Langsung ke konten utama

08.11.2016

Sedang berada di masa sulit, dan ingatanku kembali ke masa saat aku belajar berenang di sebuah sungai pinggiran desa, dan maaf aku lupa nama sungainya.

Bagi para orang tua, sungai itu adalah salah satu tempat yang tidak boleh didatangi. Karena orang tuaku berada di Bogor, maka kau tahu sendirilah.

Aku pergi ke sungai itu dengan niat ingin berenang, atau lebih tepatnya ingin main air. Tentu saja aku memilih di pinggir sungai yang dangkal. Lepas baju dan sotoy bergaya seolah telah menjadi perenang handal.

Secara umum kelompok anak-anak dibagi menjadi dua. Ada yang berenang di pinggiran sungai dan ada yang berenang di tengah sungai. Mereka yang berada di tengah sungai adalah perenang kelas wahid. Selain areanya yang lebih luas, wilayah di tengah sungai memiliki dua batu agak tinggi mirip bukit yang bisa digunakan untuk melompat.

Ya, melompat ke tengah udara dan meluncur langsung ke tengah sungai. Terkadang muncul rasa iri karena tidak bisa ikut bergabung untuk meluncur dari dua batu tersebut. Aku hanya bisa memandang mereka semua saat melompat dan terbang sesaat dengan latar belakang langit biru. Sepertinya menyenangkan.

Entah karena rasa iri yang telah menumpuk dan tak tertahan atau karena didorong rasa penasaran akan sensasi dunia yang baru, siang itu aku memutuskan mencoba melompat dari salah satu batu tersebut. Apakah ilmu berenangku sudah mumpuni? Tentu saja belum.

Berdiri di tebing itu dengan hamparan air sungai yang meluap tentu memiliki sensasi yang berbeda dengan berendam di pinggiran sungai. Atmosfirnya sama saat aku belajar menurunkan sepeda motor di pelataran depan rumah saat selesai hujan. Mungkin itu yang sering disebut 'memicu adrenalin'.

Aku melompat! Detik-detik menakjubkan itu hanya berlangsung sesaat. Tubuhku yang mungil itu melayang sesaat dan langsung diterkam gravitasi bumi.

Byuuur!!!!
Rasanya cukup perih saat kulit bersentuhan dengan air sungai.

Kakiku mencoba mencari pijakan, namun tidak ada apapun. Tanganku mencoba menggapai apapun, namun tidak ada apapun. Hanya ada air. Air dimana-mana. Warnanya agak keruh yang kadang berganti dengan langit biru.

Air masuk tanpa permisi melalui hidung, mata, mulut, dan telinga. Ternyata tenggelam itu rasanya sangat buruk. Sama seperti keadaan sulitku saat ini. Bergerak kemanapun hanya ada air. Bergerak kemanapun hanya ada ego.

Pilihannya hanya ada dua, mengambang mengikuti arus atau menanti tangan seseorang yang menarikmu ke pinggir sungai.

Mujix
Hail Vagito! Enggak sabar nunggu DBS minggu ini.
Simo, 08 November 2016

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...