megamendungkelabu

Rabu, 29 Oktober 2014

Lagu Santai

Bulan Oktober sudah hampir berakhir. Pagi ini aku berada di rumah menyeduh teh hangat sambil meluangkan waktu untuk sekedar istirahat dan enggak ngapa-ngapain. Enggak ngapa-ngapain saat ingin ‘enggak ngapa-ngapain’ itu memang surganya dunia. Satu hari di mana kamu bisa bangun siang, bengong, kemudian mondar-mandir di genteng rumah sambil  memakai celana pendek, terus bengong lagi. Hmmm... benar-benar hari yang menyenangkan.

‘enggak ngapa-ngapain’ akan menjadi surganya dunia, ketika kamu udah ‘ngapa-ngapain’ sampai rasanya kayak ‘nerakanya dunia’. Beberapa minggu ini aku benar-benar sudah paham benar rasanya  ‘nerakanya dunia’ gara-gara terlalu banyak ‘ngapa-ngapain’. Banyak ‘ngapa-ngapain’ itu diantara lain mengerjakan storyboard bab 3 komik The Proposal, mengerjakan 38 ilustrasi buku Tenaga Kerja Indonesia, pulang pergi Simo Solo dalam hari yang berdekatan, hingga harus terlempar dari satu kota ke kota yang lain hanya untuk sekedar menghadiri undangan pernikahan.

Minggu lalu, si Hendro menikah.  Dia menikah sama calon istrinya. Ya iyalah.  Acaranya malam hari, aku akhirnya bisa menghadiri acara pernikahan, setelah ada sedikit adegan drama gara-gara gak ada motor. Adegan drama itu berakhir ketika Cahya Surya datang dengan motor Mio-nya dengan sangat labil. Dia harus bolak-balik dari Solo ke Colomadu buat menjemput aku. Lumayan jauh lhoooh. Ketika aku bertanya kenapa dia mau menjemputku, dia gini jawab dengan muka gak jelasnya: “kita teman men,  kamu udah S.Sn., abis ini kita pasti bakal jarang ketemu dan sibuk dengan aktivitas masing-masing” Oh, dasar kampret. Ucapan itu benar-benar quotes of the day. Hingga hari ini aku sangat bersyukur memiliki banyak teman-teman yang baik.

Jagongan kedua juga gak normal-normal amat, aku melancong ke Sragen. Ke rumahnya Agus Tri Akbari, panggilannya Akbul, di panggil gitu karena badannya gembul.  Teman kuliah seangkatan yang doyan tidur dimanapun dan kapanpun setiap saat. Kayak Reksona. Adegan tidur yang paling epic adalah saat Akbul tertidur saat mengendarai motor. Kecelakaan dan kemudian dirawat di rumah sakit. Aku enggak tahu kalau ke Sragen  naik motor di siang hari adalah ‘neraka dunia’ level 45 setelah kehabisan uang di akhir bulan. Ke Sragen naik motor itu harus bertemu dengan truk-truk gedhe yang biasanya suka berhenti mendadak. Ah andaikata cinta ke mantan juga bisa semudah berhenti mendadak kayak truk itu, pasti generasi susah Move On bakal terhapuskan dari muka Bumi.

Selain truk gedhe yang suka labil, aku harus ber-jibaku dengan panasnya jalan raya Solo-Sragen. Panasnya itu minta ampun Coy, ngeliat gebetan diembat orang aja panasnya gak gitu-gitu amat. Ya sudahlah, sudah terlanjur diboncengin. Aturan mutlak diboncengin kan kita harus manut sama yang ngeboncengin. Aku sampai di Sragen jam 11 siang. Langsung ambil posisi sambil kipas-kipas pakai tanganya orang sebelah.  Buat Mas Hendro dan Mas Akbul selamat menempuh hidup baru ya. Semoga makin barokah. Doain aku bisa segera nyusul. Nyusul jagongan ke teman yang mau nikahan lagi maksudnya.

