Kuda, Kusir, dan Jalan Raya.
Sore ini aku melihat kuda. Ada dua kuda, tepatnya. Dan dua kuda
itu tengah ketakutan di tengah jalan raya. Kuda itu adalah bagian dari sebuah
delman yang mencoba menyebrang dari Pasar Kartosuro. Aku entah mengapa
tiba-tiba tertarik memperhatikan gelagat dua kuda tersebut.
Suara ringkikan dan
pergerakan penuh ragu-ragu terpancar dari kedua kuda tersebut sore itu. Aku
melihatnya seperti itu. Aku kasihan. Kenapa harus selalu seperti itu? Harusnya
kuda berada di habitat aslinya. Menjalani kehidupan per-kuda-annya dengan
bahagia. Bukan terjebak di jalan raya dengan semua ketidaktahuannya.
Dua kuda
itu benar-benar ketakutan. Untuk itulah dunia ini menciptakan profesi bernama ‘kusir’.
Seperti dilagu-lagu anak itu, Pak Kusir duduk di muka. ‘Muka’ di lagu tersebut
bukan berarti ‘wajah’ lho ya, muka di lagu tersebut maksudnya ‘depan’, ‘di
depan’ sebagai orang nomer satu yang mengendalikan roda paling pen ting dari
benda bernama delman, yaitu kuda. Dua kuda yang
hingga detik itu masih saja ketakutan.
Tali kekang itu ditariknya dengan perlahan. Sesekali Pak
Kusir menahan dan sesekali melepas kekangannya mengikuti arus lalu lintas yang
sangat gila-gilaan. Masih teringat dengan jelas muka seorang ibu-ibu yang nggrundel saat melihat para kuda itu
menghalangi laju binalnya motor matic yang ia kendarai.
Dengan sekali sentakan, para kuda tersebut berhasil
menyebrang jalan! Didalam hati aku ikut bersorak. Aku melihat sebuah momen yang
sangat dramatis sore ini. Aku melihat ada dua kuda yang mencoba mengatasi rasa
takut! Aku melihat sebuah hubungan yang saling melengkapi antara kuda dan pak
kusir. Sore ini aku melihat kuda. Ada dua kuda, tepatnya. Dan dua kuda itu
memberi pelajaran kepadaku mengenai keberanian dan kepercayaan.
Mujix
Tanganku agak sedikit sakit
karena tertusuk sesuatu! Asem!
Kartosuro, 08 Mei 2017
<< Beranda