Langsung ke konten utama

Imaginary talks with... #1



“Hey Man, apa yang harus aku lakukan?”  pertanyaan itu akhirnya terlontar dengan sangat tolol. Dia hanya diam, wajahnya panik.

“Anda mengundang saya kesini hanya untuk menjawab pertanyaan sesepele ini?!”  dia sepertinya tidak mempercayai tentang apa yang aku tanyakan.  Matanya menelanjangiku bagai pecundang.

“kamu hanya perlu menjawab apa yang aku tanyakan” tanganku memegang belakang baju panjangnya yang berwarna hitam. Tak akan kubiarkan dia pergi.

“Oh shit!!anda menghabiskan waktu saya, Buddy!!?”  dia memegangi kepalanya dengan penuh kejengkelan, menghela nafas panjang kemudian kembali duduk di depanku.

“Begini, Saya beruntung, pertanyaan tololmu itu sudah saya temukan jawabannya saat saya berusia sangat muda” sebuah pernyataan ketus itu menampar kesadaranku dengan sangat telak.  Aku diam, memandangnya dengan tajam. Dia melirihkan suaranya dan berkata bahwa di usianya yang sangat belia dia telah dihadapkan pada kenyataan yang berat.

“Oh iya? Apa yang kamu temukan, Hingga membuatmu menjadi orang hebat seperti sekarang?” aku berusaha memancingnya dengan pertanyaan sederhana.

“Sekedar anda tahu Buddy, orang tua angkat saya, Paul dan Clara Jobs mengajari untuk memprioritaskan tentang ‘apa yang harus aku lakukan’…..” dia merentangkan tangannya dengan senyum sinis.

So…?” tanyaku sambil menatap wajahnya yang menyebalkan, tipikal orang yang keras kepala dan ngotot.

“The only way to do great work is to love what you do...”   orang itu berkata dengan sangat yakin.
aku menelan ludah, kata-katanya sangat mengerikan dan terkesan amburadul.


“Lakukan apa yang anda cintai. Apapun. Yakinlah kalau yang anda lakukan akan menjadi pekerjaan yang hebat” dia memutar tangannya dan menepuk pundakku perlahan.


“Seperti kamu keluar dari Reed College di Portland, Oregon?! Dan kemudian melanjutkan kelas kaligrafi?!” kutatap tajam dia dengan penuh keyakinan, dia bergemin dan mengkerutkan matanya.


“Ya!! Tentu saja. Yakinlah kalau semua yang anda lakukan akan menjadi sesuatu yang hebat dan besar” aku tak bisa mengelak, dia telah membuktikan seberapa berpengaruh ‘kelas kaligrafi’ di pekerjaannya.


Hey Man!!! aku sudah melakukan apa yang ku suka, tapi tahu apa yang ku dapatkan?! Tak ada yang berubah?! Semua orang mencibirku!! ” Aku berteriak kesetanan, tak terkendali.


“Teruskan….” Dia berbicara tenang, bersedekap dengan tangan menyentuh jenggot pendek di pipinya.


“Kau tahu!! Didunia ini banyak orang brengsek yang segera menendangmu hanya gara-gara kau tidak sepaham dengan mereka!!”  aku meloncat dan meraih kerahnya dan berkata dengan penuh amarah.


 “Khikhikhikhii……”  dia menertawakanku, sama seperti orang-orang brengsek diluar sana

 “Terserah tentang apa yang kamu pikirkan tentang aku, Man.”  Aku mundur beberapa langkah mengatur nafas.

Hei Buddy, saya beri tahu satu hal. Jika saya tidak menghadiri kelas kaligrafi di perguruan tinggi itu, maka Mac tidak akan memiliki beragam huruf cetak ataupun huruf dengan spasi sejajar.” Dia tersenyum, sedikit lebih ramah dibandingkan 10 menit yang lalu.

“Saya dan Steve Wozniak, menjadi Nerd Computer atau apalah istilahnya hingga bertahun-tahun. Rekanku, ia merancang hardware, desain papan sirkuit, dan sistem operasi untuk Apple”

“Kalian menenggelamkan hidup kalian demi benda bernama ‘Apple’ sebegitu kerasnya. Apa kau tidak perduli denga orang-orang tolol di sekitarmu, Man? ” tanyaku dengan nada sedikit menyindir pria paruh baya bercelana jeans tersebut.

No… Saya sudah berprinsip sederhana, Jangan biarkan omongan orang 'meredam suara batin Anda sendiri” dia menunduk sejenak dan merapikan ikatan sepatu New Balance 991-nya yang mulai kusut.

“Apakah kamu masih berpikir seperti itu ketika kamu di ‘tendang’ dari Apple? Aku bahkan sekarang percaya kalau kau adalah orang yang pemarah dan mudah berubah pikiran” sepertinya ucapanku barusan membuatnya memikirkan jawaban yang tepat untuk menjatuhkan ucapanku.

“Hmmm… yah kurasa saya tidak terlalu memikirkannya. Bukankah gara-gara kejadian itu saya bisa membeli Pixar dan Mendirikan NeXT?! ” dia tertawa, kemudian menepuk dadanya dengan cukup keras.

“……………….. ” aku diam, dan berpikir membeli Pixar adalah sebuah  pencapaian yang sangat keren, dia benar-benar gila. Sepertinya permasalahanku di hadapannya hanya menjadi camilan makan siang di alam semesta yang luas ini.

“Dan sobat, apakah anda masih butuh jawaban tentang pertanyaan ‘apa yang harus aku lakukan’ tadi? ” tanyanya sambil tersenyum bijak. Dia berdiri tepat di depanku. Maju perlahan dan memegang pundakku.

“ingat, Milikilah keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi” dia menghilang, melebur bersama udara.

hey Buddy, Remember Stay Hungry. Stay Foolish.  Kemudian lenyap di telan semesta yang makin gelap. 

sumber gambar: http://www.quotationsdiary.com


Mujix
apa yang harus aku lakukan,
adalah apa yang aku inginkan.
Simo, 11 Januari 2013

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...