Saat ini aku sedang menunggu sisa gaji dari kerjaan buku saku TKI. Iya sisa gaji. Alhamdulilah. Memang kalau udah rezeki, endak tahu kapan datangnya. Kerjaan  ini berupa ilustrasi berjumlah kira-kira 40 gambar. Full color dengan detail level yang enggak terlalu susah. Sebagian manualnya aku kerjain di rumah , sisanya aku kerjain di Solo. Waktu di rumah aku mengerjakan ilustrasi ini dengan sangat brutal. Aku punya penyakit ‘kalo udah nggambar suka keterusan dan enggan buat istirahat’. Hari itu aku lembur sampai jam 12 malam, padahal aku mengerjakan gambar itu dari pagi lhoooh. Aku benar-benar menghentikan aktivitas tersebut saat tanganku sudah gemetar gara-gara terlalu lelah. Beneran gemeteran gituh. Bersyukurlah untuk aku dan kalian semua yang bisa mendapatkan uang dari passion. Ketika orang lain ‘bekerja mati-matian’, kita malah ‘bermain-main riang’. Alhamdulilah lagi. Semoga aku masih bisa terus bersenang-senang dengan menggambar. Uang dan popularitas sih bonus.

Storyboard bab 3 komik The Proposal udah kelar. Kelarnya benar-benar penuh keringet dan darah. Kacau banget pokoknya, bab 3 ini susahnya minta ampun. Otakku beberapa kali nge-hang dan harus di service ke Gramedia, ngapain ke sana? Numpang baca buku komik dong. Numpang? Iya numpang dulu, kalo ada yang bagus dan menggugah hati baru beli. Hehehe.  ‘Benda laknat’  itu udah aku email ke editornya. Ini sedang nungguin konfirmasi dan poin-poin apa saja yang harus direvisi. Semoga aja bisa segera kelar. Biar akhir Desember atau Januari 2015 udah bisa terpajang dengan manis di toko buku terdekat.

Bulan Oktober sudah hampir berakhir. Pagi ini adalah hari kedua aku berada di rumah, aku masih menyeduh teh hangat sambil meluangkan waktu untuk sekedar istirahat. Namun pagi ini aku mulai ngapa-ngapain, pagi ini aku sudah merendam satu ember besar pakaian kotor dan beberapa kaos kaki. Mereka semua harus aku cuci. Di meja kerja sudah menunggu beberapa sketsa dan naskah komik yang harus aku kerjakan. Beberapa hari kedepan kurasa aku masih bangun agak siang, nggambar komik, kemudian mondar-mandir di genteng rumah sambil  memakai celana pendek, namun yang pasti aku akan mengurangi sifat bengongku.

 Hmmm... benar-benar hari yang sangat menyenangkan.



Mujix
ada beberapa hal
yang tidak akan kamu
pahami selama kamu
belum melakukan hal tersebut.
misalnya menikah.
Simo, 29 Oktober 2014.

Senin, 27 Oktober 2014

Kejutan!

Beberapa orang menyukai kejutan, namun tidak denganku.  Aku tidak begitu suka kejutan, aku sudah terlalu lelah dengan banyak kejutan dari Sang Penguasa Jagad. Kejutan terakhir yang membuatku terpana adalah pertemuanku dengan seorang wanita, tentu saja wanita itu bukan perempuan yang biasanya ku tulis di blog ini. Dia perempuan yang lain. Sementara untuk paragraf ini aku akan menyebut ‘bukan perempuan yang biasanya ku tulis di blog ini’ dengan istilah ‘wanita itu’.

Aku berjumpa dengan wanita itu empat tahun silam. Di sebuah matakuliah tentang Tuhan yang terpaksa aku ulang sebanyak dua kali. Hahaha, mengulang mata kuliah agama sebanyak dua kali itu, sepertinya pertanda kecil tentang perjalanan spiritual rumit. Pertemuan itu terjadi begitu saja. Aku memandang seluruh wanita di kelas, menilai dengan sangat sombong, memilih yang paling manis, dan bum!! Kuputuskan untuk jatuh cinta dengannya.

