megamendungkelabu

Minggu, 21 Oktober 2018

Dua Pendekar

Dahulu kala. Era dimana dunia masih penuh angkara murka, tersebutlah seorang calon kesatria yang bergelar 'Pendekar Rambut Bergelombang'. Entah darimana gelar itu datang, tak ada yang tahu karena semua risalah tentang ia masih belum terkuak dengan benar.

Di pagi hari yang penuh kabut di sebuah pasar, tersiarlah sebuah kabar bahwa akan ada para pendekar sakti yang akan turun gunung. Konon para pendekar itu berada di sebuah padepokan bernama Ragasukma, sebuah tempat wingit nan penuh mistis yang hanya tertulis di lembaran lontar para mpu dan resi.

Terhembus berita bahwa mereka akan berkumpul di tanah lapang bukit yang menjulang bagai menara di arah barat tanah pasundan. Tanpa menunggu waktu berputar dengan pilu, Pendekar Rambut Bergelombang ini langsung memacu kudanya untuk segera bertolak ke sana.

Malam berganti rupa. Siang menapak bersama sang surya. Di tanah lapang, sekarang berubah menjadi hutan jati itu telah hadir berbagai macam sosok yang bersembunyi di sela-sela udara.

Para manusia berduyun-duyun berkumpul ke sebuah pohon besar dengan dahan yang menjalar ke segala arah. Saat daun mulai meranggas satu per satu, saat itulah para guru dari Padepokan Ragasukma turun satu ke bumi menunggang angin.

Hawa keberadaan para manusia yang tadinya tersamarkan oleh kabut kini tersibak dengan lembut. Dalam satu helaan napas, para manusia itu bergerombol membentuk barisan. Saling merapat dan saling mendekat. Pembeberan kitab suci Ragasukma versi 'khalayak ramai' siap dihempaskan dengan dipimpin oleh dua guru utama generasi pertama, yaitu 'Pendekar bermata empat' dan 'Pendekar hitam berambut ikal'.

Pendekar bermata empat terbang membelah langit dengan satu hentakan kaki. Ia mendarat tepat di depan banyak manusia dengan berkata bahwa setiap

Hari terakhir di usia 20an.

Aku bangun kesiangan. Jam 8.30 WIB. Mungkin karena kemarin kelelahan setelah seharian berada di Jakarta. Hal yang paling menyebalkan dari Jakarta adalah cuacanya yang panas. Kurasa hal tersebut yang membuat orang-orang berlomba memasang pendingin di berbagai sudut. Panasnya matahari ditambal dinginnya pendingin elektronik. Tubuh mau tidak mau akan memberontak.

Mungkin aku memang bangun terlalu siang. Namun setidaknya aku sudah sholat subuh. Setengah tidak sadar, tadi malam aku dibangunkan oleh mamak untuk mematikan kompor. Kompor yang tengah menanak nasi ketan. Tolong matikan kompor setelah lima menit. Beliau juga bilang, kalau sempat boleh jugalah merebus air panas. Kalau tidak sempat ya bolehlah tidur lagi.

Saat itu jam setengah empat pagi. Aku sedang berada di semesta 'diam termenung menunggu lima menit untuk mematikan kompor'. Di dalam lima menit yang sangat sepi itu tiba-tiba pikiranku mengumandangkan sebuah kalimat penuh harapan.

"Hidupmu gak buruk-buruk amat kok, Jix!".
Iya masih single, iya masih belum punya penghasilan tetap, masih tersendat dalam mengembangkan karir. Diri yang belum terlalu dewasa. Namun banyak hal baik (yang mungkin tidak aku suka) terjadi di usia 20an.

