Tersesat
Sudah satu minggu lebih. Dan keadaanku belum begitu banyak
berubah. Beberapa kali aku harus menghela napas sambil mengacak-acak rambutku
yang makin panjang. ‘Berat sekali’, begitu pikirku. Situasi yang harus aku ubah
saat ini sangat berat sekali untuk dikalahkan.
Keadaan ruang kerjaku pagi ini cukup kotor dan berantakan.
Debu dan tumpukan tanah sisa rumah rayap masih berserakan dimana-mana. Jika mengubah
situasi yang berat memang sulit, mungkin lebih baik aku membersihkan ruang kerja
yang kotor ini agar lebih nyaman dipandang dan ditinggali, atau setidaknya
untuk dipakai buat bekerja.
Begitulah. Aku segera bergegas mencari sapu dan pengki.
Sapu bisa aku temukan dengan mudah di samping kulkas,
biasanya tergantung bersama payung berwarna putih. Payung legendaris dimana
pernah menjadi tempat tinggal binatang Lipan yang segede Gaban. Ah, jadi ingat
situasi horror saat aku membunuh Lipan tersebut dengan sepatu sebelah ber-merk Converse.
Nah untuk pengki, aku agaknya sedikit kesulitan mencari
benda tersebut. Hilir mudik, kesana kemari, dan pengki itu masih ngumpet
dimana. Aku tidak menyangka mencari pengki bisa serumit ini. Ternyata bukan
hanya mencari ‘tujuan hidup’ saja yang bisa bikin gila. Pengki juga bisa
membuat kepalaku edan separuh. Ini
nyariin pengki atau berburu jodoh!?
Ah. Tidak ada gunanya mondar-mandir. Aku berhenti di depan
pintu. Diam sambil menenangkan diri. Mata dan otakku akhirnya ‘berdamai’
sejenak untuk memfokuskan mencari benda bernama pengki. Aku harus sedikit kalem.
agar bisa memperhatikan dan melihat semuanya lebih pelan.
Dan benar saja. Pengki itu makbedunduk nongol begitu saja. Bukan hanya satu!! Ada dua
pengki!!! Satu yang berwarna hijau
berada di teras rumah. Dan pengki satunya tergeletak dengan pasrah di samping
pintu dekat jendela. Dua-duanya tidak terlihat gara-gara aku yang sedang
tersesat di pikiranku sendiri.
Entah siapa yang salah. Umpatan demi umpatan keluar dari
mulutku sembari mengambil pengki di teras rumah. Enggak Pengki, Enggak Tujuan
Hidup, Enggak Jodoh, kenapa hobi banget nge-buat orang tersesat sih!!??
Aku sedang tersesat. Nyasar. Lost. Keblasuk.
Tersesat! Ketika aku mengetik kata ‘Tersesat’ di Google,
yang muncul adalah tersesat lagunya Rhoma Irama. Ini apaan lagi!? Padahal aku
berharap yang muncul adalah definisi kata ‘tersesat’ berdasarkan Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Kan ‘keren’ tuh bila catatan ini ada istilah rumit beserta
artinya dari sumber yang terpercaya. Sekarangkan sedang musim orang-orang kalo
ngomong pake istilah rumit dan sulit. Biar kelihatan berpendidikan dan memiliki
status sosial yang tinggi. Terus nyalon deh jadi Gubernur atau wakil rakyat.
Namun aku sedikit ragu, Gubernur atau wakil rakyat jenis apa yang akan tercipta
jika berangkat dari kepalsuan demi citra diri sendiri?
Namun ya sudahlah, Bang Rhoma Irama juga keren kok. Asal gak
nongol di acara debat politik aja. Bukan apa-apa. Aku mengagumi beliau sebagai
Musisi dangdut yang legendaris. Kalau sebagai seorang politikus, ah... Ya
sudahlah.
“Manusia, banyak
manusia tersesat
Banyak yang tersesat
Tak tahu apakah tujuan
hidupnya
Di dalam dunia”.
Begitulah. Hidupku kali ini terwakili oleh penggal pertama
lagu tersesat karya Bang Rhoma Irama.
Beneran. Aku bingung harus pergi
kemana. Sebelum melanjutkan ceritanya, aku ingin bertanya kepada kalian. Kapan
pertama kali kalian tersesat dan tidak tahu arah pulang?
