megamendungkelabu

Minggu, 30 Oktober 2016

Roda di Kandang Hamster.

Jika ada yang bilang kalau 'urip kui mung mampir ngombe', bisa diartikan kalau dia seorang pemabuk. Jika dia tidak mabuk minuman keras, setidaknya dia mabuk keadaan (mendem kahanan), mabuk wanita (mendem wedokan), atau setidaknya mabuk cairan printer saat dikejar deadline setor revisi skripsi. Nah. Itu. Aku banget.

'Urip kui mung mampir nggambar!'. Ya, 'menggambar'! Bukan 'minum'! Kata 'minum' memiliki sebuah premis atau motivasi yang jelas, yaitu 'haus'. Satu kata penting yang tidak dituruti maka kematian adalah jawabannya.

Padahal, semua manusia hidup di dunia ini berawal dari ketidaktahuan. Yak, mereka datang tiba-tiba tanpa tujuan yang jelas dan diprogram untuk selalu 'haus' akan sesuatu.

Mungkin itulah sebabnya pepatah yang beredar selalu memakai kata 'ngombe'! Bukan 'ngantor', 'ngomong',  apalagi 'nggambar'. Kenapa? Karena menggambar adalah sebuah aktivitas yang sulit.

Jangan pernah menyuruh 'orang yang tidak bisa menggambar' untuk menggambar. Karena buatnya aktivitas tersebut merupakan mimpi buruk.

Kecuali 'orang yang tidak bisa menggambar' itu memiliki keinginan untuk menggambar. Yah. Keinginan saja sudah cukup. Skill bisa diperoleh dengan kerja keras, namun keinginan hanya bisa didapatkan oleh hati yang mawas diri.

Beberapa orang mengartikan 'keinginan' dengan kata 'passion', 'alasan', 'panggilan jiwa' atau setidaknya 'motif'. Tanpa hal tersebut, seorang seniman besar hanya akan menjadi pecundang untuk dirinya sendiri. Apalagi jika kamu belum menjadi seorang 'seniman besar'. Meeeehhhh.

Kehidupan seseorang yang kehilangan passion bisa diibaratkan hamster yang tengah berlari di lingkaran besinya. Monoton. Hanya ada rasa lapar dan sebuah pelarian tiada henti.

Nah apa yang akan terjadi jika hamster itu kamu?

Mujix
Sedang berada di Sriwedari.
Nonton Koes Plus dan mencoba meluruskan banyak hal.
Mujix, 3 November 2016

Kamis, 27 Oktober 2016

Charger

Akhirnya gak jadi nonton The Mudub. Hujan dari sore itu memporak-porandakan rencanaku hari ini. Kecewa dan sedikit menyesal karena harus mengorbankan waktu dua hari selama di Solo.

Harusnya aku di rumah.
Harusnya aku bisa menyelesaikan pekerjaan.
Harusnya...
Harusnya...

Aku harus melakukan 'sesuatu' agar kata 'harusnya...' itu tidak muncul terus di kepala yang mulai kelelahan ini.

Nah, sesuatu yang kulakukan adalah.... Ke Solo Square menonton Dr.Strange 3D. Filmnya bagus. Visualnya top! Cerita dan alurnya standar. Tapi banyak jokes yang berhasil membuatku tertawa.

Perasaanku membaik dengan perlahan. Setidaknya tidak seburuk beberapa jam sebelumnya. Di sepanjang jalan pulang menuju kontrakan aku terus saja berpikir dan mempertanyakan banyak hal.

Keadaanku saat ini bagai smartphone yang sedang lowbat. Yah masih bisa beroprasi seperti biasa namun harus menggunakan energi listrik dengan bijak agar tidak mati mendadak.

Dan kamu tau apa yang lebih buruk dari 'smartphone lowbat'?

Kelupaan bawa charger dan tidak tahu harus pinjam siapa. Yah intinya sih, tinggal nungguin smartphone mati atau secepat mungkin nemu charger untuk mengisi daya.

Mujix
Kalau kata seorang teman sih 'bahagiakan dirimu sendiri sebelum kamu membahagiakan orang lain'
Simo, 27 Oktober 2016

Rabu, 26 Oktober 2016

Dilema

Akan ada masa dimana kamu ingin kerja saat sedang liburan, dan pengen liburan saat sedang kerja. Perasaan itu sangat rumit. Semua pilihan terlihat brilian, semua pilihan tampak lebih baik.

