megamendungkelabu

Selasa, 12 Maret 2019

Waktu Yang Sempurna

Saat itu pagi jam setengah delapan, sudah banyak pembeli berlalu lalang di warung kami. Aku sudah bangun dan tengah menyeduh teh hangat di dapur depan pintu. Sekedar kalian tahu, Teh hangat itu aku bawa dari 'Jawa', kalau kata orang Bogor. Dua merk teh tubruk aku campurkan menjadi satu agar mendapat citarasa kampung halaman yang kadang merasa butuh untuk dirindukan.

Mataku memandang ke sekeliling. Mamak tengah melayani pembeli yang butuh daun bawang, sawi, bayam, cabe atau apapun. Sesekali terdengar tawa renyah dari mereka. Bapakku tak tampak, jam segini ia biasanya lari-larian di taman belakang kampung. Aku juga terkadang lari-larian, atau bahasa gaulnya 'jogging', namun itu akan terjadi jika waktu sudah beranjak ke sore hari.

Teh hangat sudah terseduh, uap hangat dari gelas tersebut menyentuh tanganku yang kedinginan karena habis mandi. Mandi di pagi hari itu bagus untuk kamu yang 'ngantukan'. Mandi di pagi hari bagus untuk kamu yang ingin menikmati sedapnya teh hangat.

Aku beranjak ke meja yang terletak di tengah warung. Dari tempat ini aku bisa memandang luas sampai ke segala sudut. Di sampingku atau tepatnya di etalase lemari kaca depan warung, tersedia banyak makanan. Langsung saja aku comot beberapa martabak dan buras. Martabak yang buat adalah Encik, ibu-ibu paruh baya etnis Tionghoa yang pandai memasak berbagai makanan. Nah kalau buras, yang bikin bapakku. Bapakku menangani buras dan gorengan.

Selain martabak dan buras, di etalase itu ada kue hijau atau talem, buatan Teh Lenny. Camilan ini paling laris di warungku. Semacam lapis berwarna hijau namun diisi santan. Rasanya manis. Ada pula bakpao isi kentang milik Bu RW. Etalase itu seperti Indonesia. Bermacam-macam isinya namun berada di tempat yang sama.

Sesekali aku melongok ke luar, terkadang aku tiba-tiba ngidam sarapan bubur ayam. Dan tengilnya, lokasi tempat berjualan bubur ayam itu terhalangi oleh spesies brengsek bernama manusia yang punya mobil tapi gak mau bikin garasi. Aku berjanji jika suatu saat bisa beli mobil, aku akan membuat garasi terlebih dahulu. Apabila pandangan terhalang, aku biasanya berjalan beberapa langkah untuk memastikan ada tidaknya ceret tempat wadah teh. Jika ada, berarti penjual bubur itu tengah berniaga. Jika tidak, ya sepertinya aku akan sarapan buras 3 potong.

Aku selalu mengawali hari dengan aktivitas yang sempurna seperti ini. Minum teh hangat sambil makan camilan, dan mungkin apabila sudah hari jumat atau sabtu bakal ditemani komik baru di situs manga on line. Waktu yang sempurna adalah saat ini, dimana semua hal di sekitarmu bisa menyatu di sebuah dimensi bernama kebahagiaan dan rasa syukur.

Mujix
Sedang berada di tempat yang sama. Namun di masa yang berbeda. Situasi terkini warung tersebut sangat berantakan, karena kami memutuskan untuk pindah/ pulang ke Rumah. Apakah masih waktu yang sempurna? Tentu saja.
Bogor, 12 Maret 2019