Sejak aku memakai ponsel pintar, intensitas membaca buku berkurang. Asupan nutrisi pemikiranku hanya diisi berita politik, kegaduhan di sana-sini, dan artikel-artikel viral lainnya. Salah satu manfaat yang aku setujui saat membaca di ponsel pintar mungkin adalah kemampuan membacaku yang semakin cepat, walau terpotong-potong. Polanya sederhana, baca judul artikel, baca kalimat pertama, lalu acuhkan dan scrolling sampai kalimat terakhir di paragraf terakhir. Hal ini mengingatkanku dengan ujian Bahasa Indonesia saat bersekolah dulu tentang inti suatu paragraf. Sisanya, membaca artikel melalui gawai menurutku sangat melelahkan. Salah satu cara dalam mengembalikan 'kewarasan'-ku dalam berliterasi adalah membaca buku fisik. Membaca buku berwujud fisik sangat menyenangkan. Aku dapat berdialog secara 'imajiner' dengan para karakter yang berada di buku maupun dengan pengarangnya tanpa serangan gangguan. Gangguan apa? Ya semacam pemberitahuan dari berbagai aplikasi yang aku p...