megamendungkelabu

Kamis, 31 Desember 2020

Tahun Ini tahun 2020

Tahun ini tahun 2020.
Sebuah tahun di mana aku resign dari kantor. Tempat itu merupakan pelarian dari ketidakmampuanku mengubah keadaan setelah simbah meninggal. Saat itu benar-benar stuck. Aku merasa perlu mengambil 'jeda' dengan sesuatu yang berbeda. 

Dan saat itulah aku memutuskan untuk menjadi pekerja di sebuah agensi penerbitan buku. Aku berada di tempat itu hampir satu tahun. Tak terlalu banyak pelajaran atau uang yang aku dulang. Namun setidaknya aku mendapatkan kesempatan untuk introspeksi dan sudut pandang yang baru mengenai hidup yang aku jalani selama ini. 

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana aku hampir 99% persen move on dari kamu. Yang 1% adalah rasa cinta yang tertinggal di alam bawah sadar. Yang sengaja aku simpan untuk cinderamata dan referensi, yang mungkin suatu saat aku butuhkan saat  membuat karya. 

Dan aku siap untuk membuka hati untuk cinta yang baru. Eciyee,  sini para kaum hawa yang single,  pada komen gih!  Kali aja jodoh. Ahihi

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana aku menjadi sosok yang diandalkan di keluarga. Gimana enggak,  semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan finansial, solusinya adalah uangku. Mulai dari jatah ortu tiap bulan, membayar kuliah adik,  hingga hal-hal kecil semacam beli gas saat kompor tidak menyala. Gokil. Keren sih, namun secara mental it's hard to explaining. Susah ya jadi orang yang baik. 

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana aku bosan dengan aktivitasku dalam berkomik, yang kemudian berujung 'pivot' membuat konten edukasi tentang pembuatan komik dengan tajuk 'Kelas Komik Mujix'. 

Lhoo bisa bosen ngomik juga? Yes. Aku agak jengah tentang komik apa yang harus dibuat untuk Si Amed. Namun untuk komik yang lain,  Lemon Tea,  aku tetap excited kok. Jalan pelan-pelan lebih baik daripada berhenti sama sekali.  Ya kan. 

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana aku menjadi ketua IKILO era pandemi. Aku adalah bos 'paling nyantai' semenjak komunitas ini berdiri. 

Gimana gak santai,  mau bikin acara apa kalau ada wabah corona di sekitar kita. Dua acara sebelumnya berbasis dunia maya.  Hanya bertahan beberapa bulan. Bosan. Gak seru soalnya tidak ada lagi jadwal untuk bertemu. Asiknya di IKILO itu ya saat meet up.  Gayeng. 

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana aku mendapatkan 'banyak' uang dari Fiverr (aku kasih tanda kutip karena 'nominal banyak' itu relatif)  Bwahahahhaa aku suka uang! Tidak sia-sia usahaku dalam belajar menggambar dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Akhirnya tahun ini kesampaian salah satu keinginanku untuk mendapatkan klien dari luar negeri. Hello, Nice to meet you. Thanks for your ordering. Ahihihi

Tahun ini adalah tahun 2020. Sebuah tahun di mana aku mulai belajar membaca Al Quran. Di warsa yang penuh waktu luang ini aku bergumul dengan huruf arab melalui iqra. Pencapaian terbesar adalah mendatangi sebuah seminar dai yang memberikan tips belajar Al Quran di Klaten. Wkwkwkwk, gayeng banget. 

Iqra sudah selesai aku pelajari lewat aplikasi on line. Seharusnya sudah boleh masuk ke Al Quran,  namun aku memutuskan untuk mengulang kembali dari awal agar semakin lancar.  Setelah ini kelar,  aku akan berpindah jenjang ke Al Quran dan mencari guru ngaji. Amiin. 

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana berat badanku naik. Naik 5 KG,  boi!  Entah sejak kapan berat badanku stuck diangka 40-41 KG.  Dan beberapa hari kemarin saat aku timbang,  berat badanku menjadi 46 KG. Aku kaget dong.  

Apakah ini gara-gara aktivitas gerakku yang berkurang drastis saat pandemi?  Atau karena kebiasaan minum susu sebelum tidur?  Atau emang udah jatahnya aja umur segini berat badan bakal nambah?  Who knows? But I'm very happy about this. 

Tahun ini adalah tahun 2020.
Sebuah tahun di mana kedewasaanku diuji. Well,  beradaptasi dengan segala hiruk pikuk pandemi ternyata membuatku lebih mengerti diri sendiri. Bergulat dengan ego dan rasa lelah ternyata tak selamanya buruk. 