Single sementara untuk mencari pasangan yang terbaik. Ya percaya aja sih, udah ada takdirnya kok. Penghasilan yang besar namun harus direlakan untuk keluarga dan orang lain, juga sebuah perbuatan mulia. Cita-citaku juga tercapai, karyaku udah banyak, orang-orang mengenalku sesuai dengan apa yang aku inginkan. Belum lagi saat ini aku bisa berada di Bogor untuk menemani kedua orang tua dan berbakti kepada mereka berdua. Beneran gak buruk-buruk amat.

Permasalahan soal status 'Single, macetnya karir, dan pendewasaan' kurasa adalah pekerjaan rumahku di tahun tahun berikutnya di usia 30an. Suka tidak suka, masa itu akan datang, mulai besok. Walau terlihat naif dan munafik, aku berjanji sekali lagi, aku akan hidup penuh kesadaran dan belajar menjalani hari demi hari tanpa penyesalan. Amin

Mujix
No caption!
21 Oktober 2018

Rabu, 17 Oktober 2018

Jembatan.

Sore yang sangat suram. Di luar mendung. Pekerjaan ada yang lepas, udah diperkirakan sih. Namun ya tetep aja rasa kecewa ini menghampiri dan memelukku dengan sangat erat. Sebenarnya aku ingin berkata kasar. Ingin meluapkan. Namun apa daya, sikap 'gentle nan elegan ala lelaki sejati' ini menghalangi.

Situasi ini sangat tidak mengenakkan. Apalagi jika mengingat berbagai macam persoalan lain yang belum selesai. Rasanya ingin melarikan diri. Yah, sepertinya abis ini aku mau lari. Muterin komplek gitu ampe ngos-ngosan dan banyak berkeringat. Sambil mengutuk, mengecam, dan berkeluh kesah tentang kehidupanku sore ini yang suram. Hahaha.

Sudah ya, aku mau sholat Ashar. Trus lari. Mandi. Setelah itu mungkin mau bikin teh sambil baca-baca buku. Semoga saja mendapat pencerahan dan membuat hati menjadi lebih baik.

Mujix
Belum rezeki. Belum jodoh.
Dan hingga hari masih belajar menjadi diri sendiri yang awesome.
Bogor, 17 Oktober 2018.

Selasa, 16 Oktober 2018

Hujan Sore Ini

Sore ini hujan turun. Gemericiknya bersahut-sahutan dengan suara berisik televisi. Tidak ada bau tanah yang dikecup air basah. Tidak ada pula kenangan tentang kamu di masa lalu. Yang ada hanya sedikit rasa nyeri di tangan kanan. Datang tiba-tiba entah karena apa.

Suara guruh kadang terdengar sesekali. Padahal udara dingin belum sampai di ulu hati. Semuanya berteriak untuk menenggelamkan aku di lautan waktu. Aku yang sedang berhenti dan kehabisan energi. Sepertinya sang televisi sudah saatnya harus segera dimatikan.

Mujix
Istirahat bentar
Bogor, 16 Oktober 2018

Selasa, 09 Oktober 2018

Sherina Munaf

Saat aku kelas 2 SMP, Sherina Munaf menginspirasiku membuat karakter komik bernama 'Nicky'. Awalnya nge-fans saat ia main di film Petualangan Sherina. Ya, Si Nicky, mungkin adalah karakter komik wanita pertama yang aku buat.

Oh, jangan tanya kenapa namanya sangat 'english' sekali. Aku gak tahu kenapa. Mungkin karena saat itu tenar Westlife, dan ada anggotanya yang bernama Nicky, kok namanya keren gitu. Ya sudah aku embat. Nicky adalah tokoh 'heroine' dari serial komik 'Panca Semesta'.

Komik 'Panca Semesta' kalo diceritain mah bakal banyak banget. Komikku jaman dulu mah 'ngoyo woro' tapi gak kelar.  Yang ingin aku omongin ialah, intinya, Sherina Munaf adalah pernah menjadi 'role model' perempuan keren saat SD dan SMP, yang akhirnya semua inspirasi tersebut terwajahkan di tokoh komik bernama Nicky.

