Langsung ke konten utama

Jas Hujan dan Uang Saku

Waktu SMP aku pulang pergi dengan berjalan kaki. Jarak antara rumah dan sekolah kurang lebih sekitar 3 Km. Sebuah jarak yang membuat teman-temanku lebih memilih untuk membayar angkot. Ya,  ada angkot sebenarnya. Namun karena beberapa alasan finansial aku lebih memilih jalan kaki. Wuidih alasannya klasik amat,  bro. 

Saat itu aku hanya mendapat uang saku 1000 rupiah. Aku enggak tahu apakah nominal itu termasuk besar atau kecil dalam ukuran anak SMP yang tinggal di desa pada tahun 2001, namun yang pasti kala itu aku merasa kalau jumlah tersebut udah cukup.

Jika aku naik angkot ke sekolah,  maka jatah uang Rp.400 sudah pasti habis dibiaya transpot. Tersisa uang Rp. 600. Seingatku uang segitu sudah cukup untuk membeli Soto, dan es teh di warung-warung dekat SMP-ku. Yak hanya soto dan es teh. Tanpa gorengan. Misal aku nekat beli gorengan, tidak ada es teh. Jika aku keseleg bakal berbuah menjadi pertaruhan antara hidup atau mati. Pokoknya udah kek Rambo saat perang di ngelawan pasukan Vetnam dah! Enggg berarti nominalnya cukuplah ya. Cukup memprihatinkan. Hahhaaha

Bisa dibilang kebiasaan (atau keadaan?) ini terus berlangsung sejak aku masuk ke kelas tersebut hingga kelas 2 SMP. Seingatku tidak ada kenaikan jatah uang saku. 

Lalu di masa pertengahan pra remaja ini aku bakal mengalami sebuah peristiwa yang bakal mengguncang mindset finansial seorang bocah SMP. Kalian penasaran? Jadi begini ceritanya. 

***

Aku menjalani kehidupan SMP dengan mengantongi sifat 'keranjingan membaca dan menonton film kartun'. Sifat yang aku bawa dari SD.  Dua buah kebiasaan yang tidak lazim untuk anak pra remaja. Kok tahu tidak lazim? 

Ketahuan dong dari pengunjung perpustakaan. Selama bersekolah di situ sangat jarang sekali ketemui teman-temanku yang membaca buku di perpustakaan. Seingatku hampir gak ada. Kebanyakan mereka ada yang mulai belajar merokok.  

Ketahuan dong dari obrolan mereka saat istirahat. Selama bersekolah di situ sangat jarang sekali kutemyi teman-temanku yang membicarakan betapa serunya kisah film kartun di hari Minggu pagi. Seingatku hampir gak ada. 

Di perpustakaan berisi banyak buku. Mulai buku paket,  ensiklopedia, majalah,  sampai novel-novel random. Favoritku ialah majalah Mop,  Penjebar Semangat,  sama novel Lupus. Kala itu aku memang suka membaca banyak hal. 

Hingga suatu hari aku sudan bosan dengan koleksi perpustakaan sekolah. Bukunya gak update-update. Di sebuah kesempatan aku menjelajah Pasar Simo. Tempat ini berada di sebelah timur dari sekolahan, jaraknya sekitar 2,5 Km. Aku suka sekali menyambangi pasar ini kala weton pahing tiba. Sebuah saat di mana semua orang di seluruh semesta kayak 'tumplek blek' berada di tempat itu. 

Pasar Simo saat pahing adalah karnaval yang penuh hingar bingar. Aku bisa bertemu banyak hal yang menarik saat waktu itu tiba. 

dan menemukan...  Apa coba? 

Rental Komik dan VCD, gaes!! 
Rental komik dan VCD!!  Gokil!! 

Darimana aku tahu kalau itu rental komik?  Jadi pas jalan-jalan di pasar aku melihat sebuah kios dengan banyak buku. Wuih koleksinya bikin terkesiap!  Banyak komik!! Sebuah perpustakaan idamanku! 

Langsung deh aku numpang baca di kios tersebut. Dari satu buku ke buku lain! Membaca banyak komik dan bergembira. Hingga suatu waktu aku mampir lagi dan membaca di sana terjadilah peristiwa yang mencengangkan. 

Aku sedang khusyuk dan tertawa kencang membaca Kungfu Komang. Tiba-tiba terdengarlah suara kencang yang menghardikku. 

"Dek!  Bukune ki ora entuk di woco neng kene!?!" 

Aku bingung. Lah buku kalo gak dibaca terus diapain dong? Dibakar!? Udah kayak kelakuan rezim negara konoha aja. 

Mbak-mbak itu lalu menjelaskan kalau buku-buku itu disewakan. Alias rental. Nah syarat untuk menyewa buku-buku itu ialah mendaftar dan meninggalkan kartu pelajar (atau uang jaminan ya? Aku lupa). Dan begitulah. Semua kebahagiaan baruku tersebut lagi-lagi dikelilingi dengan pentingnya memiliki uang. 

*** 




Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...