Namun dari pengalaman yang sudah-sudah. Ketika suatu keputusan telah diambil ada kalanya keputusan tersebut berjalan tidak sesuai rencana. Semacam mengalami variasi yang begitu dinamis, atau berakhir dengan begitu buruk karena satu dan lain hal.

Jadi yang terjadi saat ini adalah: aku galau diantara dua pilihan, ingin pulang ke rumah untuk mengerjakan komik atau nonton The Mudub nanti malam di Muara Market. Btw aku udah di Solo dari hari Sabtu kemarin (dan postingan ini ditulis hari Rabu minggu berikutnya.)

Sebenarnya sudah ada tindakan alternatif untuk menjembatani dua pilihan tersebut. Aku bisa di Solo untuk menonton The Mudub asal kerjaanku bisa selesai dikerjakan di sini (tentu saja tanpa ruang kerja kesayangan dan tambahan biaya hidup sehari-hari.)

Tentu saja aku memilih keputusan tersebut. Hanya saja pekerjaan yang aku maksud baru terlaksana separuhnya saja. Kampreeet!

Mujix
Mau nonton Dr.Strange.
Sedikit belagu gara-gara dapat rejeki dadakan dari kerjaan storyboard iklan toko emas. Wkwkwkw
Kerten, 26 Oktober 2016

Senin, 24 Oktober 2016

Ketika Tidak Bisa Memeluk Angin

Ketika tidak bisa memeluk angin, genggamlah udara yang masih bisa kau hirup.

Ketika tidak ada tangan yang digenggam, cobalah bertumpu dengan kayu yang kau temukan tadi pagi.

Ketika matahari datang terlambat, tetaplah kau bangun dan menanak nasi untuk hari ini.

Mujix
Laper. Lalu aku memesan nasi goreng dan memakannya dengan sejuta tanya di kepala.
Kerten, 24 Oktober 2016

Sabtu, 22 Oktober 2016

Tiga Jam Laknat

Membosankan. Itu kata kedua yang muncul di kepalaku pagi ini. Kata pertama hanya sebuah pengingat kalau aku harus mewarnai komik Si Amed untuk edisi besok, btw udah sampai episode 80. Banyak sekali.

Jangan abaikan postingan ini!!! Ada sebuah fakta baru yang mencengangkan!!! dibutuhkan waktu hampir 3 jam untuk mewarnai dan mengedit komik Si Amed!!!!

Bagaimana? Caption-nya udah kayak postingan yang viral di FB belum!? Yah, Info yang sangat menarik bukan?! Atau malah membosankan!?

Begitulah. Apabila kamu memandang dari posisi seorang fans yang peduli dan cinta mati sama Si Amed, fakta tersebut sangat menyenangkan. Semacam 'wah gitu ya?' momen.

Lain ceritanya kalau kamu melihat fakta tersebut dari sudut pandang sang kreator. Informasi semacam itu tidak terlalu penting. Apaan!? Toh ketika komik gratisan itu kelar, masih ada kerjaan komik lain yang harus digambar.

Kurasa itu sebuah contoh sederhana yang tepat untuk menggambarkan kehidupanku pagi ini. Yah, anggap saja aku sedang sedikit bosan dengan semua hal di kehidupanku.

Kenapa membosankan? Tidak akan aku beritahu, namun jika kalian menanyakan kabar, akan kujawab 'semuanya baik-baik saja'!

Tiga jam untuk mewarnai komik Si Amed, mungkin hanya butuh waktu tak lebih dari 30 detik untuk membacanya. Kalau dipikir-pikir menyebalkan sekali.

Makanya gak usah dipikir. Digambar dan dibaca aja. Mikir isi ATM yang limit aja udah mengeluh pusing, ini lagi mikirin fun fact tentang Si Amed.

Baiklah, balik ke topik soal 'membosankan'. Harus aku akui, terjebak di sebuah pekerjaan memang terkadang membosankan, apalagi jika pekerjaan itu memakan banyak waktu serta tenaga (dan juga perasaan cintah. Ea). Nah yang jadi pertanyaan 'kenapa harus tiga jam'? Bukankah bisa hanya 30 menit saja kalau aku mau?

Dan ternyata aku tidak mau. Mungkin ini adalah latar belakang yang menjadi rahasia dibalik proses pengerjaan komik Si Amed. Sebuah alasan yang mungkin sedikit sentimentil. Udah siap?

Aku sedang membuat karya besar! Itu adalah pondasi awal yang aku pijak setiap membuat sesuatu.