Waktu kecil aku pernah tersesat di sebuah kampung di Kota
Bogor. Saat itu aku masih sekolah kelas 4 SD. Masih kecil, keriting, dan imut.
Sekarang masih keriting juga sih, kribo malah. Kalo imutnya udah enggak.
Kayaknya ke-imut-anku udah ilang gara-gara dibarter sama ‘kejamnya kenyataan
hidup’. Nah, saat pertema kali liburan ke Bogor, aku hobi banget nge-layap
kemana-mana.
Nge-layap paling awesome adalah ke Mall Jambu Dua buat beli
komik Dragon Ball pake duit hasil nyolong punya orang tua. Agh. Masa kecil yang
tengil.
Ngelayap itu emacam menemukan dunia baru untuk dijelajahi.
Gang demi gang aku masuki, beberapa sangat sempit dan membentuk labirin yang
membangkitkan berbagai imajinasi. Jalanan beton berwarna kusam yang menurun tak
kuasa menahan gejolakku untuk mengenal tempat dan lingkungan baru. Sangat
menyenangkan. Hingga akhirnya aku merasa cukup dan segera menyudahi
petualangan.
Aku berbalik dan berjalan menuju arah pulang. Beberapa menit
berlalu. Rumahku tidak kunjung ketemu. Aneh. Aku kembali berjalan mengulang
rute sebelumnya. Tidak menemukan jalan keluar. Aku bingung. Gang yang aku
lewati itu harusnya berakhir di sebuah jalan besar, di mana semestinya ada
kontrakan rumah orang tua dipinggirnya.
Namun entah mengapa, berkali-kali aku coba gang itu selalu
berakhir di sebuah pemakaman besar yang penuh nisan dan Pohon Kamboja.
Ini gimana!?? Aku mulai panik dan mondar-mandir dengan wajah
sedih hampir menangis di gang yang sama. Seorang ibu-ibu paruh baya sepertinya
kasihan melihatku bersedih. Dan dia bertanya kepadaku dengan bahasa Sunda
mengenai apa yang terjadi. Saat itu aku berharap sudah membawa smartphone agar bisa membuka Google Translate, karena bahasa Sunda
bagiku saat itu adalah bahasa asing yang belum bisa aku pahami.
Dan berbekal bahasa Jawa
ngoko dan bahasa Indonesia seadanya aku bertanya dan menjelaskan
permasalahanku saat itu kepada orang-orang disana. Salah satu dari gerombolan
ibu-ibu ternyata mengetahui siapa jati diriku sebenarnya. Akhirnya aku
dipertemukan lagi dengan rumahku yang di Bogor. Dari peristiwa itu aku belajar
satu hal. Jika aku tersesat, cara termudah untuk menemukan jalan adalah
bertanya.
Ya. Bertanya.
Bertanya bagi sebagian banyak orang adalah suatu aktivitas
yang sulit. Coba ingat-ingat lagi saat sekolah atau kuliah. Pasti ada adegan
semacam ini di kehidupan kalian.
“Nah, Anak-anak sekian kuliah hari ini. Ada yang kurang
jelas dan ingin ditanyakan?”
Langsung satu kelas kompak pasang muka bengong dan sok sibuk
sambil menghindari tatapan pengajar. .
Aku yakin tuh enggak ada yang masuk di otak tuh ilmu. Kalo kata bang Raditya Dika, Mereka bakal
pasang aksi ‘Pura-Pura Mati’. Kalo kataku sih mending ‘Pura-pura Mati’ daripada
‘Pura-pura Mencintai’.
Sepertinya memang benar kata pepatah ‘Malu bertanya sesat
dijalan’. Walau sekarang pepatah itu sedikit terbantahkan oleh kehadiran Mas
‘Google Map’ dan Mbak ‘Google Streetview’. Iya sedikit doang. Untuk urusan
nyari orang mah yang paling enak nanya sama orang. Bukan sama ‘benda’ buatan
orang. Gituh, jaman emang udah canggih coy! Tapi bukan berarti jaman harus
kehilangan sisi kemanusiaannya. Elu mau nikah sama gadget!? Enggak kan!? makanye dengerin lanjutan cerita aye.
Belum lama ini aku juga pernah tersesat. Belum lama berarti masa dimana aku sudah
dewasa dan memegang smartphone agar
bisa membuka Google Translate.