Maaf kuralat. Sepertinya terlalu naïf jika aku menggunakan istilah ‘cinta’. Kata yang lebih sopan untuk menggambarkan situasi itu ialah ‘jatuh hati’. Lebih tepatnya, Jatuh hati tanpa menggunakan hati.  Situasi tersebut juga tidak terlalu banyak berkembang. Aku tidak mengupayakan hubungan tersebut menjadi sebuah hubungan yang serius. Sebuah perkara yang sangat mudah untuk tergilas masa. Aku juga tidak terlalu perduli.
Kejutan terakhir yang aku maksud adalah pertemuanku dengan wanita itu di perpustakaan. Beberapa minggu sebelumnya aku mencoba menghubunginya dengan maksud untuk mengenalnya lebih dekat. Dua minggu sebelumnya semua pesanku dibalasnya, dan seminggu sisanya tanpa kabar. Baiklah. Semua ini akan tetap berjalan walau ada atau tanpa wanita itu di sisiku.

Di seminggu tanpa kabar itu aku mengatur ulang rencanaku. Sekedar pemberitahuan, aku selalu mempunyai beberapa cadangan rencana. Selama 25 tahun ini aku belajar untuk tidak sepenuhnya menggantungkan kebahagiaanku di tangan orang lain. Situasi tersebut buak situasi yang sesulit itu. Semua rencana itu berakhir disebuah storyboard komik ‘The Proposal’ Bab 3.

Storyboard itu sudah 70%, di perpustakaan itu tiba-tiba saja dia muncul. Yah, begitulah pertemuan itu ternyata sudah ada yang mengatur. Pembicaraan kami mengalir begitu saja, aku mencoba menata ratusan kosakata diotakku, dan memilah yang pantas dan penting untuk disampaikan kepadanya. Hampir semua hal-hal yang penting telah aku sampaikan. Hampir semuanya. Sisanya tak perlu. Hanya tersisa sedikit, namun yang ‘sedikit’ itu adalah yang paling penting. Pokoknya, Hingga hari ini aku masih tidak mengupayakan hubungan tersebut menjadi sebuah hubungan yang serius. Sebuah perkara yang sangat mudah untuk tergilas masa. Aku juga tidak terlalu perduli.

Aku memang tidak perduli, namun Facebook sepertinya perduli. Wanita itu tiba-tiba muncul secara konstan di profil dan berandaku. Masih dengan senyumnya yang manis sama seperti saat aku berjumpa pertama kali di kelas. Wanita itu memberiku sedikit pelajaran penting. Jika kamu menjadi pria yang keren, maka suatu saat akan muncul banyak  wanita di kelas yang menilaimu dengan sangat sombong, memilihmu karena kamu yang paling manis, dan bum!! Mereka akan memutuskan untuk jatuh cinta denganmu. Kurasa seperti itu. Beberapa orang menyukai kejutan, namun tidak denganku. 

Aku tidak begitu suka kejutan, makanya aku tidak terlalu terkejut jika aku sering kepikiran tentang wanita ini namun tidak sampai jatuh hati. Mungkin. Namun percayalah, Semua ini akan tetap berjalan walau ada atau tanpa wanita itu di sisiku.

Mujix
beberapa kerjaan datang dan
beberapa telah terselesaikan
Simo, 27 Oktober 2014


Jumat, 10 Oktober 2014

Random dan Blunder

Males banget. Beneran enggak mau ngapa-ngapain nih. Intinya sih saat ini aku sedang berada di tahap paling menyebalkan dalam proses pembuatan komik. Woy cok! Nulis aja belum kok udah ngobrolin ‘Inti’ sih!? Padu waee Leee!! Tahap tersebut adalah ‘pembuatan naskah’. Pembuatan naskah bagiku tidak hanya sekedar proses ‘menulis cerita’. Lebih dari itu. Tahap ini baru saja aku mulai kemarin, dan ini adalah hari ke dua. Sudah dua hari berlalu naskah komik tersebut masih berupa ‘corat-coretan sketsa random’. 