Waktu berlalu dan terus berjalan.

Sejak SMA hingga tahun kemarin, aku benar-benar 'lupa' dan tidak terlalu perduli lagi soal doi. Jangankan Sherina, tokoh Nicky aja enggak aku urus. Terlupa dan terus terlupa hingga akhirnya doi muncul lagi di film live action 'Wiro Sableng' sebagai Anggini. Apakah ini film kedua yang ia perankan setelah akting di 'Petualangan Sherina'?

Nonton di Bioskop. Satu setengah jam melihat Sherina. Ia yang dulu menyelamatkan Sadam, kini ia menyelamatkan Wiro Sableng. Dia udah besar. Dia masih tetap keren! Dan dia lagi-lagi masih memerankan tokoh yang tangguh. Semua kenangan tentang beliau menyeruak kembali. Seperti saat ia memainkan 'Sherina' di film pertamanya.

Di saat sepanjang film diputar, aku tersenyum penuh haru. Sial, aku ternyata masih nge-fans sama dia. Lalu aku buat fan art-nya deh. Eh direpost sama dia. Ah senangnya, trus tersimpan gitu di highlight IG-nya dia. Perasaanku telah tersampaikan.

She is so cute and very talented. Apalagi saat mendengarkan kembali lagi 'Lihat Lebih Dekat' versi Sherina saat dewasa. Definisiku dalam mengartikan 'bahagia' bertambah satu lagi.

Terus Si Nicky gimana? Mbuh!
Tak fokus nggarap Si Amed dulu aja!

Mujix
Gimana kalau cita-citanya ditambah satu lagi, yakni berfoto dengan Sherina Munaf? Atau mungkin terlibat suatu project dengan doi di masa depan? Ciaaaaa!
Bogor, 13 Oktober 2018

Sabtu, 06 Oktober 2018

Pencapaian Tetangga

Pencapaian orang-orang di sekitarku dari hari ke hari makin hebat.

Ada yang juara dan menang kompetisi.
Ada yang baru saja menikah.
Ada yang punya momongan.
Ada yang mulai membangun rumah.
Ada yang launching buku baru.
Ada yang happy karena punya pacar.
Ada yang liburan ke luar negeri.
Ada yang share berita politik penuh kebencian tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Ada yang jatuh hati padaku tapi tak mau bilang.

Ada yang bla... bla... bla...
lanjutkan dengan berbagai pencapaian orang lain yang berhasil membuatmu iri.

Sementara saat mereka bergelimang berbagai pencapaian, aku sore ini masih di depan meja gambar dengan perasaan hampa karena bingung mau ngapain. Yang akhirnya sepanjang sore aku tidak ngapa-ngapain. Kalau kata Pooh di film Christhoper Robin, Just doing nothing.

Pekerjaan yang kemarin udah kelar.
Pekerjaan yang baru udah datang tapi malas ngerjain. Belum lagi perasaan iri dengki di hati ini yang perlahan tapi pasti mulai menguasai. Aku berharap ada keajaiban terjadi.

Ah, katanya 'just doing nothing', kok masih mikirin yang enggak-enggak!?

Lalu di saat kritis tersebut, tiba-tiba datanglah pesan singkat di WA dari Mas Dody YW.

Buat yang belum kenal, Mas Dody YW adalah komikus idola, admin dan kreator dari FP dan IG 'Goresan Dody' yang saat ini juga menjadi ketua di Ikatan Komikus Solo (IKILO).

Btw Mas Dody masih single, lho! Ladies tunjukkan pesonamu! Teroreeerooot! *backsound Take Me Out Indonesia.

Beliau mendadak mengirimkan foto melalui chat WA. Foto lukisan kaca yang membuat dahiku berkenyit heran. Aku membalas chatnya.

Aku: "Hah!?"

Aku: "Sepertinya aku familiar dengan karya ini."

