleh getaran pelan yang muncul dari pagar tempat kami berada. Entah pondasinya yang buruk atau ada gempa bumi, aku tidak tahu. Kekhawatiran akan pagar dan gapura yang ambruk membuat kami untuk berpindah tempat. Kami hanya berjalan beberapa meter dari pagar dan melanjutkan lagi obrolan.

Tiba-tiba suara bergemuruh datang. Sumbernya berasal dari pagar tempat kami berbincang tadi. Kawan lamaku ternyata bersender di tempat yang sama denganku dan meloncat untuk menghindari reruntuhan.

Tanah yang aku pijak bergetar. Timbunan batu dan pecahan tembok tercipta dari gapura yang runtuh tersebut. Teman lamaku panik. Wanita di sampingku tiba-tiba berteriak seperti kesetanan.

"Ini salah Hamzah!! Ini salah Hamzah!!!"

Hamzah!? Hamzah siapa!!??
Aku tidak mengenal siapapun di dunia ini dengan nama 'Hamzah'.
Orang-orang berbondong-bondong menuju tempat gapura hancur dengan mengikuti teriakan wanita di sampingku.

"HAMZAH!!! INI SALAH HAMZAH!!!"
Teriakan para banyak manusia itu membuatku bergidik ngeri. Ada sesuatu yang salah dan tidak wajar di tempat ini. Kerumunan itu terus menjerit sambil berjalan pelan menuju gapura yang hancur.

Ada apa gerangan? Apakah ada sesuatu reruntuhan itu?

Wanita baik hati yang sejak tadi berada di sampingku, kini entah menghilang kemana. Brengsek! Umpatku di dalam hati.  Hanya dia yang aku kenal di tempat ini.

Aku akhirnya memutuskan untuk mencarinya di tengah kerumunan manusia yang terus saja menyalahkan Hamzah. Lagi-lagi pelajaran untuk menjadi berani dan menaklukan rasa takut adalah mata pelajaran yang tidak pernah berakhir di kehidupanku.

Manusia demi manusia aku lewati. Berhimpit dan berdesak-desakan. Perlahan aku sampai di tengah kerumunan. Tinggal beberapa langkah lagi aku bakal tahu apa yang terjadi.

Bau busuk tiba-tiba mulai tercium. Aromanya seperti bangkai tikus yang mati berhari-hari. Rasa mual mengaduk-aduk perut dan pikiran. Tinggal selangkah lagi.

Dan hap! Aku telah berada di tempat apa yang membuat manusia itu berkumpul. Pemandangan miris di tempat gapura hancur itu membuatku terhenyak. Kegilaan apa lagi ini!!?

Sumber bau busuk itu ternyata bukan berasal dari bau tikus yang mati. Bau busuk itu berasal dari mayat manusia yang membusuk.

Bukan hanya satu mayat manusia. Namun puluhan mayat manusia.
Mayat-mayat itu bergelimpangan dengan kondisi yang mengenaskan. Wajah membiru, daging terurai mulai hancur, darah kering bercecer berwarba hitam pekat. Ini adalah mimpi buruk yang paling buruk.

Mataku mengeryitkan pandangan ke tengah tumpukan banyak mayat itu. Ada laki-laki berambut keriting memandangku dengan tatapan kosong. Bulu romaku merinding.

Sosok lelaki yang sedang berdiri di tengah tumpukan mayat itu sosok lelaki aku kenal. Dia tersenyum kaku dingun kepadaku.

Perasaanku nyeri. Ketika aku mencoba menoleh untuk membuang pandangan, namun tiba-tiba ada sepasang tangan yang menahan kepalaku. Wanita itu akhirnya muncul. Dia menatap nanar ke wajahku sambil berkata:

"Hamzah... Hamzah..."
"Ini salah Hamzah..."

Mujix
Kiriman komik dari Jakarta udah datang. Baiklah. Aku akan belajar berbisnis dari komik ini. Semangat.
Kerten, 25 April 2016