megamendungkelabu

Sabtu, 11 Juni 2016

Mimisan

Malam ini aku menatap darah yang mengering di tangan dengan tatapan gamang.  Jalanan arah pulang ke kontrakan Bang Arum Kerten cukup lengang. Aku sengaja berjalan lambat, di belakang teman-teman yang berbincang apapun.

Alasanku tertinggal beberapa langkah dari mereka karena ingin  menganalisa apa penyebab keluarnya darah dari hidung beberapa saat yang lalu.

Semuanya terjadi begitu saja. Saat perbincangan kami mulai pekat, tiba-tiba saja aku merasa ada cairan dingin dari hidung yang tidak bisa aku kontrol. Cairan ini sudah pasti bukan ingus cair seperti saat demam beberapa hari yang lalu.

Cairan itu memiliki sensasi tersendiri yang berbeda. Tanganku secara reflek menutup hidung dan dengan cepat kudongakan kepala ke atas. Secepat mungkin aku menatap cairan di tanganku. Saat itu aku berharap cairan itu berwarna bening. Namun apa daya, benda berair yang keluar dari hidungku ternyata berwarna merah darah. Aku sedikit bergidik ngeri.

Obrolan kami terhenti seketika! Jeki panik dan mencoba mencari tisue. Namun sayang tidak ada sesuatu pun yang bisa mengganjal hidung untuk menghentikan mimisan tersebut. Aku mencoba menenangkan mereka, kalau mimisan ini disebabkan oleh aku yang sedang kelelahan. Ya kelelahan.

Aktivitasku beberapa hari ini memang gila-gilaan. Aku mengerjakan beberapa project sekaligus. Komik Si Amed versi Habibie, versi sanitasi, dan versi reguler up load di Facebook.

Udah cukup? Belum. Aku masih meluangkan waktu untuk membuat komik Instagram. Menyelesaikan beberapa list lain seperti illustrasi cover komik dan menjawab list wawancara untuk Virala.id.

Udah? Hampir udah. Jangan lupakan project komik religi dan jadwal ke Solo untuk buka bersama dengan teman-teman Ikatan Komikus Solo. Belum lagi soal urusan pigura untuk studio yang belum usai. Intinya aku terlalu memaksakan diri. Dan postingan inipun hasil pemaksaan selanjutnya setelah insiden mimisan tersebut.

Hari ini sepertinya semua rasa lelah sudah tak kuasa lagi dikandung badan. Beberapa hari ini aku memang bekerja keras dan memaksakan diri. Perubahan pola kerja mendadak itu disebabkan datangnya bulan Ramadhan.

Buat beberapa orang, bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Namun bagiku saat ini, bulan Ramadhan adalah bulan penuh ujian dan siksaan. Kalau boleh jujur, bulan Ramadhan ini adalah Ramadhan paling berat di sepanjang hidupku.

Aku harus me-reset  banyak hal. Jadwal di seluruh tubuhku berubah. Jam tidur kacau, pola makan berantakan. Dan puasa kali ini berhasil membuat produktivitasku menurun dengan sukses.

Suka atau enggak, Ramadhan tahun ini cukup menyebalkan.

Kecuali mengingat beberapa fakta berikut ini. Fakta pertama, bulan ini aku menghasilkan dua buku sekaligus dan dua-duanya nongol di toko buku. Buku pertama adalah Coloring Book for Adult: Nusantara Series.

Iya buku itu sudah selesai cetak. Waktu dipamerin Omm Fachmy di What-sap sih kelihatannya bakal epic abis. Enggak sabar nungguin buku fisiknya sampai di tanganku. Nanti kalau udah sampai bakal aku koar-koar deh.

Buku kedua adalah buku berjudul Letters to Habibie, di buku itu komik Si Amed bakal nongol sebanyak 6 lembar. Menyenangkan sekali, bisa dibilang project ini adalah debut Si Amed di buku cetak. Komik ini aku selesaikan dalam satu minggu tanpa hambatan yang berarti. Pokoknya sudah selesai dan udah nakring di email mas editor.

Fakta kedua adalah kelanjutan nasib komik religi yang aku kerjakan dua tahun lalu. Setelah nggantung beberapa bulan, minggu kemarin aku dikabari kalau naskah tersebut berpindah penerbit. Yah, syukur deh kalau masih ada lanjutannya. Mau tidak mau aku harus bisa menumbuhkan good mood untuk project tersebut. Mulai kapan project ini dikerjakan lagi? Entahlah. Doain saja tahun ini bisa kelar.

Aku lebih suka menyelesaikan pekerjaan daripada memulai pekerjaan. Dan pekerjaan ini sepertinya sempat menyita banyak di otakku.

Ngobrolin soal otak, Jeki bilang keluarnya darah dari hidung dipicu pendarahan yang berlebihan di bagian otak. Kira-kira seperti itu ucapannya tadi saat perjalanan pulang dari wedangan paska peristiwa mimisan. Entah benar atau tidak, namun yang pasti aku memikirkan banyak hak akhir-akhir ini.

Dari berbagai hal yang bersliweran di kepala akhirnya tersimpulkan satu kenyataan kecil namun sangat menakutkan. Kenyataan kecil itu berbunyi ' Aku sedang tidak bahagia dengan kehidupanku saat ini'.

Beberapa kali aku bercerita di blog, sumber kehidupan yang kujalani saat ini adalah dari sisa daya hidupku beberapa tahun silam.

Beneran hanya energi sisa-sisa. Tak terhitung malam dan siang yang terbuang percuma tergilas oleh waktu gara-gara aku kelelahan secara batin.

Hal yang membuatku bertahan hingga hari ini hanya sifat keras kepalaku untuk mengalahkan kelemahanku. Namun aku sangat paham sekali, saat ini adalah saat yang cukup kritis. Manusia tanpa daya hidup itu tak ubahnya seperti batu yang teronggok di pinggir jalan.

Bukan hal yang aneh kalau insiden mimisan malam ini terjadi. Kelelahan fisik dan batin sudah pasti menjadi biang keroknya. Bahkan sebelum ini aku sempat berpikir lebih buruk daripada sekedar mimisan.

Postingan ini aku sambung lagi setelah waktu sahur. Mimisan tadi malam masih berlanjut sesaat sebelum aku istirahat. Bahkan aku sengaja menundukkan kepala untuk mengeluarkan sisa darah dari hidungku. Beberapa masih mengalir. Hingga akhirnya kurasa cukup kering dan kulanjutkan dengan istirahat.

Apakah balada darah mengucur dari hidung ini akan terus berlanjut? Aku harap tidak. Aku benar-benar tidak berharap elegi mimisan ini terulang lagi. Apakah aku belajar sesuatu dari insiden ini? Sangat banyak. Namun tidak perlu aku tulis di sini.

Satu hal yang bisa aku katakan kepada kalian, aku akan mencoba berbahagia sembari mengelola aktivitasku dengan benar.

Mujix
Pertama kalinya buka puasa
tidak semenyenangkan biasanya.
Menu tempe orek dan kerang
itu terlalu pedas di lidah dan di dompet. Sepertinya aku harus mencari tempat tongkrongan lain yang lebih manusiawi. Oh iya, aku udah cerita kalau ngebakar gorengannya pakai kompor gas? Kacau deh pokoknya.
Kerten, 11 Juni 2016