Aku: "Ini apaan, Mas?

Beliau tidak menjawab pertanyaanku. Beliau malah mengirim lagi foto suasana ruangan dengan berbagai lukisan kaca yang terhias cantik.

Aku: "Hah!?

Aku: "Apa-apaan itu!?"

Aku: "Kenapa isinya gambarku semua!?"

Ya benar. Gambar yang berada di lukisan kaca itu sepertinya memang gambarku. Cuman kayaknya ada yang aneh, kok gambarnya agak 'canggung' gitu!? Kayak Laila.
Laila siapa!?
Laila Canggung... Laila Canggung...

Beberapa puluh detik kemudian datang  lagi pesan singkat dari Mas Dody.

Dody Yw: "Lukis kaca karya cah2 sekolahan selatan Grand Mall. Sekolah ********** (Nama sekolah sengaja disamarkan). Ketoke njaplak gambarmyu coloring Nusantara kae."

Dheg. Dadaku berdesir pelan. Aku tertawa karena mengetahui informasi yang membuka misteri lukisan kaca tersebut.

Aku: "Hahaha!"
New Achievment unlocked!

Baru kali ini karyaku 'dibajak' dan dipajang di suatu tempat yang tidak terduga. Mas Dody menemukan lukisan itu saat beliau dan teman-teman IKILO mengadakan workshop komik di suatu sekolah di kota Solo.

Andaikata aku ikutan workshop dan mengetahui lukisan itu secara langsung, mungkin aku bakal pingsan sangking senangnya.

Dody Yw: "Berarti karyamu bermanfa'at."

Alhamdulillah. Puji syukur. Bukankah memiliki 'karya yang bermanfaat bagi orang lain' adalah idaman setiap kreator?

Aku: "Karyaku ternyata sudah naik level."

Benar. Naik level. Sudah dijadikan referensi untuk lukis kaca. Dijadikan bahan pembelajaran oleh anak-anak sekolah menengah pertama.

Pikiranku langsung terbayang sebuah adegan, di mana ada seorang guru kesenian yang memegang karyaku di depan kelas, saat proses belajar mengajar bersama murid-muridnya.

Sang Pak Guru menunjukkan buku kumpulan illustrasi (yang aku buat) tersebut ke anak didiknya dengan antusias.

Ia mungkin bilang kalau bukuku bagus.
Ia mungkin bilang bukuku layak dijadikan referensi.

Ia mungkin bilang, jika kreatornya tahu soal peristiwa ini, dia (aku sang kreator buku tersebut. Penulis catatan ini) pasti akan 'menyombongkan diri' melalui postingan untuk panjat sosial dan pencitraan di facebook. Dan inilah postingan itu!

Bergidik ngeri juga saat membayangkan para krucil-krucil SMP itu 'memindai' gambarku ke kaca dengan perasaan riang. 

Mungkin ada juga anak yang memggambar dengan perasaan sebel karena ia lebih suka pelajaran Matematika daripada pelajaran Seni Rupa. Tapi enggak papa, kok. Dulu aku juga sebel waktu pelajaran Matimatika dan lebih suka pelajaran Seni Rupa.

Apalagi jika ada satu atau dua anak yang terinspirasi. Bisa saja salah satu dari mereka akan jadi seniman hebat di masa depan!? Uoaah!!!

Ya Tuhan, lindungilah hambamu ini dari impian yang terlalu besar hingga melupakan perihnya kerja keras!

Haah. Bentar. Ambil napas bentar. Tolong jangan salahkan imajinasi liarku. Soalnya aku juga tidak tahu kronologi cerita yang sebenarnya. Hoax, dong? Mungkin. Tapi aku lebih suka menyebut semua imajinasi liar tersebut dengan kalimat 'cerita fiksi'.

Lalu datang lagi pesan singkat yang membuatku makin besar kepala.

