megamendungkelabu

Senin, 09 Mei 2016

Wis sak karep-Mu lah!!



“Aku yo tau ji, nggeblak goro-goro mikir masalah lan beban moral!”  ungkap Mbah Pri malam itu sambil menyenderkan tubuhnya di dinding tembok warung berwarna hijau. Aku sedikit tertegun. Beberapa menit yang lalu aku membicarakan tentang kepayahan fisik saat kerja bakti di kampung. Kerja bakti yang hampir membuatku pingsan itu tuh. 

“Opo iyo pak!? Kapan kui?” tanyaku sedikit kaget. Malam ini aku meluangkan waktu untuk mampir ke warungnya Mbah Pri.  Suasana warung susu segar Mbah Pri malam ini tidak terlalu ramai seperti malam minggu di beberapa bulan yang lalu. Iya. Aku memang menghampiri warung susu tersebut tidak di malam minggu lagi. Malam Senin. Aku datang di malam senin dengan harapan dapat berbincang lebih personal dengan Mbah Pri. Penjual susu segar legendaris kebanggaan mama papanya di kampung.

“Pas jaman lebaran taun wingi, aku wis sadar sih yen ameh semaput” jawabnya terkekeh-kekeh menertawakan dirinya sendiri. Lucu, soalnya aku berpendapat orang yang bisa menceritakan ‘kemalangan diri sendiri dengan riang gembira’ itu pertanda sang empunya cerita sudah sangat dewasa baik secara mental dan moral. Yah, Mbah Pri emang cukup tua sih. Walaupun secara umur belum terlalu tua, kira-kira beliau berumur 40-an tahun. Hanya saja uban yang tumbuh subur di kepala membuat dia tampak terlihat cukup pantas untuk dipanggil ‘Mbah’.

“Lha bar mangan toh ngerti-ngerti kabeh peteng, terus tangi aku wis ono rumah sakit” lanjutnya sembari sesekali pergi ke ‘meja kerja’ untuk membuatkan pesanan para pembeli. 

“Kok iso ngono yo pak!?” aku hanya bisa bertanya dan terus bertanya. Apalagi jika mengingat pandangan mataku yang mulai kabur gara-gara sedikit kelelahan hari ini.

Buat yang belum tahu, warung susu Mbah Pri berlokasi di Pujasari, tempat dimana banyak lukisan di jual di daerah Sriwedari. Beliau buka mulai jam 18.00 WIB sampai hampir tengah malam. Kalau boleh jujur, susu segar yang Mbah Pri jual, sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan  susu-susu segar lain di luar sana. Hal penting yang menjadi kelebihan susu segar Mbah Pri adalah keramahannya dalam melayani pembeli, apalagi jika pembelinya adalah sesosok cowok kribo berhati galau semacam aku.

“Yo iso nu ji! Yen nduwe masalah mbok piker abot terus otak, ati, lan awakmu ora kuat, yo dadine ngundang penyakit. Contone penyakit jantung!”.
 
Mak dheg!
Hatiku berdesir saat Mbah Pri mengatakan hal tersebut. Percaya atau tidak, aku beberapa kali merasa pernah mengalami hal tersebut. Nyaliku sedikit menciut, lalu dengan sedikit ‘alasan kecil’ ingin membalas SMS, aku segera berpindah kursi untuk menenangkan pikiran.

Aku sepertinya benar-benar cukup kelelahan. Bertemu banyak orang di satu hari yang sama itu ternyata menyita banyak energi kehidupan. Adududuh. Segera saja kualihkan pandanganku ke segala arah.
Entah sejak kapan aku sudah terbiasa dengan semua rupa yang ada di warung tersebut. Dinding berwarna biru pucat, sticker lawas bin jadul tertempel di langit-langit, hingga lukisan singa karya salah satu pelanggan yang katanya teman dekat Mbah Pri. Pokoknya tempat ini benar-benar tempat dimana time slip bukan hanya sekedar mitos belaka. Btw, mitos kui panganan opo toh?

Namun prosesiku untuk menenangkan pikiran tidak berlangsung lama. Entah sejak kapan, tiba-tiba saja aku sudah berpindah kursi lagi dan nongkrong tepat di depan Mbah Pri lagi. 

Kampret!! Sepertinya gara-gara godaan buat pamer buku komik tadi tuh yang menyeretku kembali lagi ke posisi yang ini.

Dan tentu saja obrolan itu berlanjut. Aku sudah bersiap untuk mengalihkan fokus ke tempat lain agar kelelahan di tubuh manusiaku ini tidak lagi menjadi-jadi. Ambil napas panjang dan bersiap mendengarkan kelanjutan cerita Mbah Pri tentang ‘penyakit jantung’.

“Tapi saiki aku wis ora mikir abot koyo mbiyen ji! Aku sadar yen kabeh neng awak kui yo nduwe batese dhewe-dhewe.” Aku tercekat. Loh,ternyata  bukan keluhannya tentang penyakit lagi.

“Pokokmen yen ketemu masalah sing aku wis ora nyadak langsung tak culke terus tak pasrahke karo Sing Gawe Urip” Mbah Pri berkata hal yang sangat wise, uaoh. Apa yang dikatakan Mbah Pri kali ini sejalan dengan apa yang aku lakukan beberapa hari ini.

Kalimat  dari Mbah Pri yang berbunyi “aku wis ora nyadak langsung tak culke terus tak pasrahke karo Sing Gawe Urip”, di kamusku berubah menjadi kalimat “Wis sak karep-Mu lah!!”.

Pengen jadi komikus top tapi entah kenapa jalannya kok terjal sekali. “Wis sak karep-Mu lah!!”.
 
Bermimpi mbak mantan hamil dengan perut buncit entah gara-gara siapa. “Wis sak karep-Mu lah!!”.

Tidak punya banyak uang gara-gara harus memperbaiki komputer dan sepeda motor. “Wis sak karep-Mu lah!!”.

Menggambar komik di Instagram yang nge-like dikit terus enggak ada yang follow. “Wis sak karep-Mu lah!!”.

Pengen punya pacar secantik Maudy Ayunda tapi enggak kesampaian  “Wis sak karep-Mu lah!!”.
 “Wis sak karep-Mu lah!!”.
“Wis sak karep-Mu lah!!”.
“Wis sak karep-Mu lah!!”.
“Wis sak karep-Mu lah!!”.
“Wis sak karep-Mu lah!!” adalah kata-kata andalan akhir-akhir ini agar peristiwa jatuhnya Mbah Pri gara-gara beban pikiran tidak terjadi padaku.

Sedikit kasar sih. Namun masih memiliki makna yang sama kok. Berpasrah diri kepada Illahi dan berharap agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup ini. Beneran, menjalani saja. Karena hidup bukan ‘musuh’ yang kata orang banyak harus ‘dihadapi’. 

Okey Mbah Pri. Kapan-kapan obrolannya dilanjut lagi ya?
Tiba-tiba Mbah Pri muncul dipikiranku sambil bilang “Wis sak karep-Mu lah!!”.

Mujix
Pemuda yang sedang menjalani profesi sebagai komikus. 
Doain jadi komikus tenar , sukses, dan member manfaat untuk orang banyak ya Gaes.  
“Wis sak karep-Mu lah!!”.
Kerten, 09 Mei 2016.