Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Mager

Bogor, beberapa minggu yang lalu. Aku dihadapkan di situasi yang sangat buruk saat menggambar. Psikis hamba kesepian! Sudah satu bulan psikis hamba berada di suatu tempat asing tanpa tersentuh stimulan obrolan kreatif yang bisa memantikkan rasa bahagia dalam berkarya. Sentuh hamba! Belai hamba! Uwuwuwuwuwu! Kemudian aku tersadar, keadaan yang bernama 'Mager Tingkat Dewa' ternyata sedang menghajarku tanpa ampun! Tanpa banyak basa basi, aku langsung membeli tiket kereta menuju Solo. Kebetulan 2 minggu lagi Ikatan Komikus Solo akan mengadakan pemilihan ketua baru. Sepertinya acara tersebut bakal menyenangkan. Hah!? Sebentar, sebentar. Mager Tingkat Dewa!? Apaan tuh!? *sambil memicingkan mata ala Jaja Miharja di Kuis Dangdut. Jadi gini, sepanjang berproses di dunia kreatif (baik itu komik dan yang lainnya), aku bertemu dengan masa-masa di mana tidak bisa berkarya karena 'entah apa'.  Dan ternyata, permasalahan yang sering kusebut 'entah apa' itu, eksis dialami ol...

Penderitaan

Azab karena membeli isi pensil mekanik murahan, menyebabkan seorang komikus berjuang keras menghapus pensil di sketsa komiknya. Tak hanya itu, saat penghapus karetnya habis, ia terpaksa memakai penghapus seadanya. Alih-alih membuat kertas menjadi makin bersih, penghapus tak bernama itu malah membuat kertas gambarnya makin kotor. Penderitaan komikus itu ditambah dengan banyaknya karakter yang harus digambar di tiap halaman. Jika biasanya hanya ada satu atau dua tokoh utama, untuk projek kali ini tokoh utamanya ada enam! Ada enam, saudara-saudara!! Tambah satu karakter lagi, mereka kalau dikumpulin bisa dipake buat manggil dewa naga Shen Lon. Belum lagi masalah pengurangan jatah halaman yang membuat alur cerita jadi payah. Solusinya ya memasukkan banyak panel dalam satu halaman. Atau memperbanyak narasi yang membuat komik terlalu penuh. Dua-duanya sama-sama menyebalkan. Projek komik kali ini seperti jatuh cinta dengan orang yang salah, melelahkan. Dan kau tahu apa yang lebih mengejutk...

Rentenir

Siang ini aku menggambar di ruang tamu. Mamak, bapak dan tamunya sedang bergosip di luar. Aku sengaja tidak menyalakan musik agar bisa fokus ke komik yang tengah aku kerjakan. Dari meja gambar ini aku bisa mendengar apapun yang sedang mereka bicarakan di luar. Mereka (yang didominasi oleh bapakku) ngobrol soal kandang burung murai. Mereka membicarakan soal sang tamu yang ingin pergi ke Solo. Mereka membicarakan mengenai uang. Ngalor ngidul hingga sampai ke tema soal penawaran dana segar dari rentenir. Mamakku berkisah, pada suatu hari seorang rentenir datang. Rentenir itu menawarkan uang pinjaman beberapa juta. Mamakku menolaknya dengan tegas. Beliau tahu meminjam uang dari rentenir itu mempunyai bunga yang tidak wajar. Mamakku dicecar dengan berbagai hinaan. Namun yang membuat ibuku murka ialah saat sang rentenir mengatakan kalau warungnya yang menjual sayur adalah sampah. Kemarahan meluap, mamakku lalu bilang walau ini warung sampah, warung ini sudah membuat anak-anaknya menjadi s...