“Aku yo tau ji,
nggeblak goro-goro mikir masalah lan beban moral!” ungkap Mbah Pri malam itu sambil menyenderkan
tubuhnya di dinding tembok warung berwarna hijau. Aku sedikit tertegun.
Beberapa menit yang lalu aku membicarakan tentang kepayahan fisik saat kerja
bakti di kampung. Kerja bakti yang hampir membuatku pingsan itu tuh.
“Opo iyo pak!? Kapan
kui?” tanyaku sedikit kaget. Malam ini aku meluangkan waktu untuk mampir ke
warungnya Mbah Pri. Suasana warung susu
segar Mbah Pri malam ini tidak terlalu ramai seperti malam minggu di beberapa
bulan yang lalu. Iya. Aku memang menghampiri warung susu tersebut tidak di
malam minggu lagi. Malam Senin. Aku datang di malam senin dengan harapan dapat
berbincang lebih personal dengan Mbah Pri. Penjual susu segar legendaris
kebanggaan mama papanya di kampung.
“Pas jaman lebaran
taun wingi, aku wis sadar sih yen ameh semaput” jawabnya terkekeh-kekeh
menertawakan dirinya sendiri. Lucu, soalnya aku berpendapat orang yang bisa
menceritakan ‘kemalangan diri sendiri dengan riang gembira’ itu pertanda sang
empunya cerita sudah sangat dewasa baik secara mental dan moral. Yah, Mbah Pri
emang cukup tua sih. Walaupun secara umur belum terlalu tua, kira-kira beliau
berumur 40-an tahun. Hanya saja uban yang tumbuh subur di kepala membuat dia
tampak terlihat cukup pantas untuk dipanggil ‘Mbah’.
“Lha bar mangan toh
ngerti-ngerti kabeh peteng, terus tangi aku wis ono rumah sakit” lanjutnya
sembari sesekali pergi ke ‘meja kerja’ untuk membuatkan pesanan para pembeli.
“Kok iso ngono yo
pak!?” aku hanya bisa bertanya dan terus bertanya. Apalagi jika mengingat
pandangan mataku yang mulai kabur gara-gara sedikit kelelahan hari ini.
Buat yang belum tahu, warung susu Mbah Pri berlokasi di
Pujasari, tempat dimana banyak lukisan di jual di daerah Sriwedari. Beliau buka
mulai jam 18.00 WIB sampai hampir tengah malam. Kalau boleh jujur, susu segar
yang Mbah Pri jual, sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan susu-susu segar lain di luar sana. Hal
penting yang menjadi kelebihan susu segar Mbah Pri adalah keramahannya dalam
melayani pembeli, apalagi jika pembelinya adalah sesosok cowok kribo berhati
galau semacam aku.
“Yo iso nu ji! Yen
nduwe masalah mbok piker abot terus otak, ati, lan awakmu ora kuat, yo dadine
ngundang penyakit. Contone penyakit jantung!”.
Mak dheg!
Hatiku berdesir saat Mbah Pri mengatakan hal tersebut.
Percaya atau tidak, aku beberapa kali merasa pernah mengalami hal tersebut.
Nyaliku sedikit menciut, lalu dengan sedikit ‘alasan kecil’ ingin membalas SMS,
aku segera berpindah kursi untuk menenangkan pikiran.
Aku sepertinya benar-benar cukup kelelahan. Bertemu banyak
orang di satu hari yang sama itu ternyata menyita banyak energi kehidupan.
Adududuh. Segera saja kualihkan pandanganku ke segala arah.
Entah sejak kapan aku sudah terbiasa dengan semua rupa yang
ada di warung tersebut. Dinding berwarna biru pucat, sticker lawas bin jadul
tertempel di langit-langit, hingga lukisan singa karya salah satu pelanggan
yang katanya teman dekat Mbah Pri. Pokoknya tempat ini benar-benar tempat
dimana time slip bukan hanya sekedar
mitos belaka. Btw, mitos kui panganan opo toh?
Namun prosesiku untuk menenangkan pikiran tidak berlangsung
lama. Entah sejak kapan, tiba-tiba saja aku sudah berpindah kursi lagi dan
nongkrong tepat di depan Mbah Pri lagi.
Kampret!! Sepertinya gara-gara godaan buat pamer buku komik
tadi tuh yang menyeretku kembali lagi ke posisi yang ini.
Dan tentu saja obrolan itu berlanjut. Aku sudah bersiap
untuk mengalihkan fokus ke tempat lain agar kelelahan di tubuh manusiaku ini
tidak lagi menjadi-jadi. Ambil napas panjang dan bersiap mendengarkan
kelanjutan cerita Mbah Pri tentang ‘penyakit jantung’.
“Tapi saiki aku wis
ora mikir abot koyo mbiyen ji! Aku sadar yen kabeh neng awak kui yo nduwe
batese dhewe-dhewe.” Aku tercekat. Loh,ternyata bukan keluhannya tentang penyakit lagi.
“Pokokmen yen ketemu
masalah sing aku wis ora nyadak langsung tak culke terus tak pasrahke karo Sing
Gawe Urip” Mbah Pri berkata hal yang sangat wise, uaoh. Apa yang dikatakan Mbah Pri kali ini sejalan dengan apa
yang aku lakukan beberapa hari ini.
Kalimat dari Mbah Pri
yang berbunyi “aku wis ora nyadak
langsung tak culke terus tak pasrahke karo Sing Gawe Urip”, di kamusku
berubah menjadi kalimat “Wis sak karep-Mu
lah!!”.
Pengen jadi komikus
top tapi entah kenapa jalannya kok terjal sekali. “Wis sak karep-Mu lah!!”.
Bermimpi mbak mantan hamil dengan perut buncit entah
gara-gara siapa. “Wis sak karep-Mu
lah!!”.
Tidak punya banyak uang gara-gara harus memperbaiki komputer
dan sepeda motor. “Wis sak karep-Mu
lah!!”.
Menggambar komik di Instagram yang nge-like dikit terus
enggak ada yang follow. “Wis sak karep-Mu
lah!!”.
Pengen punya pacar secantik Maudy Ayunda tapi enggak
kesampaian “Wis sak karep-Mu lah!!”.
“Wis sak karep-Mu lah!!”.
“Wis sak karep-Mu
lah!!”.
“Wis sak karep-Mu
lah!!”.
“Wis sak karep-Mu
lah!!”.
“Wis sak karep-Mu
lah!!” adalah kata-kata andalan akhir-akhir ini agar peristiwa jatuhnya
Mbah Pri gara-gara beban pikiran tidak terjadi padaku.
Sedikit kasar sih. Namun masih memiliki makna yang sama kok.
Berpasrah diri kepada Illahi dan berharap agar diberi kekuatan untuk menjalani
hidup ini. Beneran, menjalani saja. Karena hidup bukan ‘musuh’ yang kata orang
banyak harus ‘dihadapi’.
Okey Mbah Pri. Kapan-kapan obrolannya dilanjut lagi
ya?
Tiba-tiba Mbah Pri muncul dipikiranku sambil bilang “Wis sak karep-Mu lah!!”.
Mujix
Pemuda yang sedang menjalani profesi sebagai komikus.
Doain
jadi komikus tenar , sukses, dan member manfaat untuk orang banyak ya Gaes.
“Wis sak karep-Mu lah!!”.
Kerten, 09 Mei 2016.