Komik Si Amed reguler yang tayang setiap minggu buatku bagai 'Master Roshi' yang sedang membimbing Goku dan Krilin di komik Dragon Ball-nya Akira Toriyama.

Jika Master Roshi menyuruh Goku dan Krilin mengantar susu setiap pagi, maka komik reguler Si Amed menyuruhku membuat komik rutin setiap minggunya.

Serupa namun tak sama.

Proses mewarnai komik Si Amed agak memakan waktu lama dikarenakan gambarnya yang ruwet.

Tiba-tiba ada Raisa nyeletuk, 'Kenapa harus ruwet, Kak Mujix yang unyu?'

Kenapa? Soalnya aku sedang berusaha membangun dunia komik yang kompleks. Aku terinspirasi komik-komik Eropa yang sangat pandai merekam 'kehidupan' di tiap panelnya.

Mereka menggambar jalan.
Mereka menggambar rumah.
Mereka menggambar jalanan yang macet gara-gara para manusia kebelet pengen membangun rumah.

Namun sayang mereka tidak menggambar siapa jodohku kelak di masa depan. Eleuuuh... Elehuuuh.

Nah, aku juga ingin seperti mereka.
Di komik reguler minggu lalu, aku menggambar kebun binatang. Berulang kali mentok cari referensi gambar Tapir hanya untuk sebuah komik tentang kerukunan umat beragama.

Tapir! Aku menggambar TAPIR, sodara-sodara!! Komikus lain udah naik level membuat comic motion dan diunggah mingguan, aku masih diribetkan dengan hal yang bernama 'menggambar Tapir'!!!

Aku skip sejenak urusan si Tapir. Nah, kenapa aku harus repot-repot seperti itu? Dan tentu saja jawabanku masih sama seperti kalimat di atas.

Karena aku sedang membuat karya besar.

Dan aku enggak rela kalau Si Amed harus hidup di dunia tanpa kehidupan. Seperti itu. Dan level ini harus aku naikkan agar dunia 'Si Maniak Bakso Bakar' itu makin tertata rapi.

Kurasa itu harga yang harus aku bayar. Untuk membuat komik yang kelak menjadi 'karya besar' aku harus bertarung dengan tiga jam laknat itu. Bwahahaha.

Tiga jam laknat!? Kejam sekali aku saat membuat istilah. Yah, gak selebai itu sih. Enggak semua waktu tiga jam itu menyebalkan. Ada berbagai 'celah kecil' yang sebenarnya moment berharga serta menyenangkan.

Celah kecil itu sudah aku ketahui sejak lama. Lama sekali, terlalu lama sendiri, hingga berbagai celah itu datang dan membuatku bertahan di setiap proses berkarya.

Mungkin berbagai celah itu terlihat sepele di mata orang lain. Namun percayalah, segala hal besar di dunia ini tercipta dari hal-hal yang sepele.

Musik. Mendengarkan musik adalah aktivitas yang mengubah segalanya. Andaikata menemukan daftar lagu yang tepat, niscaya tidak ada kata bad mood ataupun artblock.

Playlistku akhir-akhir ini adalah Bruno Mars berjudul 'When I was Your Man' dan Orkes Melayu New Scorpio berjudul 'Aku dikiro Preman'.  Perpaduan yang awesome sekali. Hokya.

Pendapat pribadi sih, namun bagiku, musik adalah media penjaga mood yang paling ampuh. Yah ambil sebuah pekerjaan, buka folder music, ikuti jeritan hatimu yang tengah kehausan, lalu play. Terus kerjain.

Bosen satu lagu, segera ganti lagu yang lain. Gitu terus ampe dunia bisa bersatu dalam damai dan tidak ada penderitaan.

Dan tiga jam laknat itu yang mulanya sangat membosankan bisa berubah menjadi sangat menyenangkan. Itu baru satu celah kecil yang bernama 'musik'. Masih ada celah-celah lain yang sebenarnya asik untuk aku ceritakan kepada kalian. Namun kurasa lebih baik di lain kesempatan.

Banyak kesempatan yang muncul saat aku terjebak di komik reguler Si Amed bersama tiga jam laknat tersebut. Bisa saja aku bosan dengan semua hal tersebut dan memutuskan untuk berhenti sama sekali.

Ya, semacam menutup tab close saat kamu browsing internet atau meng-klik tombol stop saat kamu memutar film donlotan.