Suka atau gak suka aku terus bertumbuh. Sesuatu yang ada di dalam jiwa yang dulu hanya sekedar meronta sekarang perlahan sudah mulai bisa bercerita dan berdoa. 

Terimakasih untuk diriku sendiri yang sabar dan tetap hidup hingga detik ini. You're awesome!

Mujix
Udah mulai ngantuk.
Sambung besok deh. 
Simo, 31 Desember 2020


Rabu, 30 Desember 2020

Nenek Penyapu di Perempatan Jalan

Cerita ini terjadi saat masih kuliah. Karena tidak punya komputer aku kadang mengerjakan tugas di warnet. Nah saat itu aku terlalu sibuk dengan prosesku mengerjakan soal dan riset cari referensi. Hingga tak terasa waktu menunjukkan jam 12 malam. Karena sudah mengantuk aku memutuskan pulang. 

Warnet dan jarak kostku cukup dekat. Rental internet itu berada di depan pintu parkiran ISI kampus Kentingan. Sedangkan kostku di belakang Bank BNI Sekarpace. Jadi jika ditempuh berjalan kaki aku bisa sampai di kost dalam waktu  beberapa puluh menit. 

Malam itu seperti malam-malam biasanya. Aku sudah sering pulang larut, dan tentu saja saat itu aku tidak ada firasat apapun.
Jalanan sepi senyap. Beberapa wedangan terlihat masih buka walau sepi. Aku berjalan pelan sambil memandang langit dengan berbagai pikiran yang berkecamuk. 

Jarakku dengan kost semakin dekat, tinggal melewati dua perempatan kecil lalu belok ke arah timur. Yah setelah tugas yang penat ini aku ingin segera tidur.

Beberapa puluh meter di depanku mataku menatap sesosok makhluk di perempatan. Ya,  itu adalah perempatan terakhir yang harus aku lalui untuk sampai ke kost. 

Aku berpikir positif dan mencoba tidak berpikir macam-macam. Langkahku semakin dekat menuju sosok itu. Jantungku mulai berdebar tak wajar. 

Sosok itu terlihat seperti nenek-nenek. Beliau sedang menyapu di perempatan. Aku semakin dekat dengan nenek-nenek itu. Langkah demi langkah nafas semakin berat. 

Dalam satu lompatan aku melalui nenek yang sedang menyapu itu dengan berkeringat dingin. 

Apakah aku takut?  Tidak. Namun ada yang aneh. Aku adalah orang yang cukup ramah. Jika berpapasan dengan orang yang lebih tua di dalam keadaan yang berbeda,  orang tersebut pasti aku sapa. Minimal senyum lah sebagai bentuk permisi. 

Namun malam itu sangat lain. Ada rasa enggan dan canggung. Kalian tahu kenapa? 

Ya,  aku berpikir liar jika ada sesuatu yang janggal. Nenek-nenek macam apa yang menyapu di tengah jalan saat dini hari. Jadi untuk malam itu aku mencoba untuk cuek dan tidak menyapanya sama sekali. 

Saat aku melewati sosok itu suasana sangat mencekam. Hanya terdengar langkah kakiku dan bunyi dari sapu yang beradu dengan jalan. 

"Sreeeek... "
"Sreeeeekkk... "
"Sreeeek... "

Aku menelan ludah dengan mata tetap fokus ke depan. Saat melewati nenek itu aku hanya diam sambil dada berdegup kencang. Aku tidak berani untuk menoleh dan menatap wajah nenek tersebut. Ia terlihat membungkuk. Wajahnya gelap karena tak tersinari lampu merkuri jalan. 

"Sreeeek... "
"Sreeeeekkk... "
"Sreeeek... "

Suara sapu yang terdengar di belakangku mulai tak terdengar. Aku sudah berbelok ke arah timur dan hampir sampai di depan gerbang kost. 

Di depan gerbang kost, aku tiba-tiba berhenti berjalan. Leherku seperti ada yang menyuruh untuk menoleh ke belakang. Dan sialnya aku menuruti suruhan itu. 

Aku menoleh dengan pelan. Mataku menatap perempatan jalan tersebut dengan pandangan tak percaya. 

Sosok nenek yang menyapu jalan itu sudah raib. Seketika tubuhku bergetar dengan hebat.  Merinding sampai ke ubun-ubun. 

'Bajingan!!!?? Kui mau opo!!!? " pikirku sambil misuh-misuh dalam hati. Aku menghela napas panjang sambil menenangkan diri. Kurasa untuk beberapa bulan ke depan,  aku harus mengurangi berkelana di tengah malam bolong sendirian. 

