megamendungkelabu

Jumat, 08 Maret 2024

Masa Kecilku dan Dragon Ball

Sejak kelas 1 SD aku ditinggal merantau orang tua ke Bogor. Mereka mencari uang untuk biaya sekolah anak-anaknya dengan berjualan sayur dan hanya pulang setahun sekali saat idul fitri. Jadi masa kecilku bisa dibilang cukup tak terlalu ceria jika dibandingkan dengan anak-anak kecil pada umumnya. Aku berdua bersama nenek. 

Nah,  jadi di era masa itu ada dua hal yang selalu aku tunggu saat kecil. Pertama, orang tuaku yang selalu balik ke kampung saat lebaran. Kedua, serial Dragon Ball yang tayang setiap hari minggu pagi di Indosiar. 

Poin ortu yang balik ke rumah udah jelas ya, namanya bocil ya butuh ketemu ibu dan bapak. Nah yang poin kedua itu tuh yang agak laen. 

Minggu pagi adalah hari terbaik buat anak yang hidup di era 90an. Puluhan serial kartun bersaing ketat untuk mendapatkan pemirsanya. Dari puluhan judul hanya satu film kartun yang membuatku begitu sangat 'excited' menjalani hidup, yakni Dragon Ball. 

Dragon Ball bagiku adalah tempat untuk melupakan kesedihan akan apapun. Apalagi goku kecil yang saat itu sangat relate dengan aku juga yang masih kecil. Karakternya yang ceria, haus akan rasa ingin tahu, pantang menyerah dan suka menolong secara tidak langsung sudah menjadi role modelku kala itu bahkan melebihi siapapun. Ya benar, aku ingin seperti Songoku.

Keinginan random itu dari hari ke hari semakin besar, bagai aliran energi genkidama yang bermuara menjadi sebuah mindset dan inspirasi. Dan titik puncaknya energi itu membuncah saat kelas 2 SMP, masa dimana untuk pertama kalinya aku membuat komik! Referensi utamanya komik Dragon Ball edisi 36, 'Lahirnya Pahlawan Baru'. Buku tersebut aku dapat dari menabung uang jajan, lalu beli komiknya di Toko Buku Gunung Agung (atau Kharisma ya!? Lupa) di Mall Warung Jambu Dua Bogor saat liburan panjang sekolah. 

Jadi gitu deh, sejak saat itu aku jarang kesepian. Rasa sepi itu aku lampiaskan dengan menggambar komik. Karyaku pertama sebagian besar terinspirasi dari komik Dragon Ball. Bertema petualangan, tokoh-tokoh utama yang baik dan pantang menyerah, hingga musuh-musuh alien yang bisa berevolusi. Damn! That was really good burning time! 

Sejak saat itu aku terus menggambar,  sembari mengumpulkan uang jajan untuk membeli komik Dragon Ball. Atau kadang membeli poster seharga 1000 rupiah di Pasar Simo saat pahing dan menempelkannya di kamar agar terus termotivasi. Lulus SMP memutuskan untuk menjadi komikus dan melanjutkan ke sekolah Seni Rupa di Solo. Kuliah. Bikin komunitas komik. Menerbitkan dan menjual komik. Berpameran dan lain sebagainya. Dan kini entah sejak kapan label 'komikus' tersematkan di namaku. 

Dan ya, semua itu berawal dari perasaan antusias menonton Goku CS di suatu pagi di hari minggu di masa kecil. Perlahan tapi pasti rasa sedih di masa kecil itu mulai menghilang. Berganti dengan bara api yang berfalsafah 'Aku pengen bisa bikin karya yang bagus seperti Dragon Ball!'.

Bertahun-tahun kemudian sejak saat itu akhirnya aku sadar,  Dragon Ball sudah menjadi 'the way of life' bagiku. Hari ini rasa sedih itu datang lagi. Kreator idolaku pergi ke dunia kematian untuk selamanya. Berharap Dragon Ball beneran ada di dunia deh. 

