megamendungkelabu

Minggu, 20 Februari 2022

Stok Premis Cerita Pendek

Sarung tangan. Sarung tangan baru yang sempit. Digunting biar enakan. Masih sempit. Di taman Klego saat sarapan soto aku memakai sarung tangan itu dalam keadaan terbalik. Lho kok pas?  Ternyata salah tempat dalam memakainya. 

Awan kinton impian. Awan kinton di dragon ball. Aku galau di depan dealer yamaha. Flashback ke masa lalu. Sumpah beli motor dua. Dendam karena miskin. Kemana-mana jalan kaki, naik bis. Minder parah. Bisa beli sepeda angin dari uang kerja freelance. Baru dipake beberapa bulan lalu hilang. Balik lagi menjadi pengembara. Sering ditawari naik motor. Bahkan sama mbak tuan putri. Harga diri remuk redam. Akhirnya masuk ke dealer. Situasi sepi. Tak ada display motor. Agak ragu. Namun nekat ke meja kasir. Dilayani mbaknya. Yakin beli type Lexi?  Flasback lagi ke masa lalu. Sejak saat itu mulai menerima keadaan walau pahit. Membuang waktu di jalan. Hati sakit ditanyain 'kok gak naik motor'.  Mualnya perut dan pikiran saat di dalam bus. Hidup paling memuakkan. Namun it's oke. Suatu siang yang panas saat pulang kerja. Saat nunggu bis ambil flyer motor yamaha Lexi dan Nmax. Gak kebayang bisa beli. Pokoknya ambil aja dulu. Kredit gak mungkin,  cash tambah gak mungkin. Motor adalah Mission Imposible. 

Minggu, 13 Februari 2022

A nightmare on the street (1)

Perjalanan bermotor paling menyiksa adalah berkendara di malam hari saat hujan dengan keadaan mata minus. Aku mengalaminya lagi tadi malam. 

Berkunjung ke rumah Arifin di Nogosari malam itu adalah ide yang cukup buruk dengan semua situasi yang aku jabarkan di atas. 

Rumahnya berada di desa pelosok di pinggir sawah. Akses jalanan yang rusak dan gelap benar-benar bagai landscape uji nyali dan test drive kemampuanku dalam mengendalikan motor. 

Alhasil kecapatanku berkendara tak pernah lebih dari 35KM/jam. Aku terpaksa berkendara di malam hari karena sore hujan deras mendadak. Dan dilanjutkan dengan gerimis yang ternyata awet hingga malam. Belum lagi minus mataku yang mengganggu.

Mataku minus entah sejak kapan. Namun yang pasti mulai tahun lalu aku memakai kacamata untuk perjalanan bermotor. Nah problem berkacamata di saat hujan adalah air yang menempel di kaca. Pandangan kadang menjadi kabur saat terlalu banyak air di kaca. Belum lagi siksaan pantulan cahaya lampu dari kendaraan yang bersliweran. Benar-benar melemahkan fokus.

Sekali meleng bisa berabe. Yang paling menakutkan saat berkendara di waktu hujan adalah medan yang licin dan penuh kubangan air. 

Tak jarang aku harus mengerem atau memperlambat kecepatan. Kubangan air di jalan itu bagai Russian Roullate. Aku ingat salah satu momen saat bertemu sebuah kubangan. Saat aku terjang begitu saja, motorku hampir jatuh gara-gara terantuk tepian lubang yang ternyata dalam. Keknya emang mending pelan-pelan aja ketika berkendara saat hujan. 

Akses jalanannya parah. Terutama rute saat pulang. Dari rumahnya aku menyusuri jalan kecil setapak pinggir sawah yang ternyata rusak dan penuh lubang. Rute terberat ini berupa batu-batu besar, tanah becek nan liat,  hingga kubangan air yang mengalir dari sawah. Sialnya jalanan ini sangat jauh dari keramaian. Andai macet atau terjadi sesuatu di sini bisa dipastikan akan sangat tidak bagus. 

Menit demi menit berjalan lambat di tempat itu. Suara koor para serangga, para katak, aroma anyir sawah, dinginnya air gerimis bercampur aduk dengan bunyi mesin motorku yang menderu.  Aku hanya bisa pasrah, sesekali mengumpat (dengan nama-nama binatang), dan berdoa tentang semua hal yang terjadi kali ini. 

Yah, Gusti. Semoga aku bisa selamat sampai di rumah. 

Mujix
Sisi baiknya, aku jadi lebih sigap dan pandai dalam berkendara di berbagai medan. Cerita ini bakal berlanjut ke part 2.
Nogosari, 14 Februari 2022