Entah sejak kapan aku mulai bisa memaklumi sebuah perubahan. Hal ini makin kuat aku rasakan saat berjalan sendirian menuju lapangan untuk sholat Idul Fitri. Untuk pertama kalinya, aku berangkat ke lokasi sholat seorang diri. Apakah itu sesuatu yang spesial? Tidak terlalu, namun patut untuk dijadikan refleksi diri. Di sepanjang ingatanku, ritual pergi ke lapangan untuk sholat Ied selalu ada teman, yakni kedua saudaraku, mas dan adik. Bapakku penganut Islam kejawen abangan (jangan tanya detailnya, soalnya aku juga tak terlalu paham) yang beribadah dengan caranya sendiri, otomatis tak ikut gabung rombongan kami. Ibukku juga hampir sama, bedanya lebih rajin sholat dan beribadah. Hanya saja beliau juga tak pernah ikut sholat Ied. Alasannya sederhana, ibukku menyiapkan berbagai hal seperti camilan dan persiapan perayaan di rumah, otomatis tak ikut gabung rombongan kami. Tersisa kakakku dan adikku. Mereka selalu menjadi rekan menuju ke lapangan untuk sholat Ied. Hidup berjala...