Terimakasih, Pak Akira Toriyama atas inspirasinya. Selamat jalan kesatria terhormat. Rest in Peace. 

Mujix
How was your day? 
Simo, 8 Maret 2024

Minggu, 14 Januari 2024

Postingan Bapak-Bapak

"Terimakasih,  Pak untuk pesanannya. Silakan ditunggu sebentar ya!?" ucap kakak pramuniaga itu saat aku memesan Roti Bakar Korea (kalo di Jepang namanya Taiyaki, kalo di jawa setelah dimakan namanya menjadi Taimambu). 
Nongkrong di food court, memandang ke sekeliling. Ternyata di dominasi bapak-bapak/ibu-ibu yang mengasuh anak dengan wajah sepantaran atau lebih muda dari aku. 

Rabu, 27 Desember 2023

Teman Baru

Kemarin meet up dengan orang baru dari aplikasi Tinder. Alasannya sederhana. Setelah beberapa minggu kami match dan ngobrol ringan, aku berpikir 'siapa tahu beliau jodohku'. Awalnya aku random chat buat ketemu. Eh malah mau. Yawis kita meet up di Solo Square setelah jam makan siang. Aku berkendara dari Simo ke Solo di situasi cuaca terpanas demi sebuah kesempatan. 

Dia mengajak Janjian di Heavy Scents yang ternyata gerai parfum gaul. Kami bertemu untuk pertama kalinya dan langsung ngobrol ngalor ngidul. Aku belajar banyak soal parfum. Setelah itu kami nongkrong di Istana Mie buat ngobrol sambil art trade. Kami memesan es istana yang literally es serut yang dikasih buah sirop dan susu, cuman agak mahal.  Semuanya berlangsung seru. Kemudian kami berpisah karena ada agenda masing-masing. Jadi apa konklusinya? 

Gak ada. Namun aku tahu satu hal, kemampuanku bersosialisasi dengan orang baru gak buruk-buruk amat. Apakah dia jodohku? Entahlah, tak ada sengatan listrik cinta menyetrumku saat kami berinteraksi. Hahaha, namun setidaknya aku punya teman baru. Yang sesekali bisa aku ajak makan-makan saat gajian. Hehe

Mujix
Males ngapa-ngapain di akhir tahun. Blog ini juga kena terminate gara-gara spam mulu. Apakah harus ku salin ulang semuanya di blog baru? Atau malah di file word aja ya? 
Simo, 27 Desember 2023


Rabu, 20 Desember 2023

Uang Tujurebu

Mau jogging, terus mikir 'keknya abis joging,  mandi terus minum jahe anget enak nih!?'. Aku langsung mengambil uang Rp. 7.000 dari dompet. Sore ini aku memakai celana brandid Nike yang kubeli di CFD beberapa bulan yang lalu. Artinya, tak ada kantong untuk menyimpan uang tujurebu tersebut. Apa ada cara? 

Hm, tanpa banyak berpikir uang tersebut aku masukin ke kaos kaki sebelah kanan. Sialnya kaos kakiku kali ini agak longgar. Sialnya lagi uangku masih baru gres yang memiliki tepian tajam. Artinya jika uang tujurebu itu aku masukkan ke kaos kaki, ada indikasi bakal melukai kulit saat joging. Apa ada cara? 

Hm, tanpa banyak berpikir lagi uang tersebut aku masukin ke sepatu sebelah kanan. Problem beres. Aku bisa jogging sambil membawa uang untuk membeli jahe gepuk anget favoritku. Segera saja aku melangkahkan kaki menapaki rute jongging itu dengan hati semangat. 

Setelah hampir berlari dua kilometer aku sampai di desa sebelah. Beberapa langkah lagi sampai di warung penjual wedang jahe. Kutengok penjualnya,  yes, bapak peracik minuman idolaku tampak hadir. Segera saja aku memesan dengan sumringah "Pak Wedang jahe setunggal!".
"Nggih,  Mas!" jawabnya. 

