megamendungkelabu

Rabu, 20 Maret 2024

Kepik Emas

Hari ini aku mendatangi sebuah lapangan. lapangan ini lapangan yang bersejarah di masa kecilku. Tiba-tiba banyak sekali memori di masa lalu melesat ke dalam diri dengan segala cerita dan rupa. 

Lapangan ini tempat pelajaran olahragaku waktu SD diselenggarakan. Mapel olahraga selalu hari Sabtu pagi. Aku bersama puluhan bocil SD lainnya datang ke sini berjalan kaki sejauh kurang lebih 1KM. Di sepanjang perjalanan biasanya kami bernyanyi, kadang berbicara tak tentu arah, atau berteriak sana sini. Yah namanya juga bocil SD. 

Jalanan desa dulu belum seramai sekarang. Di pinggir jalan masih banyak semak-semak dan tanaman liar. Aku sering berburu 'kepik emas' saat berangkat ke lapangan. Kepik itu aku tangkap lalu aku letakkan di telapak tangan. Saat kepik itu berjalan rasanya geli. Biasanya ia mencari tempat yang lebih tinggi. Nah saat kepik itu di tangan, aku memastikan kalau jariku mengarah ke atas. Si kepik akan berjalan ke puncak jari telunjukku lalu sepersekian detik kemudian...  

Wush... Kepik itu terbang. 
Aku sangat suka menikmati momen itu. 

Kuambil beberapa kepik lagi, ku letakkan di tangan. Wush...  Wush... Indah sekali
Bahagia sekali... Masa kecil memang masa yang menakjubkan,  hal-hal yang sederhana bisa menjadi luar biasa kala tak ada rasa kekhawatiran di kepala. Oh, cerita soal lapangan kenapa malah jadi membahas kepik ya? Hihihi

Mujix
Masih adakah kepik emas di hatimu wahai para manusia yang sudah dewasa? 
Krakalan,  20 Maret 2024


Sang Juara Kelas

Pagi ini aku mengantarkan bokap pergi ke kelurahan untuk mengambil bantuan beras. Sebenarnya aku malas karena harus memotong jatah waktuku untuk hal yang tidak aku rencanakan. Pagi itu aku sebenarnya berencana mengerjakan text template di Capcut. Namun karena mamah sudah bersabda, ya sudah segera beta memancal punya sepeda roda dua. 

Kelurahan terlihat agak lengang. Tak terlalu ramai seperti yang aku khawatirkan. Ya, aku tadi sempat mengajukan syarat ke bapak yang berbunyi 'nek misal neng kono rame lan kesuwen mengko tak tinggal yo? Soale aku kudu kerja.' Yes,  kerja. Kerja full time dari jam 9 pagi. Aku berangkat ke lokasi ini jam 8 pagi. Dan jatah buat ngerjain template freelance Capcut udah aku skip. Mana belum kejar target lagi. Keluh. 

Bapak turun dari motor, clingak clinguk random,  lalu tiba-tiba datang bapak-bapak lain dari belakang kami. Mereka berdua tiba-tiba bersenda gurau sambil saling merangkul. Ah kedua orang tua itu pasti dulu teman yang akrab di masa mudanya. Aku membiarkan mereka berdua untuk bernostalgia. Menyingkir ke pinggir sambil menatap lapangan luas di pagi hari. 




Jumat, 08 Maret 2024

Masa Kecilku dan Dragon Ball

Sejak kelas 1 SD aku ditinggal merantau orang tua ke Bogor. Mereka mencari uang untuk biaya sekolah anak-anaknya dengan berjualan sayur dan hanya pulang setahun sekali saat idul fitri. Jadi masa kecilku bisa dibilang cukup tak terlalu ceria jika dibandingkan dengan anak-anak kecil pada umumnya. Aku berdua bersama nenek. 

Nah,  jadi di era masa itu ada dua hal yang selalu aku tunggu saat kecil. Pertama, orang tuaku yang selalu balik ke kampung saat lebaran. Kedua, serial Dragon Ball yang tayang setiap hari minggu pagi di Indosiar. 

Poin ortu yang balik ke rumah udah jelas ya, namanya bocil ya butuh ketemu ibu dan bapak. Nah yang poin kedua itu tuh yang agak laen. 

Minggu pagi adalah hari terbaik buat anak yang hidup di era 90an. Puluhan serial kartun bersaing ketat untuk mendapatkan pemirsanya. Dari puluhan judul hanya satu film kartun yang membuatku begitu sangat 'excited' menjalani hidup, yakni Dragon Ball. 

Dragon Ball bagiku adalah tempat untuk melupakan kesedihan akan apapun. Apalagi goku kecil yang saat itu sangat relate dengan aku juga yang masih kecil. Karakternya yang ceria, haus akan rasa ingin tahu, pantang menyerah dan suka menolong secara tidak langsung sudah menjadi role modelku kala itu bahkan melebihi siapapun. Ya benar, aku ingin seperti Songoku.

Keinginan random itu dari hari ke hari semakin besar, bagai aliran energi genkidama yang bermuara menjadi sebuah mindset dan inspirasi. Dan titik puncaknya energi itu membuncah saat kelas 2 SMP, masa dimana untuk pertama kalinya aku membuat komik! Referensi utamanya komik Dragon Ball edisi 36, 'Lahirnya Pahlawan Baru'. Buku tersebut aku dapat dari menabung uang jajan, lalu beli komiknya di Toko Buku Gunung Agung (atau Kharisma ya!? Lupa) di Mall Warung Jambu Dua Bogor saat liburan panjang sekolah. 

Jadi gitu deh, sejak saat itu aku jarang kesepian. Rasa sepi itu aku lampiaskan dengan menggambar komik. Karyaku pertama sebagian besar terinspirasi dari komik Dragon Ball. Bertema petualangan, tokoh-tokoh utama yang baik dan pantang menyerah, hingga musuh-musuh alien yang bisa berevolusi. Damn! That was really good burning time! 

Sejak saat itu aku terus menggambar,  sembari mengumpulkan uang jajan untuk membeli komik Dragon Ball. Atau kadang membeli poster seharga 1000 rupiah di Pasar Simo saat pahing dan menempelkannya di kamar agar terus termotivasi. Lulus SMP memutuskan untuk menjadi komikus dan melanjutkan ke sekolah Seni Rupa di Solo. Kuliah. Bikin komunitas komik. Menerbitkan dan menjual komik. Berpameran dan lain sebagainya. Dan kini entah sejak kapan label 'komikus' tersematkan di namaku. 

Dan ya, semua itu berawal dari perasaan antusias menonton Goku CS di suatu pagi di hari minggu di masa kecil. Perlahan tapi pasti rasa sedih di masa kecil itu mulai menghilang. Berganti dengan bara api yang berfalsafah 'Aku pengen bisa bikin karya yang bagus seperti Dragon Ball!'.

Bertahun-tahun kemudian sejak saat itu akhirnya aku sadar,  Dragon Ball sudah menjadi 'the way of life' bagiku. Hari ini rasa sedih itu datang lagi. Kreator idolaku pergi ke dunia kematian untuk selamanya. Berharap Dragon Ball beneran ada di dunia deh. 

Terimakasih, Pak Akira Toriyama atas inspirasinya. Selamat jalan kesatria terhormat. Rest in Peace. 

Mujix
How was your day? 
Simo, 8 Maret 2024