Nah saat itu aku ingin pergi ke rumah Mas Fatur di daerah
Tipes. Buat yang belum tahu, Mas Fatur adalah seniorku saat indekost di Jebres
saat kuliah dulu. Beberapa kali beliau membantu masa-masa sulitku dengan
meminjamkan komputernya untuk mengerjakan tugas kampus. Kali ini aku ingin
pergi ke rumahnya sekalian silaturohmi dan membawakan buku pesanan istrinya,
Mbak Dian. Langsung deh aku pergi meluncur ke rumahnya menggunakan sepeda
motor.
Sebenarnya lokasi rumah beliau cukup gampang untuk dicari.
Namun karena ada perubahan alur jalan di beberapa titik di kota Solo, maka
sukseslah aku harus muter ke sana kemari agar bisa berkendara namun tidak
melanggar peraturan, secara saat itu aku belum memiliki SIM. Dan begitulah, adegan
hilir mudik, kesana kemari, seperti pencarian pengki itu terulang lagi.
Namun bedanya aku tidak mengamalkan sikap ‘tenang’ dan
‘fokus’. Semuanya serba terburu-buru dan ceroboh. Masuk gang! Keluar Gang!
Masuk Jalan kecil! Ketemu jalan buntu! Muter lagi! Dan eng-ing-eng, aku bertemu
dengan monumen Bung Karno di perbatasan Solo Baru. Karena sifat ceroboh dan
rasa percaya diri yang terlalu tinggi aku nyasar di tempat yang bukan aku tuju.
Padahal Solo Baru dan Tipes itu jaraknya sangat jauh. Hal itu disebabkan oleh
egoku yang terlalu besar untuk tidak bertanya dan terlalu mempercayai intuisi.
Ya, Intuisi. Sebenarnya tidak ada salahnya mempercayai
intuisi. Kecuali intuisi yang kamu percayai sedang lemah dan berkarat.Emang
bisa intuisi itu lemah dan berkarat? Bisa banget! Sama seperti skill menggambar
dan mencintai, intuisi juga harus sering dilatih agar peka dalam membaca
pertanda dari semesta. Sama seperti skill menggambar dan mencintai.
Iya,
menggambar dan mencintai. Mencintai. Catet.
Kalo cuman tersesat sampai di Solo Baru mah keciiiil! Aku
sudah beberapa kali lewat sini. Selama lewat jalan utama aku pasti bakal sampai
lagi di Kota Solo. Segera saja aku putar balik dan memacu motorku dengan binal.
Aku yakin kalau perjalananku Bisa sampai ke ke rumah Mas Fatur dengan berbekal
ingatan sepanjang jalan yang pernah aku lewati.
Dan tentu saja setelah
berkendara beberapa saat aku akhirnya bisa bersua dengan beliau yang sekarang
sudah beranak tiga. Yang beranak bukan Mas Fatur. Tapi istrinya. Baca dengan
teliti dan dengan hati. Harus kalian perhatikan baik-baik, soalnya anak jaman
sekarang suka baca caption doang terus motong kalimat seenaknya. Gantian
diperkarakan di muka hukum, langsung bilang kalau tindakan itu ‘kriminalisasi’
atas hak kebebasan berekspresi umat
manusia.
Elu kira hidup cuman elu doang, tong!
Aku sedang tersesat. Aku sadar betul. Situasi yang harus aku
ubah saat ini sangat berat sekali untuk dikalahkan. Kebingungan yang sama
seperti saat aku gagal fokus mencari Pengki. Keputusasaan seperti saat aku
tersesat di Bogor, dan menunggu pertolongan seseorang. Dan sebenarnya masih ada
sedikit keyakinan untuk kembali ke tujuan yang benar, sama saat seperti aku
tersesat di Solo Baru.
Dari beberapa kejadian tersesat di masa lalu, sebenarnya
aku agak yakin mempunyai solusi untuk permasalahanku akhir-akhir ini.
Bertanya kepada seseorang atau pergi menuruti intuisi.
Namun beberapa minggu ini aku tidak melaksanakan dua solusi
tersebut.
Karena bertanya kepada seseorang itu membuatku tampak lemah.
Pergi menuruti intuisi yang tumpul adalah tindakan yang sia-sia.
Maka aku lebih
memilih untuk diam, berdiri dan berhenti sambil tenggelam dalam keraguan di
pikiranku sendiri. Maaf.
Mujix
Just reading and doing nothing.
Simo, 23 Februari 2017.