Aku menata nafasku yang ngos-ngosan. Tanpa berlama-lama kurogoh uang yang aku letakkan di sepatu. Jari-jariku meraba ke dalam sol. Kok gak ada ya? Apa terdesak sampai ujung sol sepatu ya?

Hm, tanpa banyak berpikir aku mencopot sepatu kanan. Lalu kutengok. Uangnya gak ada! Lalu kucopot sepatu kiriku. Lalu kutengok. Ah siapa tahu uangnya berpindah secara magis dari sepatu kanan ke sepatu kiri. Namun uangnya tetep gak ada. 

Aku bengong. Lhah kemana uang tujurebu itu raib!? Mana udah pesen lagi. Apakah mau hutang? Ah enggak deh.  Tanpa banyak berpikir aku segera berteriak ke arah penjual wedang jahe.

"Pak ngapunten, mboten sido pesen wedang jahe!?" kataku sambil minta maaf. 

"Lho, pripun,  Mas?" tanya beliau heran. 
"Arto kulo ilang,  ngapunteng nggih, monggo maturnuwun!" kataku sambil ngacir. "Oh nggih,  Mas!" suara itu perlahan menghilang seiring langkahku menuju ke arah pulang. 

"Ah, namanya juga belum rezeki!" begitu pikirku sambil berlari. 

Samar-sama terdengar kalimat andalan komika paling lucu nomer dua di kota Solo. Kalimat tersebut selalu muncul kala aku kehilangan barang. 

"Kunci anda tidak hilang, anda yang tersesat!".

Saat jogging, berpikir 'keknya abis joging,  mandi terus minum teh anget juga gak papa'. Yah ilmu penting yang aku dapat di usia yang tidak muda lagi adalah 'nrimo ing pandum'. 

Mujix
Terjebak di pekerjaan dan revisi yang tidak terlalu aku sukai. Yawis, aku bakal kerjain satu demi satu,  deh. 
Simo, 20 Desember 2023

Selasa, 12 Desember 2023

Guru

Namanya Bu Paryumi. Guru pertamaku di kelas 1 SD, aku abadikan sebagai karakter di komiknya Si Amed. Aku tak terlalu ingat bagaimana dulu ia dalam mengajar,  namun yang pasti beliaulah yang mengajariku ilmu-ilmu 'basic survival' seorang manusia di dunia nyata yakni, membaca, menulis, menghitung dan lain sebagainya. Hal yang paling menakjubkan adalah, Bu Paryumi bisa membedakan antara aku dengan adikku. Soalnya saat kami sama-sama gondrong, rasanya kek pinang dibelah kapak. Banyak yang tidak bisa membedakan, terutama orang-orang yang jarang berinteraksi dengan kami. 

Namanya Bu Sri. Guru SD-ku saat kelas 2. Beliau terkenal agak judes. Hal yang paling aku ingat dari beliau adalah, selalu ada kuis kecil saat mau jam pulang sekolah. Bu Sri memberikan pertanyaan terkait pelajaran, yang bisa menjawab harus mengacungkan jari. Hal yang paling 'satisfying' adalah siswa bisa pulang duluan jika bisa menjawab pertanyaan dengan benar. Bu Sri mengajari aku mengenai pentingnya berkompetisi dan indahnya kemenangan. Aku sering pulang duluan, lalu dengan pongahnya diam di balik jendela teras kelas sambil pasang muka jumawa mengejek teman-temanku yang belum bisa pulang. 

Namanya Pak Tukiman, beliau guruku saat kelas 5 SD. Beliau ke sekolah menggunakan 'motor pria'. Bagiku kala itu keren banget. Ilmu yang kudapat dari beliau selain pelajaran apa ya, ah kurasa soal pentingnya penampilan diri dalam membangun persepsi. Ganteng itu bisa 'diciptakan' dengan berbagai macam cara. Misalnya naik motor keren, berkepribadian baik, badan  wangi gak bau ketek, dan tentu saja punya banyak wang! Wkwkwk cekakakak. 

