megamendungkelabu

Jumat, 04 November 2016

Tangan Kanan.

Aku mengetik tulisan ini dengan tangan kanan, itu adalah sebuah kenyataan yang paling dekat di kehidupanku detik ini. Selain mengetik terkadang aku menyambar gelas berisi teh untuk mengobati rasa haus, dengan tangan kanan, tentu saja.

Menggambar komik.
Mengendarai motor (pinjaman).
Menuntun Gantar menuju ke warung untuk membeli entah apa. Dan aku masih bisa menyebutkan ratusan aktivitas lain yang harus menggunakan tangan kanan.

Namun untuk dua menit sebelumnya aku terpaku memandang tangan kanan orang lain. Orang yang tidak sengaja aku temui di wedangan di depan Gramedia Solo.

Beberapa hari ini hidupku sangat menyebalkan. Semua sebab sudah aku hapal di luar kepala. Kasih ujian dadakanpun aku berani. Beberapa permasalahan pekerjaan, perasaan dan kondisi tubuh yang kurang bugar akhirnya berhasil 'mengalahkan' aku. Dengan telak!

Dan seperti manusia pada umumnya, akhir-akhir ini aku selalu bermuka masam seperti Squitward dan selalu mengeluh seperti Smurf Gerutu.

Semuanya tampak begitu buruk. Aku malas menggambar. Aku malas melakukan apapun. Hanya diam di sofa dengan terus mengguman dengan kepala yang terus berpikir keras entah tentang apa.

Hati nuraniku masih sedikit 'waras', berkali-kali ia berteriak 'Sudahlah! Kamu hanya kelelahan!'. Seperti orang gila aku menanggapi teriakan itu dengan ucapan 'lalu apa yang harus kulakukan!!??'.

'Apa kek! Ganti suasana gituh. Ke Gramedia nyari obralan komik bagus!'

Aku tercenung. Sepertinya ide yang bagus. Begitulah. Setidaknya kalian sudah tahu alasan mengapa detik ini aku berada di sini. Di wedangan ini dan terus memperhatikan tangan kanan bapak paruh baya itu dengan tatapan nanar.

Ujung tangan kanan tersebut aku pandangi dengan seksama. Sekilas terlihat seperti buah sawo bulat berwarna coklat. Kalau mau sedikit 'berlebihan', benda itu sebenarnya lebih mirip 'Penis' yang belum disunat.

Namun sayang, benda itu bukanlah buah sawo ataupun penis yang belum disunat.

Benda itu adalah 'sikut' seseorang yang telah kehilangan tangannya.

Ketika aku malas menggambar dan terus berkeluh kesah mengenai hidupku yang memuakkan ini, akhirnya Tuhan mempertemukanku dengan orang tua paruh baya yang (maaf) buntung tangan kanannya. It's the dramatic scene of the day.

Hatiku bergejolak. Biasanya ketika bertemu dengan seseorang yang 'spesial' atau 'berkebutuhan khusus', aku selalu memalingkan muka. Alasannya sederhana, rasa iba yang berada di dalam dada.

Namun tidak untuk saat ini. Aku mengacuhkan rasa iba tersebut. Aku memandangi benda itu dengan akal sehat. Mengukirnya dengan tajam di dalam ingatan, bahwa ada seseorang di luar sana yang terus berusaha untuk terus hidup tanpa tangan kanan.

Iya. Tangan kanan seperti punyaku yang beberapa hari lalu tidak aku gunakan untuk menggambar. Dan seperti itulah Tuhan menjawab permasalahan hamba-Nya yang galau dan berambut kribo.

Mujix
Bentar lagi ganti tahun. Beberapa target kacau balau. Beberapa target terpenuhi tanpa disangka. Namun sayang jodoh masih entah berada dimana. Biarlah tidak apa-apa.
Sriwedari, 3 November 2016