Terlalu random hingga terkadang aku bingung dengan apa saja maksud dari coretan tersebut. Wheladalah, masak komikus bingung sama naskahnya sendiri. Belum selesai dibingungkan dengan naskah, aku masih harus dibingungkan lagi dengan beberapa masalah sehari-hari yang membuatku bad mood dan art block. Belum ada masalah aja bawaannya bad mood mulu, apalagi udah terjebak masalah. Hahahaha.

Satu masalah kecil yang membuatku malas untuk membuat naskah tersebut adalah riset. Sekedar info, kali ini aku mengerjakan komik ‘The Proposal’ Bab 3, dengan tokoh utama Archieva seorang  mahasiswi magang di sebuah media cetak di kota Cirebon. Hingga hari ini aku telah menemui beberapa narasumber untuk menguatkan cerita. Iya, udah mulai riset kecil-kecilan gituh. Aku menemui seorang wartawan media cetak yang sudah cukup joss bernama Niko. Doi pernah bekerja sebagai wartawan/reporter di berbagai media cetak semacam Koran Sindo, Warta Jateng, hingga media massa on line. 

Awalnya aku mempersilahkan dia untuk membaca storyline komik ‘The Proposal’, kemudian aku mencoba diam untuk memancing responnya. Dia kemudian berbicara tahap demi tahap sambil menyesuaikan storyline komik ‘The Proposal’.  Obrolan itu berlangsung dua arah, terkadang aku memberikan penjelasan mengenai detail-detail mengenai apa saja dalam naskah yang harus dia cermati.  Pertemuan tersebut berlangsung meriah di pendopo Sriwedari jam 16.00 WIB kemarin. Niko bercerita banyak mengenai pengalamannya dalam mencari berita, para wartawan senior, lika-liku mahasiswi magang, hingga pentingnya memahami posisi seorang wartawan dalam memandang suatu permasalahan. Beberapa kali kalimat yang aku tanyakan adalah “Apakah logis jika bla.. bla..bla.. menjadi sebuah bla.. bla.. bla..”, beberapa ‘bla.. bla.. bla..’ itu berupa adegan-adegan kunci dan karakter-karakter yang muncul di naskah komik bab 3.

Obrolan itu benar-benar membuat naskah komikku sangat berkembang. Beberapa scene dan karakter yang semula aku plot-kan muncul terpaksa  direvisi. Di bab ini aku sangat mementingkan logika bagaimana karakter dan cerita itu terjalin. Keren banget yak.  Intinya sih tulisan ‘corat-coretan sketsa random’ yang sudah random itu jadi semakin random gara-gara obrolan kami di Pendopo Sriwedari. 

Byuh, byuh, byuh, ra karu-karuan. Kabar baiknya random-nya naskah ini random ke arah yang lebih baik. Emangnya ada ya random kea rah yang enggak baik? Ada, dan aku baru saja mengalaminya di kampus  5 jam sebelum obrolan dengan Niko di pendopo Sriwedari.

5 jam sebelumnya aku berada di kantin kampus ISI Surakarta. Tepatnya di kantin sebelah akademik tempat di mana biasanya para mahasiswa S2 nongkrong. Pagi itu aku memulai ritualku yang paling sakral bernama ‘bengong mikir naskah komik sambil minum kopi hitam’. Ritual itu berjalan cukup lancar, hampir separuh naskah sudah terpetakan dengan baik. Terpetakan dengan hampir baik.  