Namanya Pak Kaswandi, guru olahraga yang galak. Salah saat berbaris dibentak, datang telat dibentak, ramai dikit dibentak. Aku yang kala itu masih cupu, pernah hampir menangis saat datang terlambat di pelajaran olahraga gara-gara dimarahin beliau. Saat itu aku sebel banget sama Pak Kaswandi, namun suka gak suka, aku belajar soal disiplin dari Pak Kaswandi. Sebuah sikap yang sangat diperlukan di banyak lini. Kalo ngirim kerjaan jangan telat, kalo ngutang yo dilunasi, kalo bikin komik ya dikelarin. Kalo berjanji ke rakyat ya direalisasikan. Itu namanya disiplin. Ah andai rakyat bisa menbentak pejabat yang gak beres setegas Pak Kaswandi. Pasti Indonesia akan... 

Namanya Bu Darmi. Beliau guru bahasa Indonesiaku di kelas 3 SMP. Di caturwulan awal, aku termasuk murid yang tidak terlalu pandai, dan so pasti tidak masuk 'radar' anak kesayangan beliau. Namun saat aku menyabet peringkat 3 dari 200-an murid tiba-tiba semuanya berubah. Bu Darmi menyanjungku secara mendadak dan rutin di dalam kelas. Aku bangga sih. Hanya saja semua itu hanya berlangsung sekejap. Saat  aku kembali ke peringkat hampir ratusan. Beliau berhenti menyanjungku. Apa yang aku pelajari? Ya, di sebagian besar mata masyarakat, hasil pencapaian adalah tolak ukur dan segalanya.  Proses? Latar belakang? Niat dan motivasi? Alah telek pitik,  Mas! 

Namanya Pak Nedi. Guru bahasa Jawa. Beliau sangat keras dan galak. Tidak jarang tendangan dan pukulan meluncur dari beliau. Di awal kelas 2 aku duduk di paling belakang. Ya, area paling gawat yang isinya para lelaki yakuza dalam kemasan sachet. 
Gerombolan siberat chibi itu saat pelajaran suka riuh rendah kayak minion yang rebutan pisang. Aku (kayae) diem sih,  cuman tiba-tiba Pak Nedi memarahiku, beliau bilang gini "Gurune ngulang koe kok malah rame lan nggambar!!?" lalu membentakku dan menyuruhku pindah tempat duduk.  Pindah duduk ke depan. Di tempat cewek-cewek. Ya permanen. Ternyata pindah tempat duduk itu rasanya bagai surga dan neraka. Jiwa mesumku terpupuk sejak saat itu, fufufu. Ilmu Jawa yakni 'nrimo ing pandum' aku pelajari dari beliau. Baik, buruk, siapa yang tahu? 

Namanya Pak Slameto, guru kesenianku saat SMP. Kumisnya tebel, walau tak setebal kumisnya Mas Adam Inul. Selama tiga tahun mengajar kesenian, hanya ada dua kali menggambar. Sisanya? Pelajaran musik yang hingga hari ini tak bisa membuatku menjadi penyanyi tenar. Walau kala itu hobiku menyanyi dan maniak tampil di panggung, aku tak suka bermusik sebenarnya. Namun dibandingkan dengan semua mata pelajaran yang ada di SMP,  dua jam dalam seminggu pelajaran kesenian adalah surga dunia, pelajaran yang paling aku suka. Kami menari, kami bermusik, kami bernyanyi,  'Kokenut kokenut kelapa!!' that's was so fun! 

