megamendungkelabu

Kamis, 26 November 2020

Unlocked

New Achievment Unlocked:
Kelar belajar Iqra sampai jilid 6
Yeeeay. Sekarang aku balik lagi belajar dari jilid 1. Pokoknya ampe lancar. Baru deh pindah ke kitab suci Al Quran. Mungkin sambil tolah-toleh cari guru ngaji. 

Foto yang terlampir ini adalah list harian. Sejak minggu lalu aku mencoba untuk menggunakan waktu secara optimal. Aku gak ingin ada terlalu banyak penyesalan gara-gara doing nothing dan aktivitas yang terarah. 

Memang membuat list harian itu merepotkan,  namun sangat efektif. Banyak aktivitas dan agenda yang tak pernah terjamah akhirnya bisa terlaksana,  walau pelan dan secara perlahan. But that's great. Aku menyisakan akhir pekan untuk hari tanpa agenda tertulis dan buat ngrandom suka-suka.  Doain makin lancar dan bertemu mbak jodoh. Tengyu. 

Mujix
Abis beli jersey dan persiapan bikin konten di youtube. 
Simo, 26 November 2020

Selasa, 24 November 2020

Ayam Bakar dan Somasi Tidak Percaya

Pagi ini aku dan adikku ke Pasar Simo untuk mengisi perut atau mencari lauk. Jangan tanya lauk apa, soalnya bingung belum pegang uang juga. Setelah dari ATM mengambil uang,  bergegaslah kami menyusuri jalan pagi di daerah Simo untuk mencari sarapan. 

Incaranku adalah Soto Madura dekat jembatan. Sebuah warung baru yang kebetulan aku lihat sekilas saat sarapan pekan lalu. 

"Nah kae, Wan warung'e!" kataku, dia segera membleyer motor untuk menyebrang. 

"Woy,  rasah nyebrang!  Kae lho cedak,  mobil!?" kataku sambil menepuk pundaknya. 

"Piye,  sih!? " katanya dengan menggerutu.  Moodnya sedang jelek. Dalam sekejap kami tiba di depan warung tersebut. 

Mataku menatap keadaan warung tersebut. Ada beberapa orang. Ruangannya sempit. Suasana terlihat kumuh. Ah, moodku juga ikutan jadi jelek. 

"GAS WAN!!  MAJU TERUS!!  RA PENAK NGGO NONGKRONG!! " kataku sambil menepuk pundaknya lagi. 

"PIYE SIH!!!? " teriaknya dengan penuh emosi. Dan mak jegagik motor kami melaju lurus ke depan. 

"Trus saiki meh mangan, opo!?" tanyanya. 
"Embuh" jawabku datar. 

Emosinya makin memuncak. Akhirnya kamu malah putar balik. 

"Wis mulih ae lah!" dampratnya. Aku mati-matian menahan tawa. Kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Setelah berjalan beberapa saat aku melihat warung besar menu ayam bakar. 

"WAN MANDEK WAN!!  TUKU AYAM BAKAR AE GO LAWUH?! " teriakku panik. 

Sepeda motor kami berjalan menuju ke trotoar depan warung. Aku segera masuk ke teras sambil clingak-clinguk,  

"Kok sepi amat udah buka belum nih!? " pikirku bingung. Sesaat kemudian munculah ibu-ibu pake jilbab bermake up tebal. 

"Buk, Ayam bakar setunggal! Dibungkus mawon,  nggih!? " ucapku dengan lantang. 

Beliau langsung mempersiapkan pesananku tanpa banyak tanya. Aku duduk di kursi plastik merah sembari melihat keadaan sekitar. Pikiranku menerawang jauh. 

Ibu-ibu pake jilbab bermake up tebal sang penjual ayam bakar sudah menyelesaikan pesananku. 

"Pinten,  Buk?" tanyaku. 
"Rolas ewu, Mas!" jawabnya. Hee,  harganya turun,  kah? Biasanya kalau aku beli kena tarif normal Rp. 15.000.

Aku langsung mengulurkan uang berwarna merah bergambar Bung Karno dan Bung Hatta. Sang ibu-ibu pake jilbab bermake up tebal penjual ayam bakar mukanya langsung jutek. 

"Gak ono sing cilik,  Mas? " keluhnya.
"Mboten enten ki,  Buk! " tukasku sambil tertawa kecil. 

"Yowis,  gawanen sik ae, Mas!" ucapnya lagi. "Oh,  nggih maturnuwun, mengkih kulo mriki malih,  Buk" ucapku sambil siap keluar toko. 

Setelah ini mungkin aku bakal ke minimarket untuk membeli sesuatu sambil menukarkan uang. 

Baru beberapa langkah melangkahkan kaki, si ibu-ibu pake jilbab bermake up tebal tiba-tiba berteriak dengan muka masam. 

 "Wis, endi mas duite!!" 
Heh!? Aku menoleh bingung. Ia menyambar uangku cepat sambil menatapku penuh dengan ketidakpercayaan. 

Aku hanya tersenyum kecut dan menunggu kembalian. Ia kembali dengan membawa uang receh. Aku berlalu dari warung itu tanpa menerima ucapan terimakasih. "Warung koyo telek!"  Batinku. 

Di sepanjang perjalanan pulang aku mencoba berpikir untuk memahami apa yang terjadi. Secara garis besar aku menemukan sebuah kesimpulan kasar. 

Intinya, aku ternyata memenuhi kriteria sebagai golongan 'pembeli yang bakal kabur gak bayar' di mata sang ibu-ibu pake jilbab bermake up tebal penjual ayam bakar. 

Kalau boleh jujur,  aku tersinggung dan sangat kecewa dengan pelayanan warung ayam bakar tersebut. Yah mungkin aku bukan pembeli yang memesan ribuan kotak untuk hajatan. Namun tetap saja,  aku adalah seorang pembeli. Sudah menjadi hak (atau mungkin kewajiban)  seorang pembeli untuk dilayani sebaik mungkin. 

Karena secara tidak langsung,  pagi itu aku diutus oleh Tuhan untuk menjadi jalan rezeki sang ibu-ibu pake jilbab bermake up tebal. Yo mosok, mbok ngonokne,  to Mbokdeeee mbokdeee!? Mengko yen Gusti Alloh nesu sing kewirangan yo sampeyan. 

Aku tidak sampai hati untuk mendoakan hal-hal yang jelek. Yowis ra popolah, anggap saja peristiwa ini sebagai pelajaran 'How to treat your client with love for your better bussiness' dari semesta. Well,  suka enggak suka aku emang mendapatkan ilmu dari peristiwa sialan ini sih. Jancuk tenan,  kon raine mbokde-mbokde kae mau! 

Mujix
Dan ternyata harga ayam bakar tersebut bukan Rp. 12.000, bro!  Tapi Rp. 18.000!! Apakah ini karena dampak pandemi ya? 
Simo,  4 Desember 2020