Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Hamzah

Pada suatu masa, ada adegan dimana aku sedang berbincang dengan seorang wanita di sebuah pinggir jalanan yang tidak aku kenal. Dia duduk diatas pagar yang terbuat dari tembok bercat putih, sedangkan aku bersender di gapura tempat pintu masuk. Tidak ada penghalang apapun diantara kami, kecuali ruang hampa bernama jarak yang aku buat agar aku bisa memandangi wajahnya leluasa. Wanita itu terus saja berbicara mengenai banyak hal yang hingga hari ini tidak dapat aku ingat lagi. Wanita itu terus saja memandang ke depan. Wajahnya yang sendu dengan semua pesona itu ternyata tak segera juga meluluhkan hatiku. Dia tidak tampak seperti pasangan yang kuidam-idamka. Namun yang pasti dia wanita yang baik dan aku merasa nyaman bersamanya. Setiap manusia hidup digerakkan oleh semua keinginan pribadinya masing-masing. Aku, wanita yang bercerita di sampingku, para siswa SMA yang berjalan cepat itu, atau bahkan kurasa matahari yang selalu datang dengan tepat waktupun mungkin juga digerakkan oleh keing...

Waktu Kosong

Siang ini aku berada di Pasar Simo, menunggu jemputan yang tidak kunjung datang. Kurasa perjalanan tadi menghabiskan waktu sekitar 3 jam, hingga detik ini waktu terus berjalan dan aku belum sampai rumah. Jadi bisa disimpulkan, salah satu cara untuk belajar bersabar adalah pergi ke rumahku menggunakan kendaraan umum. Kendaraan umum di masa sekarang sangat langka di Pasar Simo. Sejauh mata memandang hanya ada sepeda motor dan mobil pribadi. Hal tersebut sangat menyebalkan, apalagi jika kamu tidak memiliki keduanya. Tapi ya sudahlah, aku sudah cukup 'kenyang' dengan situasi seperti ini. Apalagi jika mengingat masa-masa sekolah dimana aku sering bertemu permasalahan ini di setiap minggunya. Dulu setiap awal dan akhir minggu selalu ada perjalanan. Jarak antara rumah dan sekolah yang jauhnya sekitar 45 KM membuatku harus terbiasa dengan aktivitas yang melelahkan ini. Menunggu bis yang jarang datang dan berjalan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain sudah menjadi rutinitas saat...

Jalan Yang Panjang

Aku sedang berada di sebuah kafe yang riuh. Saat ini semuanya bising dan saling berteriak tak jelas juntrungannya. Fokusku mulai hilang. Sepertinya aku mulai kelelahan. Rasa lelah ini seperti jalan yang sangat panjang. Dan benda yang aku cari belum juga aku temukan. Sebenarnya aku tahu benda itu berada dimana. Hanya saja aku enggan untuk mengakuinya. Aku benar-benar capek. Semoga saja hari esok tidak secapek diriku di hari ini. Mujix Sedang terjebak di pikiranku sendiri. Karepmu ah. Simo, 17 April 2016

Prosa Tengah Malam

Malam terus berlalu meninggalkan jejak-jejaknya di ujung mataku. Dia bercerita bahwa tidak semua prosa harus berakhir dengan bahagia. Misalnya umpatan gelas bekas minuman yang masih tersisa separuh. Atau erangan nada dering handphone yang berteriak karena isi baterai hampir habis tereksekusi banyak hal di hari ini. Seperti daya hidupku yang juga mulai menipis dan membiaskan secercah harapan. Baiklah saatnya mengisi energi lagi di alam mimpi. Mujix Sedang bersemangat Simo, 17 April 2016

Aplikasi Blogger

Akhirnya aku meng-instal aplikasi ini lagi. Blogger. Aplikasi Bloggerku yang kemarin aku hapus dengan harapan aktivitas menulis bisa dilakukan lagi melalui komputer. Aku merasa nge-blog memakai smartphone itu tidak efektif. Keterbatasan pandangan layar dan mungilnya huruf type qwerty menjadi alasan utama mengapa aplikasi ini harus segera minggat dari gawaiku. Aku bertekad akan menghidupkan lagi kebiasaan menulis blog melalui komputer. Titik. Namun tekad hanya menjadi sebuah tekad. Nyatanya hingga hari ini aku belum menyentuh komputer tersebut untuk membuat satupun postingan. Tsadis. Rasa malas dan gamang selalu menghantuiku saat menyalakan komputer. Kenapa malas? Mungkin aku benar-benar tidak yakin dengan apa yang aku tulis. Aku merasa kehabisan hal-hal baik yang ingin aku ceritakan. Yang tersisa hanya hal-hal buruk. Atau setidaknya hal iti 'buruk' menurut sudut pandangku. Baru  ini untuk menulis sebuah cerita di blog ternyata ribetnya minta ampun. Hal lain yang membuatku ...

Di Teras Masjid

Ada seorang bapak tua sedang termenung di anak tangga Masjid Agung Solo. Beliau menatap nanar ke gerbang utara entah dengan memikirkan apa, aku juga tidak begitu tahu. Beberapa hari ini aku memang sedang sok puitis memikirkan seberapa rumit isi pikiran orang lain. Bapak itu beranjak dari anak tangga dengan jalan tertatih-tatih menyebrangi lautan manusia yang tengah terkapar kelelahan. Di tempat ini sudah menjadi pemberhentian para manusia yang butuh energi tambahan, atau sekedar numpang tidur. Selalu ramai dan banyak yang tergeletak begitu saja. Dan disaat seperti inilah aku mempercayai bahwa rumah Tuhan berfungsi sebagaimana mestinya. Sebuah tempat yang tepat untuk sekedar beristirahat dari kehidupan yang cukup pekat. Entah untuk sekedar beribadat atau sekedar beristirahat, siapa yang perduli. Keduanya mempunyai fungsi yang sama, mengembalikan dan menormalkan sesuatu yang sedang salah. Entah itu secara lahir ataupun batin. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah sih, tapi semenjak manus...

Cara Untuk Bahagia

'Aku ingin bahagia'. Buang kata 'aku', karena 'aku' adalah simbol ego. Seseorang yang selalu mengedepankan ego, biasanya tidak pernah bahagia. Orang-orang tidak suka seseorang yang egois. Bakar habis kata 'ingin', ingin adalah simbol dari hawa nafsu. Seperti yang telah disepakati (hampir) semua agama di dunia, memanjakan hawa nafsu adalah cara yang paling cepat untuk bertemu dengan penderitaan. Nah. Tinggal tersisa satu kata. Yaitu 'bahagia'. Ternyata cara untuk berbahagia itu sangat sederhana. Hilangkan 'ego' dan 'keinginan'. Sederhana bukan!? Iya. Sederhana memang. Namun mustahil untuk dilakukan. Tidak akan pernah manusia bisa meninggalkan 'ke-aku-an' dan 'keinginan'. Ketika seseorang bisa melakukan hal tersebut, niscsya dia bisa menjadi manusia setengah dewa. Atau mungkin malah bisa menjadi Tuhan. Setidaknya bisa menjadi Tuhan untuk dirinya sendiri. Gituh. Mujix Berharap Tuhan muncul Sambil bilang "...