Namanya Pak Sugeng. beliau adalah guru matematikaku saat di SMK.  Orangnya galak gabungan antara Pak Nedi dan Pak Kaswandi. Beliau selalu memakai kemeja berlengan panjang. Dari kabar burung yang beredar di kelas, kemeja tersebut digunakan untuk menutupi tato naga yang berada di lengannya. Beuh ngeri bro! Galaknya gak ada obat, namun yang berkesan adalah beliau guru pertama yang bisa membuatku suka pelajaran yang paling aku benci, yakni matematika. Beliau cerdas, pola pikirnya tidak linear, dia bisa menyulap matematika menjadi puzzle yang menarik untuk dikerjakan. Sudah kayak Great Teacher Onizuka. 

Sejak saat itu aku bertemu dengan banyak guru dengan berbagai mata pelajaran dan perangai. Mereka semua seperti pensil warna yang menggoresku dengan berbagai ilmu, baik tersirat maupun tersurat. 

Terimakasih para guru! Bagiku jasamu lebih dari apapun yang bisa aku tulis di sini! 

Mujix
Setelah keluar dari sekolah, sosok 'guru keren dan terbaik' jatuh pada guru bernama pengalaman. 
Simo, 2 Desember 2023

Kamis, 16 November 2023

Coldplay dan Sepeda Motor di Ruang Tamu.

Malam ini timeline Twitterku (atau X-ku? Ga ena banget) bersliweran tweet Chris Martin main piano sambil berpantun. Iya berpantun. Aku tersadar kalau hari ini Coldplay konser di Jakarta. Aku terdiam sejenak mengingat beberapa bulan yang lalu, hari di mana semua orang hype mengenai konser ini. 

***

Beberapa bulan yang lalu. Aku berjalan menuju mushola untuk sholat isya di daerah Rs. Brayat bersama Geng Kobra. Ya kami berbicara random mengenai apapun. Dan tentu saja tiket Colplay. 

"Lhooh koe meh nonton, Ji!?" tanya salah satu anggota Genk. 

"Koyoe sih. Soale band ini nek konser sangar panggung'e!" jawabku dengan senang. 

"Wiih mantap, aku nggo pesen tiket nganti gae akun Bank anyar lhoo! Koe ra gawe sisan!?" tanyanya lagi. 

"Oralah. Aku santai kok! Misal ra entuk neng jalur reguler yo yowis! Hahaha"

Dan begitulah obrolan itu meluncur sampai jauh. Waktu terus berjalan menbawa sebuah impian baru, yakni keinginan untuk nonton Coldplay. 

Tiba hari H pemesanan tiket. Aku sudah masuk ke landing page loket. Memandang nanar layar komputer sambil berpikir ulang. Apakah ini tindakan yang benar?

Beban yang kurasakan saat ini berbeda dengan beban saat aku memesan tiket Westlife di Yogyakarta. Iya udah beda kota juga sih,  makanya beda nominal biaya juga. 

Pikiranku sekali lagi mengkalkulasi semua ongkos. Pikiranku sekali lagi mengimajinasi semua peristiwa. Biaya penginapan, biaya makan, biaya transportasi, semua bergumul bercampur dengan ekspektasi.

Yang semua itu berujung ke sebuah pertanyaan pamungkas. 

"Apakah aku akan BAHAGIA jika aku mengeluarkan uang sebanyak ini untuk sebuah kebutuhan tidak terlalu penting?"

Uangnya ada. Separuh tabungan uang reksadanaku lebih dari cukup. Iya bakal menguras tabungan. Tabungan yang kau cari dengan kerja keras serabutan tersebut. 

Lucunya, di keadaan yang sedang penuh konflik itu aku teringat kalimat di meme random timeline yang beredar di medsos. 

"Kalau masih parkir motor di ruang tamu, lebih baik jangan memaksakan diri nonton konser Coldplay!"

Mataku melirik ke ruang tamu. Dan motor Lexi Kejoraku terparkir di sana. 

