Langsung ke konten utama

A nightmare on the street (1)

Perjalanan bermotor paling menyiksa adalah berkendara di malam hari saat hujan dengan keadaan mata minus. Aku mengalaminya lagi tadi malam. 

Berkunjung ke rumah Arifin di Nogosari malam itu adalah ide yang cukup buruk dengan semua situasi yang aku jabarkan di atas. 

Rumahnya berada di desa pelosok di pinggir sawah. Akses jalanan yang rusak dan gelap benar-benar bagai landscape uji nyali dan test drive kemampuanku dalam mengendalikan motor. 

Alhasil kecapatanku berkendara tak pernah lebih dari 35KM/jam. Aku terpaksa berkendara di malam hari karena sore hujan deras mendadak. Dan dilanjutkan dengan gerimis yang ternyata awet hingga malam. Belum lagi minus mataku yang mengganggu.

Mataku minus entah sejak kapan. Namun yang pasti mulai tahun lalu aku memakai kacamata untuk perjalanan bermotor. Nah problem berkacamata di saat hujan adalah air yang menempel di kaca. Pandangan kadang menjadi kabur saat terlalu banyak air di kaca. Belum lagi siksaan pantulan cahaya lampu dari kendaraan yang bersliweran. Benar-benar melemahkan fokus.

Sekali meleng bisa berabe. Yang paling menakutkan saat berkendara di waktu hujan adalah medan yang licin dan penuh kubangan air. 

Tak jarang aku harus mengerem atau memperlambat kecepatan. Kubangan air di jalan itu bagai Russian Roullate. Aku ingat salah satu momen saat bertemu sebuah kubangan. Saat aku terjang begitu saja, motorku hampir jatuh gara-gara terantuk tepian lubang yang ternyata dalam. Keknya emang mending pelan-pelan aja ketika berkendara saat hujan. 

Akses jalanannya parah. Terutama rute saat pulang. Dari rumahnya aku menyusuri jalan kecil setapak pinggir sawah yang ternyata rusak dan penuh lubang. Rute terberat ini berupa batu-batu besar, tanah becek nan liat,  hingga kubangan air yang mengalir dari sawah. Sialnya jalanan ini sangat jauh dari keramaian. Andai macet atau terjadi sesuatu di sini bisa dipastikan akan sangat tidak bagus. 

Menit demi menit berjalan lambat di tempat itu. Suara koor para serangga, para katak, aroma anyir sawah, dinginnya air gerimis bercampur aduk dengan bunyi mesin motorku yang menderu.  Aku hanya bisa pasrah, sesekali mengumpat (dengan nama-nama binatang), dan berdoa tentang semua hal yang terjadi kali ini. 

Yah, Gusti. Semoga aku bisa selamat sampai di rumah. 

Mujix
Sisi baiknya, aku jadi lebih sigap dan pandai dalam berkendara di berbagai medan. Cerita ini bakal berlanjut ke part 2.
Nogosari, 14 Februari 2022

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...