Beberapa menit kemudian datang seorang mahasiswa S2 bernama Dhani. Dia temanku dan kita terlibat obrolan akrab ala teman lama. Perbincangan kami tiba-tiba saja mengkerucut ke persoalan ‘sedang apa aku diem sambil ngopi di situ’. Aku berusaha menjelaskan aktivitasku secara sederhana. Dhani sejurus kemudian membaca storyline komik ‘The Proposal’. Dia kemudian mulai berbicara kesana-kemari. Tanpa mempersilahkan aku untuk menjelaskan latar belakangnya, dia tiba-tiba saja mengkritik, memberi nasihat, membantai, dan mengarahkanku untuk mengubah naskah. Itu sangat menyebalkan sekali.

Obrolannya terus saja mengalir sampai jauh. Entah sudah berapa ratus kata terlontar dan hilang saja di telan angin. Hanya beberapa saja yang masuk ke otakku. Sepertinya aku terlalu tolol untuk memahami setiap hal yana dia katakan. Atau mungkin sebaliknya. Beberapa kali aku mencoba meluruskan namun terus saja pelurusanku itu tak berjalan baik. Kemudian aku segera bertekadn untuk menjadi ‘pendengar yang baik’. Aku berdiam diri sambil terus menyimak apa yang dia bicarakan. Otakku  memilah semua kata-kata penting atau kata-kata sampah. Perlahan tapi pasti obrolan tersebut aku arahkan ke tema yang ingin aku dengar, yaitu Trending topic di Twitter.

 Banyak hal yang menarik saat dhani menceritakan dunia internet tersebut (walau beberapa kali harus terjebak di tema yang gak jelas semacam ‘FPI’, ‘Sensor anti roket Israel’, hingga ‘Etika Flo saat menghina warga Jogja di Path’. Terserahlah, aku hanya merekam informasi yang aku butuhkan ). Dhani membicarakan trend  anak Twitter dalam membuat ‘Hashtag’ atau ‘Tagar’, anak ‘menengah ngehek’, membicarakan ‘keharusan’-ku mengganti karakter utama ‘The Proposal’, hingga membicarakan komitmennya dalam memandang ‘seni’ itu rumit dan kompleks. Sangat  menyenangkan mendengarkan seseorang yang berbicara dan terus berbicara. Aku mendapatkan banyak ilmu di sana. 

Obrolannya keren sih, Hanya saja Dhani membuat naskah komikku semakin blunder. Naskah komik yang blunder adalah bukti jika ada progress random ke arah yangtidak baik.

Hari itu aku belajar mengenai bagaimana attitude seseorang  dalam berkomunikasi.
 Dhani, sesosok mahasiswa S2, pandai berteori karena lama kuliah, namun sedikit payah dalam mendengarkan dan mengembangkan ide. Dia adalah seorang ‘what’s wrong-Man’. Ras-ras manusia yang selalu melihat ‘apa yang salah’ dalam suatu hal, hanya melihat ‘apa yang salah’ dan sayangnya belum cukup ilmu untuk membenarkan hal yang salah tersebut. Spesies ini sudah terlalu banyak di masyarakat.

Niko, sesosok reporter muda,  pandai meng-analogi-kan obrolan, sedikt payah dalam berteori, cukup pandai mendengarkan dan mengembangkan ide. Menurutku dia tidak termasuk dalam spesies ‘what’s wrong-Man’. Aku belum tahu dia termasuk spesies manusia yang mana, namun setidaknya naskah komikku berkembang menjadi lebih renyah dan siap diolah untuk menjadi komik yang aduhai. Spesies ini ada di masyarakat namun tidak terlalu banyak.

Tuh kan, proses pembuatan naskah memang menyebalkan. Naskahnya belum jadi ajah udah bisa nulis kayak gini gara-gara riset kecil-kecilan itu. Ahh, kacau deh. Sepertinya aku harus segera berbenah dan bergegas. Bukankah aku ingin komik ini selesai akhir tahun?

