Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Ponsel Pintar

Sejak aku memakai ponsel pintar, intensitas membaca buku berkurang. Asupan nutrisi pemikiranku hanya diisi berita politik, kegaduhan di sana-sini, dan artikel-artikel viral lainnya. Salah satu manfaat yang aku setujui saat membaca di ponsel pintar mungkin adalah kemampuan membacaku yang semakin cepat, walau terpotong-potong. Polanya sederhana, baca judul artikel, baca kalimat pertama, lalu acuhkan dan scrolling sampai kalimat terakhir di paragraf terakhir. Hal ini mengingatkanku dengan ujian Bahasa Indonesia saat bersekolah dulu tentang inti suatu paragraf. Sisanya, membaca artikel melalui gawai menurutku sangat melelahkan. Salah satu cara dalam mengembalikan 'kewarasan'-ku dalam berliterasi adalah membaca buku fisik. Membaca buku berwujud fisik sangat menyenangkan. Aku dapat berdialog secara 'imajiner' dengan para karakter yang berada di buku maupun dengan pengarangnya tanpa serangan gangguan. Gangguan apa? Ya semacam pemberitahuan dari berbagai aplikasi yang aku p...

Komik Hari Santri 2017

Sumpah. Aku hanya 'numpang' tenar saja saat potret ini diambil. Lha wong, plakat ajib ini katanya hanya ada dua, yaitu penyelenggara acara dan pemilik museum rekor. Jadi ceritanya kemarin aku dan teman-teman komikus mencoba membuat komik sepanjang 300 meter bertemakan (kayaknya sih) peran santri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Guru

"I don't inspire other by being perfect, I inspire them by how I deal with my imperfection." . . . Dulu waktu bersekolah di SMK, pria  rambut kribo berjaket ala Songoku itu berharap ada seorang guru yang datang dan mengajarinya ilmu berkomik. Namun apa daya, tiga tahun berlalu begitu saja. Guru berkomik yang ia dambakan tidak pernah datang menghampirinya. Aku tidak mengajari seseorang untuk menjadi sempurna, Aku selalu menceritakan mengenai bagaimana aku bernegosiasi dengan segala ketidaksempurnaanku dalam berkarya. Ya, karena setiap manusia sejatinya guru untuk dirinya sendiri. . . Foto diambil saat mengisi Workshop Komik di SMK N 9 Surakarta. Mujix Sedang membuat sketsa cover buat komik detektif yang kedua. Simo, 11 Oktober 2017

Latar Belakang Komik

Halaman 60 dari  Komik Proposal Untuk Presiden (sumber: Dokumen pribadi) Dulu aku malas menggambar latar belakang. Paling suka menggambar karakter yang lagi pose keren. Ngapain harus susah-susah menggambar pohon!? Ngapain berpusing ria menggambar sepeda atau kendaraan bermotor di jalan?  Ngapain bergalau ria menggambar rumah-rumah!? Ngapain!! Makanya komik-komikku dulu sangat 'hening' dan sepi. Lha wong isinya tokoh-tokoh yang semuannya PRIA dengan wajah close up dengan muka-muka sok cool. Bukan apa-apa, soalnya menggambar wanita dengan proporsi yang benar itu sulit! Karena menggambar 'buah dada' itu susahnya bukan main. Salah menempatkan 'buah dada' saat menggambar, wanita itu bisa saja dikira tokoh makhluk Wewe Gombel oleh pembaca. Namun setelah membaca buku Making Comic milik Scot McCloud,  aku tergila-gila mengeksplorasi komik dengan latar belakang. Beliau intinya bilang, perlakukan latar belakangmu  sebagaimana kamu memperlakukan k...