Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

Apa yang ditunggu?

Puasa di bulan Ramandhan tinggal hitungan jari. Lebaran beranjak sebentar lagi. Tak ada lagi kerepotan mengurus tiket untuk mudik. Semua orang di rumah sekarang, kecuali Simbah. Beliau telah berpulang beberapa pekan yang lalu. Jadi, ini adalah cerita hari-hari menjelang Lebaran dengan semua kebingunganku. Beberapa hari ini terbesit satu pertanyaan. Apa yang ditunggu? Sepanjang hari di waktu-waktu ini semuanya berjalan lurus begitu saja. Masa tak mau menunggu. Sudah 40 hari sejak saat itu. Suka atau tidak suka, usia manusia akan berakhir di ujung yang sama. Yaitu meninggal dunia. Namun bukan itu yang ingin diperbincangkan. Lebih ke esensi rasa menunggu yang akhir-akhir ini mulai kehilangan arti. Usia tak muda lagi. Banyak hal yang belum berubah. Masih di tempat yang sepertinya sama. Apa yang ditunggu? Jodoh yang tak kunjung bertemu? Kekayaan yang masih semu? Umur yang kian bertambah tanpa punya rasa malu? Atau kematian yang pasti datang cepat atau lambat menghampirimu? Sayup-sayup...

Umur 23

Malam itu aku berdiri di sebuah gerbang berwarna hijau kehitam-hitaman yang tersembunyi di rimbunnya pohon mangga. Dua orang perempuan yang menemaniku saat itu tersenyum penuh arti. Langit biru diselimuti bintang menghampar bagai permadani. Ia menaungi diriku yang agaknya sedang meyakini bahwa gerbang tersebut adalah pintu untuk pulang ke rumah. Kedua tanganku segera mendorong kenop gerbang aneh tersebut. "Krieeeeeetttt" suara gerbang mendecit memekakkan telinga. Ada seberkas cahaya terang terpapar dari isi ruangan dalam gerbang. Mataku sedikit menyipit menahan silaunya. Hidungku mencium aroma wangi nan menentramkan hati. Tak perlu menunggu daun mangga itu jatuh ke bumi untuk kesekian kali, aku bergegas memasuki ruangan mistis tersebut dengan segenap ketidaktahuanku akan apapun. Di depan bagian dalam pintu tersebut ternyata ada sebuah ruangan sempit dengan banyak anak tangga yang tersusun rapi menuju ke bawah. Aku memandangi ruangan itu dengan stakjub. Keren sekali ruanga...

Umur 30

Umur yang melelahkan. Umur yang memuakkan. Setengah tahun ini aku terus mendamprat usia yang berangka 30 ini, sebuah usia yang kujalani dengan sangat angin-anginan. Di usia ini semua titik stress menggumpal. Setiap hari aku berjuang untuk selalu menjaga kewarasan. Aku manghadapi usia 30 ini sambil terus bekerja (yang uangnya hampir semuanya dipakai untuk urusan orang lain. Itu menyesakkan), mencari cinta (yang sialnya orang tersebut berbeda keyakinan), dan mencari jati diri. Hingga suatu hari di titik terbawah, aku merasa muak. Aku merasa lelah. Baterai kebahagiaanku udah hampir habis. Perlu dicharger. Ah sial. Dan saat semua hal tersebut sudah mau meledak, aku akan menenggelamkan diri dalam pekerjaan, atau berpergian ke suatu tempat dengan sangat random, atau tidur dan bangun hingga siang. Namun, it's oke! Aku menerima semua hal tersebut dengan hati dongkol. Yah, walau hati dongkol, aku melalui hari-hariku dengan cukup bersemangat dan sikap bodo amat. Gak punya duit banyak! Bod...

Mbah Rembyung

"Allah, Mbah! Nyebut Gusti Allah, Mbah!!" Ucapku di siang itu sambil menahan batin yang terguncang melihat simbah menahan sakit. "Aduuuh hiyuuung!! Iki opo leeeh!!!" Simbahku mengerang sembari memegang perutnya. Matahari di luar bersinar terik. Ia menerobos kamar simbahku melalui genteng kaca. Suasana sangat mencekam. Aku, Mas Joko, Mamak dan tanteku berjubel di kamar tersebut untuk menenangkan Simbah yang terus berteriak kesakitan. Aku membatin dengan lirih, mungkin sebentar lagi 'hal tersebut' akan terjadi. Aku mendekatkan wajah ke telinga simbahku dan berkata perlahan. "Mbah, nyebut Allah Mbah!! Kan njenengan sholat terus ket ndisik! Mestine iso to!!?" Simbahku mengangguk pelan, hatiku semakin tercekat. Entah kenapa semua orang di kamar ini mengetahui jika simbahku tengah menjalani sebuah ritual suci yang pasti dialami setiap manusia. Ya, ritual suci nan sakral dan dramatis itu bernama kematian. Prosesi yang sering disebut dengan sakratul m...