"Ya Alloh,  cakep banget motorku!" Aku membatin lalu tersenyum kecut sambil menghela nafas panjang dan misuh pelan. 

"Gwej masih kismin bangssstt!"

Landing page tiket Colplay aku tutup dengan perlahan. Ya sudahlah. Aku jadikan konser ini sebagai cita-cita yang baru. Aku kembali menggambar kerja serabutan, sambil mendengarkan suara Chris Martin di Youtube.  

"When you try your best, but you don't succeed"

***

Waktu terus bergulir hingga malam ini datang. Saat melihat video itu aku teringat temanku. Aku yakin doi ada di salah satu penonton konser. Ingatanku kembali mengalir. Ternyata keputusanku menunda pembelian tiket itu sebuah keputusan yang benar. 

Beberapa bulan yang lalu adiku terkena masalah keuangan gara-gara (katanya) pinjol dan (kemungkinan) judi slot. Dua hal tersebut menghantam mental kedua orang tuaku tanpa ampun. Hutangnya puluhan juta! Dan solusi instannya adalah tabungan reksadanaku! 

"Could it be worse?"

Dan kalian kira-kira sudah tahu kan bagaimana endingnya? Yap benar!  Tanpa melihat konser Coldplay-pun uang reksadanaku tetap terkuras! 

Lalu pertanyaannya jadi beda lagi ini. 

"Apakah aku akan BAHAGIA jika aku mengeluarkan uang sebanyak ini untuk sebuah KEBUTUHAN PENTING?"

Jawabannya TIDAK! aku tidak bahagia mengeluarkan uang puluhan juta untuk menutupi hutang tersebut. Walaupun itu kebutuhan yang penting buat keluargaku. Aku tidak bahagia babar blass. Isine emosi tok!!

Namun, aku sadar. Hidup emang perduli siapa yang bahagia atau siapa yang tidak bahagia?

Fokus utama dalam permasalahan ini sebenarnya adalah mental kedua orang tuaku. Bapak stress. Mamak sering menangis. Jika problem ini terus berlanjut dalam tempo yang konsisten di jangka waktu yang lama, semua orang tahu ke arah mana masalah ini akan berlabuh. Ya, ke masalah gangguan kesehatan. 

Berbekal keinginan agar mereka berdua tetap sehat dan bisa bahagia, uang tersebut akhirnya tetap aku gunakan untuk membereskan hutang tersebut. 

Dan begitulah drama tiket konser Coldplay ini berakhir. Suka atau tidak suka, uang yang seharusnya pergi akan tetap pergi. Terlepas dirimu bahagia atau tidak! 

"Lights will guide you home"

Mujix
Terus burn out dong. Apalagi kerjaan mulai random. Was was juga soale uang di tabungan dana daruratku buat apapun itu udah gak ada, sebagian berubah jadi kayu warisan di kebun. Wkwwk
Simo, 16 November 2023

Kamis, 13 Juli 2023

Soto Bakso

Pagi ini aku terhenyak melihat sebuah adegan terlarang. Adegan terlarang nan haram itu berupa ditumpahkannya kuah bakso ke dalam soto! Parah!  Dan sialnya aku membeli Rp.10.000! Atau bisa dibilang dua porsi! 

Apalagi saat ada beberapa butir bakso yang hampir ikut tersapu ke dalam soto. Ini adalah mimpi buruk!

***

Semuanya bermula dari pagi ini, aku berada di Pasar Simo untuk belanja-belanji walaupun uang mepet. Target shopping kali ini adalah makanan kucing, shampoo kucing, dan lauk pauk beberapa snack untuk menemani kerja. 

Makanan kucingku habis. Para juragan sangat lapar. Hanya saja entah karena makanannya atau emang gaya hidup nasib Shiro masih diare. Nah untuk kali ini aku membeli makanan kucing yang berbeda. Semoga saja bisa sembuh. 

