megamendungkelabu

Senin, 08 Mei 2017

Kuda, Kusir, dan Jalan Raya.

Sore ini aku melihat kuda. Ada dua kuda, tepatnya. Dan dua kuda itu tengah ketakutan di tengah jalan raya. Kuda itu adalah bagian dari sebuah delman yang mencoba menyebrang dari Pasar Kartosuro. Aku entah mengapa tiba-tiba tertarik memperhatikan gelagat dua kuda tersebut. 

Suara ringkikan dan pergerakan penuh ragu-ragu terpancar dari kedua kuda tersebut sore itu. Aku melihatnya seperti itu. Aku kasihan. Kenapa harus selalu seperti itu? Harusnya kuda berada di habitat aslinya. Menjalani kehidupan per-kuda-annya dengan bahagia. Bukan terjebak di jalan raya dengan semua ketidaktahuannya. 

Dua kuda itu benar-benar ketakutan. Untuk itulah dunia ini menciptakan profesi bernama ‘kusir’. Seperti dilagu-lagu anak itu, Pak Kusir duduk di muka. ‘Muka’ di lagu tersebut bukan berarti ‘wajah’ lho ya, muka di lagu tersebut maksudnya ‘depan’, ‘di depan’ sebagai orang nomer satu yang mengendalikan roda paling pen ting dari benda bernama delman, yaitu kuda. Dua kuda yang  hingga detik itu masih saja ketakutan.

Tali kekang itu ditariknya dengan perlahan. Sesekali Pak Kusir menahan dan sesekali melepas kekangannya mengikuti arus lalu lintas yang sangat gila-gilaan. Masih teringat dengan jelas  muka seorang ibu-ibu yang  nggrundel saat melihat para kuda itu menghalangi laju binalnya motor matic yang ia kendarai.

Dengan sekali sentakan, para kuda tersebut berhasil menyebrang jalan! Didalam hati aku ikut bersorak. Aku melihat sebuah momen yang sangat dramatis sore ini. Aku melihat ada dua kuda yang mencoba mengatasi rasa takut! Aku melihat sebuah hubungan yang saling melengkapi antara kuda dan pak kusir. Sore ini aku melihat kuda. Ada dua kuda, tepatnya. Dan dua kuda itu memberi pelajaran kepadaku mengenai keberanian dan kepercayaan.

Mujix
Tanganku agak sedikit sakit
karena tertusuk sesuatu! Asem!
Kartosuro, 08 Mei 2017