Mujix,
ayo coy! naskahnya dikerjain!
udah bulan Oktober nih.
Simo, 10 Oktober 2014

Rabu, 01 Oktober 2014

Time Slip

Di dunia ini banyak hal yang mutlak harus terjadi. Misalnya perpindahan waktu dari siang ke malam. Beberapa hal mutlak yang harus terjadi itu terkadang adalah menjadi momok menyebalkan bagi sebagian orang di sepanjang hidupnya, sebagian menjadi sesuatu yang indah serta patut dikenang, dan sebagian yang lain masih menjadi teka-teki yang belum terjawab hingga hari ini. Ini aku mau curhat tentang apaan sih? Kok muter-muter gini.

Aahh...  ngobrolin soal ‘perpindahan waktu dari siang ke malam’. beberapa minggu ini, waktu seperti air sungai  yang mengalir dengan tenang, hingga arus deras didalamnya tak tampak jika dilihat dari kejauhan. Jam kerjaku dalam membuat komik sebenarnya cukup mengerikan. Berbagai kesulitan, stress yang memuncak saat mengolah storyboard dan hal-hal fatal lainnya bagi orang lain hanya terlihat bias saja. Beberapa kali aku dikira pengangguran karena selalu ‘beredar’ dirumah. Kerja jadi komikus sampai mabuk deadline terus dikira pengangguran itu sakitnya disini men!! yah aku udah gak terlalu perduli juga sih.
Pada hari-hari biasa, Jam kerjaku dimulai jam 09.00 WIB sampai jam 12.00 WIB. Kemudian istirahat sejenak sampai jam 13.00 WIB, terus lanjut sampai jam 17.00 WIB. Jam segitu istirahat lagi buat mandi, makan, bengong, sampai jam 18.30 WIB kemudian terus bekerja sampai jam 23.00 WIB. Sangat menyenangkan, karena kerjaanku adalah menggambar komik. Iya beneran, udah berasa jadi komikus profesional gituh.

Ruang kerjaku saat ini masih sangat sederhana. Ada dua meja yang saling membelakangi  masing-masing menghadap dinding. Di salah satu meja ( yaitu meja tempatku menggambar komik) terdapat tumpukkan komik indonesia yang berjejer. Di meja yang lain terdapat monitor dan printer yang belum dipakai, punyanya Mas-ku sih, entah mau diapain. Diatas meja tersebut terdapat rak buku bikinan ayahku. Kerennya lagi dirak tersebut terdapat referensi-referensi keren untuk bikin komik. Buku semacam ScottMcCloud sampai komik Monika-nya Mauricio terjejer sok rapi di rak tersebut.

Berada di tempat itu seperti di sebuah Playground yang menyenangkan. Banyak komik, banyak gambar, dan banyak hal-hal sepele yang lucu. Ritual menggambar komik ditempat itu sepertinya berpengaruh dengan alur waktu yang berjalan didunia nyata. Hal-hal yang aku lakukan saat menggambar adalah menyeduh teh hangat sambil mendengarkan radio. Sesekali aku berpindah ke kursi tamu atau ndolani  Gantar, atau kemudian istirahat sejenak minum kopi di teras halaman. Gitu terus, Beneran men, kalo udah nggambar gituh, tau-tahu udah jam 12.00 WIB, tau-tau laper, tau-tau badan udah capek, tau-tau badan yang capek itu udah dipijitin sama Raisa Adriana. Hihihihi


Di tempat itu ‘perpindahan waktu dari siang ke malam’ benar-benar bias.  Aku yakin hal-hal itu bisa terjadi karena aku mengerjakan pekerjaan yang aku suka. Iya, aku sedang menjalani karir impianku sejak SMP, yaitu menjadi Komikus. Aku sudah tidak memiliki alasan lagi untuk mengeluh. Aku mencoba terus bertahan ketika Bad Mood dan Art block menghajarku bertubi-tubi.  Kurasa seperti itu. Di dunia ini banyak hal yang mutlak harus terjadi. Menjadi komikus mutlak harus bertemu banyak deadline dan menggores gambar diatas kertas. 

Mujix
sedang Bad Mood,
jangan diganggu dulu!
Simo, 01 Oktober 2014