Lauk pauk kali ini KFC palsu yang harganya murah tapi enak. KFC asli satu potong 20K. Nah kalo beli KFC palsu uang segitu dapat empat potong. Otak hematku yang sedang sepi job semakin terasah akhir-akhir ini. 

Nah tak terlalu jauh dari penjual KFC palsu ada warung makan. Warung itu berada di samping tempat parkir dekat bagian kios ikan-daging. Aku sejak dulu penasaran dengan tempat itu. Lalu aku melihat sekilas menu yang tertempel di gerobak. 'Wah ada Soto, Bakso, dan Mie Ayam'. Hmmm nice,  Cukup komplit untuk sebuah warung kecil di Pasar. 

Aku bergegas mengendarai motor ke tempat tersebut. Suasana terlihat lengang. Beberapa sudut ruangan terlihat kusam. Di meja tak terdapat gorengan, roti, atau apapun yang biasanya jadi camilan saat makan soto. 

Aku segera memesan soto sambil mengeluarkan uang. Dahiku mengernyit heran. Jika ada menu mie ayam, bakso,  dan soto seharusnya ada tiga kuali dong. Kok cuman ada satu ya!? 

Penjual yang seorang ibuk-ibuk paruh baya itu menaruh berbagai macam irisan bahan soto ke dalam plastik. Ada touge,  irisan kubis,  bawang, dan sedikit suiran ayam. Pikiranku masih melayang menunggu sebuah konklusi, yaitu kuahnya bakal diambil dari kuali yang mana. 

Tanpa ragu sang penjual membuka satu-satunya kuali di dekat gerobak. Tampaklah sebuah pemandangan yang menyeramkan. Di dalam kuali itu tampak uap menggumpal dari air yang mendidih. Di atas air mendidih itu ada semacam tempat khusus buat bakso. Dan yah,  kalian benar. Warung itu memakai satu kuali yang sama untuk bakso, soto dan sepertinya juga Mie Ayam!?

Pagi ini aku terhenyak melihat sebuah adegan terlarang. Adegan terlarang nan haram itu berupa ditumpahkannya kuah bakso ke dalam soto! Parah!  Sebuah penistaan! Aku ingin menghujat penjualnya, namun niat itu aku urungkan. 

Aku menggertakkan gigi menahan amarah dalam diam, Soto itu sudah berada di tanganku. Segera saja aku meluncur kembali ke rumah. Aku masih mencoba untuk berprasangka baik dengan asumsi bahwa 'ini akan menjadi soto yang unik nan aesthetic'. 

Mangkok besar aku siapkan untuk memindah sang soto. Kutumpahkan perlahan. Aku mengambil mangkok kecil dengan nasi porsi sedang. Kuah soto kuguyur ke nasi sarapanku tersebut. 

Suapan pertama meluncur ke mulutku. Nyam-nyam-nyam. Aku kunyah dengan perlahan. Dan benar saja. Sensasi citarasa dimulutku ini terlihat sangat asing. Seperti alien yang tiba-tiba nongol di siang bolong pakai kaos partai.

Dan,  benarlah apa yang aku duga. Makanan ini bukanlah Soto. Makanan ini lebih tepatnya kuah bakso yang diberi ampas soto. Aku sedikit emosi pagi ini. Suka tidak suka menu makanan aneh itu tetap aku habiskan. 

Asumsiku bahwa 'ini akan menjadi soto yang unik nan aesthetic' memang benar. Hanya saja asumsi tersebut menggiringku ke sebuah kesimpulan pahit. Yakni, aku gak akan beli soto lagi di tempat tersebut. 

Di dalam hidup kadang ada aja kejadian yang memang tidak bisa dikompromikan. Di Soto Betawi adanya santan dan emping memang aneh, tapi tak seaneh ini. Maaf, sotomu bukan seleraku, Bu. 

Mujix
Orang yang mencintai Soto bagai orang tua yang mencintai anaknya. 
Simo, 15 Desember 2023