Dody Yw: "Panutan generasi milenial"

Amin! Tak amini, Mas Dody. Kalau aku 'sangkal' ucapanmu hanya untuk sekedar merendahkan diri (demi meninggikan mutu), takutnya nanti tidak berkah. Amin! Tak amini, Mas Dody.

Aku sadar, jika kabar tersebut ternyata membuatku bahagia. Sedikit membuatku besar kepala. Kurasa perasaan  'bahagia' dan 'besar kepala' itu sudah cukup untuk menghalau rasa iri yang saat ini jadi 'sahabat' akrabku.

Hanya 'Menghalau'?
Bukan 'menghilangkan'?
Wahai para sahabatku yang suka makai hape saat dicharger, manusia tidak akan pernah bisa MENGHILANGKAN rasa iri.

Hanya orang-orang suci dan terpilih yang bisa menghilangkan rasa iri. Karena rasa iri adalah fitrah manusia. Seperti rasa senang, sedih, marah, etc.

Setiap kali melihat foto ini, aku merasa terberkati.
Ohh, jadi gitu ya.
Oke! Oke, Tuhan!

Pencapaian orang-orang di sekitarku dari hari ke hari makin hebat. Aku paham itu.
*sambil menghela napas panjang.

Ada yang juara dan menang kompetisi.
Ada yang baru saja menikah.
Ada yang punya momongan.
Ada yang mulai membangun rumah.
Ada yang launching buku baru.
Ada yang happy karena punya pacar.
Ada yang liburan ke luar negeri.
Ada yang share berita politik penuh kebencian tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Ada yang jatuh hati padaku tapi tak mau bilang.

Ada yang karyanya dijadikan referensi lukis kaca di suatu SMP di Kota Solo.
*Yeaaaaahhhh, that's me!!

Ada yang bla... bla... bla...
Nah ini yang menurutku penting!
Lanjutkan/Ganti kalimat 'bla... bla... bla...' dengan berbagai pencapaian yang membuatmu bangga.
*Oh iya, Jika berkenan, tulis pencapaianmu di kolom komentar postingan ini! Biarkan aku tahu kehebatan kalian!

Pencapaian apapun! Yang bombastis boleh, yang sederhana juga boleh.

Tancapkan rasa 'suka cita' saat kamu berhasil meraih pencapaian itu. Camkan baik-baik! Ingat sensasinya, karena 'rasa bahagia' itu akan menyelamatkanmu saat situasi sulit datang. Trust me!

Mungkin memang benar pepatah yang mengatakan 'rumput tetangga selalu tampak lebih hijau'.

Namun, daripada memusingkan rumput tetangga, kenapa tidak memperhatikan rumput milikmu sendiri!? Aku yakin setiap orang memiliki 'pencapaiannya' masing-masing.

Dan, hei, tidak harus rumput, Mas Bro, Mbak Sist!?

Mungkin yang kalian punya bunga. Mungkin pohon mangga.
Mungkin karakter komik.
Mungkin situs jual beli on line.
Atau mungkin malah peternakan ayam kampung, yang tentu saja tidak berwarna hijau!

Hidup itu luwes tak se-kaku pilihan calon presiden yang kalian dewakan.

Semesta tahu bagaimana menghibur hambanya. Semesta tahu bagaimana membuat hambanya bersemangat dan hidup kembali.

Makasih Mas Dody atas kiriman fotonya.
Gambar yang berada di foto dicontohkan dari karyaku berjudul 'Coloring Book For Adult: Nusantara Series' terbitan Metagraf, Solo. Disunting dengan cakep oleh sang editor unyu, Casofa Fachmy.

Buat yang tertarik ingin memiliki, silahkan hubungi penerbitnya langsung.

Oalah, nulis ndakik-ndakik jebul mung ameh promo, tho?! Ngayeli koe, dab!!!

Mujix
Sesosok komikus yang sedang menuju Pulau Raftell.
Bogor, 6 Oktober 2018