Mujix
Pengalaman mistis saat masih jadi mahasiswa di ISI Solo. 
Simo, 30 Desember 2020

Selasa, 22 Desember 2020

Malaikat dan Hidup Yang Sama

Aku hari ini bertemu banyak malaikat. Salah satunya menghampiriku berkata jika setiap orang setelah mati akan hidup kembali dengan kisah yang ia telah jalani. 

Jalan hidup dengan cerita penuh plot twist dan drama yang tak jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Hampir sama persis. 

Yang berbeda adalah peran yang ia mainkan. Misalnya,  jika kemarin jadi komikus,  maka setelahnya akan menjadi tukang sayur atau anggota DPR. 

Malaikat itu bertanya tentang pendapatku akan hal itu. Aku menjawab mantap, jika aku tidak keberatan dengan hal tersebut. 

"Aku rasa menjalani hidup seperti itu yang berulang-ulang tidak buruk-buruk amat! "
Kataku dengan keren. Sudah seperti tokoh protagonis di film-film roman picisan. 

Para malaikat seantero ruangan itu bertepuk tangan. Mereka mengelu-elukan diriku sebagai manusia yang keren. Aku langsung jumawa. 

Suara tepuk tangan dan pujian mereka terdengar semakin keras. Makin kencang di telinga hingga membuatku...

Terbangun dari tidur.

Aku dengan kepala sedikit pusing menengok jam digital di ponselku. Jam 3 pagi. Suasana kamarku sangat hening. 

Potongan demi potongan aku mengingat mimpiku barusan. Walau samar aku menelaah adegan demi adegan. 

Ada banyak malaikat.
Hidup sama yang terus berulang. 
Aku yang sok keren soal menjalani hidup. 
Mak dheg. 

Semua gambar perjuangan dan pencapaian dalam hidup hadir berkelebat secara tiba-tiba. Aku tersenyum kecut. 

"Apanya yang tidak buruk-buruk amat!"
Kataku dengan lirih. Ya. Aku memang menjalani kehidupanku dengan usaha yang terbaik. 

Namun jika harus mengulang hidupku yang sangat keras itu, sepertinya aku tidak mau. Setidaknya sampai usia ini, tidak terlalu banyak hal-hal yang membuatku bisa berkata "Hey,  It's a great life! I'm worth it for here and this moment!".

Hidupku masih berjalan. Aku berharap kejadian-kejadian di masa depan yang masih misteri itu bisa mengubah pendapatku soal ini. 

Mujix
Semua keluh kesah dan pikiran random di atas kurasa terjadi gara-gara perutku lapar. Dua pisang dan satu gelas air menenangkan perutku. 
Simo, 22 Desember 2020


Jumat, 18 Desember 2020

Mbokdhe Sumirah

Namanya Sumirah. Beliau sudah tua. Sepantaran simbahku yang kemarin berpulang. Mbokdhe Sumirah tinggal di Majan,  sebuah dukuh yang tak jauh dari rumahku. Beliau sejak dulu memang sering berkunjung. Datang dan bercengkrama dengan Mbah Rembyung, simbahku. Sepertinya di masa muda mereka teman yang akrab. 

Dua tahun lalu,  Mbokdhe Sumirah menangis meraung kala mendengar kabar jika simbahku meninggal. 'Kok do ra ngabari!' jeritnya. Satu hal yang pasti,  beliau merasa sangat kehilangan.  Sepertinya di masa muda mereka memang teman yang benar-benar akrab. 

Meskipun Mbah Rembyung sudah tidak ada di rumah ini,  Mbokdhe Sumirah masih sering datang berkunjung. Ada saja yang  beliau obrolkan. Kadang ia bercerita tentang anak perempuan semata wayangnya yang sedang jadi TKI di Malaysia. Kadang bercerita soal cucunya yang nakal dan sangat random.

Ya,  baginya sang cucu sepertinya cukup nakal. Tak selesai dengan anak semata wayang yang hidup tak terlalu memperdulikannya,  ia masih harus mengasuh cucunya dari kecil sampai dewasa. 

Entah sudah berapa kali Mbokde Sumirah datang ke rumah untuk 'minta tolong'.  Kadang mengeluh soal anaknya,  cucunya, atau tubuhnya yang kurang sehat. Ibuku selalu mendengarkan dan berusaha untuk menolongnya. Sebisanya. Walau kadang untuk beberapa hal,  ibuku suka 'nggrundel'. Walau nggrundel lagi-lagi ibuku membantu sebisanya. Entah dibawain nasi sayur, atau sekedar ditemani bercerita ke sana ke mari. 

Terkadang saat ada rezeki lebih aku suka memberinya uang ala kadarnya. Melihatnya mengingatkanku dengan simbahku,  Mbah Rembyung. 

