Langsung ke konten utama

Bibit Jagung

Kisah sederhana ini tiba-tiba terbersit dalam pikiran saat di lini masa bersliweran drama mengenai BIBIT UNGGUL.

***

Aku mempunyai kisah tentang bibit, entah bibit itu unggul atau tidak. Saat aku sekolah di SMP dulu ada pelajaran biologi. Salah satu tugasnya ialah membuat bibit jagung. Atau lebih spesifiknya mengubah biji jagung menjadi bibit jagung yang siap tanam. Biji menuju bibit.

Beberapa benda yang harus dipersiapkan untuk mengerjakan tugas tersebut. Benda-benda itu ialah gelas minuman mineral plastik, kapas, dan tentu saja biji jagung.

Di hari pertama, biji jagung itu aku letakkan di atas kapas, kapas yang basah. Kapas itu digunakan sebagai pengganti tanah. Lalu biji jagung yang sudah diletakkan di atas kapas itu dipindahkan ke gelas minuman mineral plastik. Biar praktis dan memudahkan saat menulis data penelitian.

Sejak hari itu petualanganku dalam 'menumbuhkan' biji jagung dimulai. Berbagai hal aku lakukan untuk menyukseskan misi tersebut. Misalnya, segera memberikan air jika kapas tempat biji jagung teronggok itu terlihat kering. Atau setiap pagi aku membawanya untuk berjemur di emperan rumah agar biji jagung itu mendapat sinar matahari. Sempat terpikir juga menambahkan kotoran ayam agar sang biji jagung medapatkan 'asupan' pupuk kandang. Namun aku batalkan karena alasan estetika. Baunya itu bro, belum lagi warna air yang keruh. Pokoknya, say 'No' to pupuk kandang.

Hari demi hari berlalu, biji jagung yang aku rawat 'seperti anak sendiri' itu akhirnya bertunas kecil. Sangat kecil. Walau kecil, Aku bahagia. Rasanya mungkin mirip seperti saat bokek, terus tiba-tiba menemukan uang 50 ribu di saku celana saat mencuci.

Misiku akhirnya hampir berhasil. Saat itu aku terlena dengan perasaan bahagia. Entah karena apa, tiba-tiba saja aku berpikir seperti ini:

"Karena sudah tumbuh tunas kecil, kayaknya tidak apa-apa deh jika biji jagung itu aku tinggalkan sejenak untuk mengurus hal-hal lain."

Hal-hal lain itu tidak aku perlu jelaskan di tulisan ini, namun yang pasti sejak saat itu aku hanya mengganti airnya jika aku ingat.

Terkadang aku lupa untuk menjemurnya di sinar matahari pagi. Puncaknya adalah saat banyak tugas dari pelajaran lain yang datang menghantam.

Hingga suatu datang suatu malam. Besok pagi adalah hari dimana tugas biologi itu, aku baru teringat bibit jagung tersebut.
Entah beberapa hari aku lupa untuk mengurus bibit tersebut. Namun saat aku temukan, bibit itu tergeletak dengan sangat mengenaskan.

Tunas yang kubanggakan itu sudah hilang, sepertinya membusuk. Kapas yang biasanya lembab itu kering. Celaka! Bibit jagungku mati! Bagaimana nasib nilai ujian biologiku besok!!?

Dari peristiwa ini aku diajari alam semesta untuk berfilsafat lebih awal di usia sangat muda.

Bibit jagung jika tidak diberi air dan tidak diberi sinar matahari, maka bibit tersebut akan mati.

Bukan hanya bibit jagung. Bibit apapun. Seunggul apapun.

Siapa yang bisa disalahkan dari 'matinya bibit jagung' tersebut? Airnya? Mataharinya? Kapasnya? Gelas plastiknya? Atau akunya?

Benar!! Kurasa kalian sudah tahu jawabannya! Yang bisa disalahkan dari 'matinya bibit jagung' tersebut ialah GELAS PLASTIKNYA!!

Mujix
Sepertinya setiap manusia memang punya masanya dimana ia memiliki sikap yang buruk. Maklumi, maafkan, dan mari kita sama-sama belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Bogor, 16 September 2018

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...