Langsung ke konten utama

Tetangga

Mamakku selalu jualan sayur. Baik saat masih di perantauan. Ataupun saat balik kampung di rumah. Di perantauan beliau konsumennya adalah tetangga sekitar. Kanan, kiri,depan, dan belakang. Ada juga sih yang tidak beli sayur di tempat mamakku, namun masih bisa di maklumi. Namun toh, masih banyak tetangga yang 'berbaik hati' melariskan dagangan beliau.

Sekarang Mamak sudah balik lagi ke rumah. Insiden pemicunya adalah meninggalnya simbah, yang secara tidak langsung membuat mamak mudik untuk selamanya. Setelah peristiwa simbah meninggal, keadaan mamak selalu bermuram durja. Sedih. Berduka. Dan itu berlangsung cukup lama.

Setelah hari-hari yang berat, lembar baru harus ditulis kembali. Hanya dalam beberapa saat setelah nafas terhirup, mamakku kembali mencoba peruntungannya lagi. Ada hidup yang terus berjalan. Ada perut yang harus diberi makan. Dan mamakku membangun warungnya lagi.

Bangunan sederhana berbahan bambu dan genteng sisa rumah simbahku sudah disulap menjadi warung kelontong sayur. Pagi-pagi buta, seperti saat beliau di Bogor, mamakku sudah berangkat ke Pasar Simo. Berbelanja sayur mentah dan bumbu-bumbu dapur. Pelanggan pertamanya adalah ibu-ibu paruh baya yang mencari bubur nasi. Setelahnya, hari demi hari mata pencahariannya berfokus di situ.

Waktu berlalu. Warung masih berjalan. Hanya saja tak selancar yang seperti ia pikirkan. Banyak hal yang membuat warung sayur mamakku kurang berjaya. Satu masalah utamanya adalah kurangnya pembeli. Ya. Kampung kami sangat sepi. Tingkat kebutuhan sayur orang-orang desa tidak sebesar penduduk di kota.

Dan satu lagi. Di kampungku sejak pagi sudah didatangi tukang sayur bermotor yang menyambangi rumah demi rumah. Hal tersebut tentu saja berimbas dengan jumlah konsumen yang belanja di warung mamakku. Sedih. Namun suka atau tidak suka warung mamakku sebenarnya dalam keadaan yang selalu hampir tidak mendapatkan keuntungan.

Hal yang paling mengganggu pikiran sebenarnya adalah kelakuan tetangga yang menurut mamakku kurang normal. Entah apa yang terjadi, namun para tetangga disekitarku malah membeli sayur di tukang sayur keliling. Tak ada empati. Tak ada tenggang rasa. Dan mamakku sangat terpukul.

Menyedihkan. Dan sialnya, solusi untuk memecahkan masalah tersebut belum tercetus sedikitpun. Beberapa alternatif penyelesaian semacam 'belajar naik motor' atau menjajakan sayur dengan 'berjalan kaki' sudah tak memungkinkan karena faktor umur. Semuanya sangat menyebalkan. SEMUANYA SANGAT MENYEBALKAN.

Dan kalian mau tau apa yang menarik!? Mamakku masih terus jualan tanpa pantang menyerah. Jualan seadanya. Satu demi satu. Bergerak dan berpikir perlahan sambil terus berjualan.  Keren banget! Akhirnya aku tahu darimana rasa 'pantang menyerah'-ku ini berasal! Semoga selalu diberi kesehatan, kebahagiaan, dan kelancaran rezeki, Mak!

Mujix
Anak lelakimu yang terus berusaha menjadi orang hebat.
Simo, 19 Maret 2020

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...