Mbokdhe Sumirah adalah salah satu orang-orang kuat di sekitarku. Ia terus berjuang dengan hidupnya yang menurut standar masyarakat, mungkin dikatakan 'berantakan'. 

Mujix
Belajar berempati dan memahami keadaan sekitar. 
Simo,  18 Desember 2020

Rabu, 09 Desember 2020

Terima Kasih Tuhan

Halo Tuhan, aku ingin berterimakasih atas banyak hal yang terjadi di hari Rabu ini. 

Terimakasih sudah memberiku kesempatan membaca webtoon Loser Life. Aku enggak menyangka jika webtoon ini sangat bagus dan solid dari segi alur,  konflik,  dan pembagian karakter. Kurang dua episode lagi menuju akhir kisah. Semoga bisa membaca sampai tamat. 

Terimakasih sudah mempertemukanku dengan udang laut goreng masakan mamak. Sumpah enak banget! Maksudku entah sejak kapan aku tidak merasakan masakan se-luar biasa ini. Ternyata udang kalau digoreng bisa sedahsyat ini ya. 

Terimakasih buat video Tik Tok tentang vidcall antara orang Indonesia dan Thailand yang membahas soal sabun. Anjer,  lucu banget. Aku tertawa sampai menangis sangking bengeknya. Ternyata tertawa itu menular dan baik buat psikis ya. Hahaha

Terimakasih untuk roti bakar yang Kamu berikan lewat rezekinya Mas Joko. Tau aja kalau aku sedang pengen roti bakar coklat kacang. Walau hanya bisa makan dua potong rasanya sangat nyummy sekali dan membuat hati bahagia. Sesuk maneh ya. 

Terimaksih untuk keisenganku yang tiba-tiba memutar lagu-lagu Westlife di Youtube. Benar-benar bernostalgia dengan lagu lama. Aku yang biasanya pemalu,  sore akhirnya teriak-teriak sing along bersama boyband asal Irlandia tersebut. Keknya tahun lalu sempat konser di Indonesia. Sayang belum sempat bisa liat mereka manggung. 

Terimakasih untuk hidup, rezeki,  kebahagiaan, rasa bosan, kegelisahan dan semua hal yang Kamu anugrahkan kepadaku hari ini. Sorri jika aku kadang suka nelat Sholat Shubuh atau sesekali berpikiran buruk terhadap apapun yang Kamu tetapkan. You knowlah,  aku cuman makhluk fana yang kadang khilaf dan gak paham jalan takdir buatan-Mu. 

Pokokmen tengyulah,  Bro. 
NB: Oh iya tolong,  mbok jodohku dipercepat datangnya. Aku benar-benar butuh partner untuk berkarya, nih. 

Mujix
Mulai besok bikin list harian lagi yuk. 
Simo,  9 Desember 2020

Selasa, 01 Desember 2020

Pak Adib

Di tahun 2006, aku berkesempatan tinggal satu kantor di tempat Pak Adib. Kala itu aku baru lulus SMK, karena masih cupu dan tidak terlalu 'kuat' untuk berdiskusi kreatif,  aku lebih suka mlipir ke ruang kerjanya. 

Beliau memiliki buku yang banyak. Di ruang kerjanya ada satu atau dua almari yang isinya buku-buku tebal nan mahal. Di tempat itu aku berkenalan dengan banyak buku pengembangan diri. Karya-karya tokoh semacam Rhenald Khasali, Purdi Chandra, dan lain sebagainya aku sikat saja. 

Bahasanya terlalu rumit. Namun tetap aku paksakan. Kalau dipikir-pikir kurasa kala itu adalah masa di mana aku mulai 'memaksakan' membaca buku non komik. Pak Adib sepertinya sadar kalau aku sering menyelinap ke ruang kerjanya ia saat pulang, lalu beliaupun sering membawa buku baru saat ke kantor. 

Suatu hari ia bilang kalau di rumahnya masih banyak buku yang dikoleksi beralmari-almari. Aku takjub. Buku berat, premium, dan jumlahnya banyak? Keren sekali. 

Di sepanjang ingatanku,  beliau orangnya ramah,  dan selalu bersemangat. Terakhir kali bertemu beberapa tahun yang lalu. Tiap kali berjumpa, beliau selalu bercanda soal nama alay yang pernah aku pakai di Facebook. 

"Mas Mujiyono Sing Ra Cetho,  kapan kita bikin komik bareng!? "

Eh belum keturutan dalam sebuah projek komik bareng, beliau sudah 'pergi' duluan. Rest in creative,  Pak Adib. Thank you for the book and your kindness. 

Mujix
Damai di hati,  damai di Bumi. 
Simo, 1 Desember 2020