Langsung ke konten utama

Masa Kecilku dan Dragon Ball

Sejak kelas 1 SD aku ditinggal merantau orang tua ke Bogor. Mereka mencari uang untuk biaya sekolah anak-anaknya dengan berjualan sayur dan hanya pulang setahun sekali saat idul fitri. Jadi masa kecilku bisa dibilang cukup tak terlalu ceria jika dibandingkan dengan anak-anak kecil pada umumnya. Aku berdua bersama nenek. 

Nah,  jadi di era masa itu ada dua hal yang selalu aku tunggu saat kecil. Pertama, orang tuaku yang selalu balik ke kampung saat lebaran. Kedua, serial Dragon Ball yang tayang setiap hari minggu pagi di Indosiar. 

Poin ortu yang balik ke rumah udah jelas ya, namanya bocil ya butuh ketemu ibu dan bapak. Nah yang poin kedua itu tuh yang agak laen. 

Minggu pagi adalah hari terbaik buat anak yang hidup di era 90an. Puluhan serial kartun bersaing ketat untuk mendapatkan pemirsanya. Dari puluhan judul hanya satu film kartun yang membuatku begitu sangat 'excited' menjalani hidup, yakni Dragon Ball. 

Dragon Ball bagiku adalah tempat untuk melupakan kesedihan akan apapun. Apalagi goku kecil yang saat itu sangat relate dengan aku juga yang masih kecil. Karakternya yang ceria, haus akan rasa ingin tahu, pantang menyerah dan suka menolong secara tidak langsung sudah menjadi role modelku kala itu bahkan melebihi siapapun. Ya benar, aku ingin seperti Songoku.

Keinginan random itu dari hari ke hari semakin besar, bagai aliran energi genkidama yang bermuara menjadi sebuah mindset dan inspirasi. Dan titik puncaknya energi itu membuncah saat kelas 2 SMP, masa dimana untuk pertama kalinya aku membuat komik! Referensi utamanya komik Dragon Ball edisi 36, 'Lahirnya Pahlawan Baru'. Buku tersebut aku dapat dari menabung uang jajan, lalu beli komiknya di Toko Buku Gunung Agung (atau Kharisma ya!? Lupa) di Mall Warung Jambu Dua Bogor saat liburan panjang sekolah. 

Jadi gitu deh, sejak saat itu aku jarang kesepian. Rasa sepi itu aku lampiaskan dengan menggambar komik. Karyaku pertama sebagian besar terinspirasi dari komik Dragon Ball. Bertema petualangan, tokoh-tokoh utama yang baik dan pantang menyerah, hingga musuh-musuh alien yang bisa berevolusi. Damn! That was really good burning time! 

Sejak saat itu aku terus menggambar,  sembari mengumpulkan uang jajan untuk membeli komik Dragon Ball. Atau kadang membeli poster seharga 1000 rupiah di Pasar Simo saat pahing dan menempelkannya di kamar agar terus termotivasi. Lulus SMP memutuskan untuk menjadi komikus dan melanjutkan ke sekolah Seni Rupa di Solo. Kuliah. Bikin komunitas komik. Menerbitkan dan menjual komik. Berpameran dan lain sebagainya. Dan kini entah sejak kapan label 'komikus' tersematkan di namaku. 

Dan ya, semua itu berawal dari perasaan antusias menonton Goku CS di suatu pagi di hari minggu di masa kecil. Perlahan tapi pasti rasa sedih di masa kecil itu mulai menghilang. Berganti dengan bara api yang berfalsafah 'Aku pengen bisa bikin karya yang bagus seperti Dragon Ball!'.

Bertahun-tahun kemudian sejak saat itu akhirnya aku sadar,  Dragon Ball sudah menjadi 'the way of life' bagiku. Hari ini rasa sedih itu datang lagi. Kreator idolaku pergi ke dunia kematian untuk selamanya. Berharap Dragon Ball beneran ada di dunia deh. 

Terimakasih, Pak Akira Toriyama atas inspirasinya. Selamat jalan kesatria terhormat. Rest in Peace. 

Mujix
How was your day? 
Simo, 8 Maret 2024

Postingan populer dari blog ini

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...