Namun aku tidak melakukannya. Sepertinya ada sesuatu nun jauh di sana memberitahu kalau semuanya akan baik-baik saja. Toh, andaikata berakhir burukpun sebenarnya tidak apa-apa. Anggap saja semacam 'menelan pil pahit kekalahan'.

Baru terjebak di sebuah aktivitas membuat komik selama tiga jam saja sudah 'sok drama' membuat postingan sepanjang ini, bagaimana rasanya jika terjebak di sebuah kehidupan selama 28 tahun!!??

Apalagi jika kehidupan selama 28 tahun itu berjalan tidak terlalu sesuai dengan master plan yang sudah dirancang.

Kesal? Tentu saja.
Sedih? Pastinya.
Bosan? Absolutly yes!

Apakah aku ingin berhenti semacam memencet tombol shut down saat komputer error? Tidak!

Karena aku sedang membuat karya besar. Hidupku mungkin mirip komik Reguler Si Amed yang tayang setiap minggu. Hanya saja, Master Roshi-nya adalah diriku sendiri.

Mungkin kata 'membosankan' yang muncul saat bangun tidur pagi ini semacam pertanda kalau hidupku sedang sangat artblock gara-gara  bad mood yang berkepanjangan.

Aku harus menemukan 'celah kecil' tersebut atau aku akan berada di tempat ini selamanya. Nah, sekarang pertanyaan yang paling penting.

Apakah 'celah kecil' itu sudah ketemu?

Mungkin sudah. Atau mungkin belum. Sepertinya aku masih bingun menemukan 'lagu yang pas' di folder kehidupanku.

Kurasa aku membutuhkan waktu beberapa saat untuk menjawab pertanyaan ini. Sampai kapan?

Tidak akan aku beritahu, namun jika kalian menanyakan kabar, akan kujawab 'semuanya baik-baik saja'!

Mujix
Sedang ulang tahun dan sedang mencuri waktu untuk menulis curhatan berjudul 'tiga jam laknat' di wedangan Jln.Slamet Riyadi.
Solo, 22 Oktober 2016

Jumat, 21 Oktober 2016

Kenangan yang Menyenangkan

Aku enggak tahu harus bercerita apa lagi di postingan ini. Beneran, beberapa hal yang penting sudah aku tulis via twitter. Beberapa sudah ter-dokumentasikan di FB. Sisanya aku biarkan menggumpal di pikiran.

Entah kenapa akhir-akhir ini aku agak susah untuk mendongeng tentang apapun. Buat yang ingin bertanya kabar, intinya keadaanku baik-baik saja. Punggung sedikit ngilu gara-gara kerja bakti kemarin. Kurasa mengangkat adukan semen dan pasir dengan tubuhku yang rapuh ini bukan pilihan bijak saat kerjaan mulai menggila.

Aku masih sibuk dengan banyak hal. Beberapa hal sangat penting, dan beberapa hal lainnya mungkin terlihat  useless di mata orang lain. Dan seperti biasa, aku tidak perduli.

Semakin ke sini, semakin banyak hal yang berubah di sekitarku. Satu hal yang paling mencolok terlihat adalah usia. Hari ini adalah hari terakhirku di usia 27 tahun. Tinggal dua tahun lagi menuju usia kepala tiga. Mengkhawatirkan.

Aku mungkin salah satu dari sekian pria yang mengkhawatirkan hal yang keliru. Pria-pria di luar sana mungkin gelisah mengenai pasangan, uang yang belum lancar, atau status sosial yang tak kunjung membaik.

Aku juga mengkhawatirkan hal-hal seperti itu. Namun ada satu topik lagi yang menggangguku akhir-akhir ini. Tema sensitif itu bernama 'kenangan'.

Tadi malam aku terus terjaga dengan pikiran kemana-mana. Kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya aku tidak memiliki kenangan menyenangkan yang terlalu banyak. Apalagi jika ditanyakan secara jujur kepada diri sendiri. Ada beberapa namun tidak terlalu banyak.

Sial. Nulis postingan melalui gawai memang praktis tapi rawan salah ketik.

Mujix
Semoga dilancarkan dan diberi yang terbaik. Gusti Allah (kalau beneran ada) ora sare. Amieeen!
Simo, 21 Oktober 2016

Senin, 17 Oktober 2016

Kisah angin dan Tukang Kebun yang tak memiliki Pohon.

Jadi. Pertengahan bulan Oktober ini, dia mau nikah. Yah, memang sudah seharusnya gitu sih.

Beberapa hal yang berkecamuk di dada mengenai dia sudah aku padamkan sejak lama. Api yang membakar kayu itu sudah menjadi abu. Abu itu kini aku pandangi dengan seksama sebelum hilang tertiup angin.

Kisah cintaku dengan dia memang salayaknya angin yang meniup keningmu saat panas terik. Datang tiba-tiba, mengusap lembut dengan segala kesalahpahaman dan pergi begitu saja meninggalkan sejejak rasa nyaman di dalam dada.

Penyesalan mungkin memang ada. Bohong jika kubilang aku baik-baik saja tanpanya. Sedikit luka itu masih ada. Kecil seperti sayatan kertas saat   fokusmu teralihkan oleh yang lain.

Teralihkan oleh yang lain, teralihkan oleh cinta yang lain, yang lebih dingin dan lebih tinggi namun tak teraih. Jangan salahkan siapapun ketika ikatan yang mulai kencang itu perlahan memudar.

Kemudian terlepas dan singgah di lelaki yang lebih tepat. Dan mungkin lebih baik.

Sudah saatnya membuka lembaran baru. Lembaran yang saat ini entah ada dimana itu mungkin juga sedang menungguku dengan risaunya.

Sudah cukup. Abu itu akan kubuang di kebun depan rumah. Beberapa benih impian memerlukan pupuk agar mereka tumbuh subur dan menjadi pohon yang besar.

Dan saat aku memiliki pohon yang besar, aku bisa menikmati angin sepoi yang bertiup perlahan itu kapanpun. Terimakasih untuk banyak hal.

Mujix
Sebuah ruang kosong yang menunggu pemiliknya kembali.
Simo, 17 Oktober 2016

Kamis, 06 Oktober 2016

Atmosfer Awal Oktober

Sudah bulan Oktober lagi. Tinggal 16 hari lagi aku berada di usia 27 tahun. Itu artinya aku makin jauh meninggalkan masa muda yang menggelora. Perjalanan menuju usia yang ke 28 ini sedikit menakutkan. Berbagai hal yang membuatku cemas datang dan pergi silih berganti. Atmosfer negatif di sekitarku ini semakin pekat semenjak permasalahan komputer yang rusak beberapa bulan yang lalu. Sekarang sudah waras sih, hanya saja peristiwa itu meninggalkan banyak sekali pertanyaan yang belum terjawab hingga hari ini.

Keadaanku sekarang cukup rumit. Entah sudah beberapa kali aku tersandung dan terjatuh hingga harus terpaksa berhenti. Yah. Pastinya fase berhenti adalah fase yang tepat untuk beristirahat. Makanya hari ini aku enggak ngapa-ngapain. Baca komik, makan, tidur, dan bikin sesuatu yang enak seperti mie rebus pake telor. Entah sampai kapan. Mungkun besok pagi aku akan memulai rutinitas itu kembali.
Selamat beristirahat ya gaes. Doakan aku baik-baik saja. Masih banyak impian yang belum terwujud soalnya.

Mujix
Submisi untuk Silent Manga Audition-nya udah selesai lhooo. Semoga aja menang. Kalo juarakan bisa punya tabungan buat nikah. Nikah sama siapa? *kemudian hening.
Simo, 6 Oktober 2016

Kopi hitam dan Televisi Nenek

Kopi hitam oleh-oleh dari Bogor kemarin tinggal dua bungkus. Kuseduh beberapa jam yang lalu dan sekarang sudah menjadi dingin. Kopi itu menemani petang ini yang  kuhabiskan bersama nenek. Kami berdua menyaksikan dagelan Kirun CS di Youtube. Hal itu aku lakukan semata-mata ingin membuat hati nenekku senang.

Sudah beberapa hari ini televisi rusak. Sebenarnya masih bisa menyala sih, cuman kampret-nya hanya ada dua stasiun televisi yang bisa disaksikan, TVRI Jawa Tengah dan Indosiar. Itupun kemresek dan banyak 'semut'-nya. Televisi rusak sedikit banyak kurasa mempengaruhi kebahagiaan nenekku. Aku sedikit yakin, tayangan di Youtube itu membuat nenekku bahagia. Semoga saja.

Mujix
Sedang kehilangan sesuatu yang sangat penting. Rasanya sangat perih. Semoga saja Baju hijau kesayangan itu tidak merindukanku.
Simo, 6 Oktober 2016