megamendungkelabu

Senin, 22 November 2021

Upgrade Sempak!

Aku baru saja beli sempak. Sempak terakhir yang aku pakai terbeli beberapa tahun silam. Semenjak dua bulan lalu (atau lebih? Mbuh lah lali) sempak lamaku sudah tipis dan bolong-bolong di bagian pantat. Aku termenung dengan banyak pikiran berkecamuk. Biasanya nih biasanya, kan aku kalo membeli sempak yang 'low tier', alias 'gak bagus-bagus amat tapi murah'. Kebiasaan ini aku adopsi dari kehidupan mahasiswaku yang misqueen. Hiks sedih. 

Baiklah untuk 'balas dendam', kali ini aku akan beli yang agak mahalan. Demi kenyamanan si otong, demi gengsi masa lalu, demi romantisme laki-laki (eh,  gimana-gimana?!), demi..... Ya pokoknya gitulah. 

Intinya gak papa deh kali ini keluar duit lebih. Okey. It's time to sempak baru! Yahoooy! 

Waktu berganti dengan perlahan.  Di sore hari nan cerah itu, kugeber motor ke arah timur. Langit biru berjalan berdampingan dengan awan berarak. Angin dingin musim hujan menerpa wajahku dengan ramah. Suasana hatiku sangat baik. Ah, Petualanganku mencari sempak ini bakal sangat menyenangkan.

Aku tiba di minimarket di Pasar Simo, tak terasa setelah seperempat jam duduk di jok motor. Tanpa basa-basi aku bergegas pergi ke rak bagian sempak. Pandanganku berkelana random mencari barang incaran. Mata tak sengaja tertuju ke merk sempak lamaku.  

"Pfftt,  good bye brand low tier idolaku saat misqueeen!!" ujarku pelan. 

"Aku sekarang punya uang untuk beli merk yang lebih baik. Bwahahhaahha!!! "

Sempak merk incaranku berada tak jauh dari sempak lamaku. Tanganku langsung meraih barang sakral mahal tersebut. Yah it's great. Gambarnya ada cowok bertelanjang dada dengan memakai sempak. 

Untuk kali ini aku mencoba 'up grade level'. Dari 'low tier' ke 'middle tier'. Langsung saja 1 bungkus sempak ukuran M aku lempar ke meja kasir. Dengan berwajah serius dan sedikit menyeringai ala Goku saiya super 3, aku berdiri di meja kasir tanpa risih sedikitpun. Sempak baru sudah di tangan. 

Setelah aku membereskan banyak hal (hal semacam beli makanan kucing, self healing muter-muter alfamart sambil membayangkan kalau tempat itu adalah Gramedia,  hingga lirik-lirik pemudi pemudi yang beli cilok telur sembari berharap bertemu calon jodoh) segera aku pulang ke rumah. 

Sampai di kamar aku langsung copot celana. Saatnya memulai ritual suci bernama 'ganti celana dalam baru'. Sempak baru itu aku 'unboxing' dengan hati-hati. Deg-deg-an euy. 

Impresiku. Pengemasannya cukup rapi. Kertas pembungkus berwarna hitam dop membuat benda itu semakin terlihat mewah. Bahannya bagus. Kainnya kencang namun lentur. Aku sempat terpikir bagaimana ribetnya sang desainer saat membuat packaging yang mewah untuk bungkus 'senjata andalan' para laki-laki.  Rapatnya pasti seru banget. Wkwkwk

Sempak baru sudah di tangan. Kakiku memasuki lubang demi lubang celana yang sangat mistis. Dalam satu tarikan ke atas, sang sempak itu sudah menempel di tubuhku. Hmm okey, now what!? 

Aku mencoba melakukan gerakan ringan. Jalan di tempat. Loncat ,and then errr,  kurasa titit gw kejepit. Alas di bagian pantat terlalu mepet. Kolornya mencengkeram hebat di atas perutku yang mulai agak bergelambir. 

Oh, bother. Ternyata sempakku kekecilan! Terlalu kecil di sudut manapun!! Bahkan di bagian bokong tak tertutup dengan sempurna. Lalu kulepas celana dalamku. 

Dalam keadaan tak bercelana aku memandang sempakku dengan tatapan nanar sambil berucap. 

"Bagaimana ini!? Apa yang harus aku lakukan!? What's should I do with this thing,  man!?"

Detik demi detik berlalu. Jantungku berdegup keras seiring dengan napasku. Pikiranku menerawang jauh melintasi batas dimensi. Ah, di saat para ilmuwan dunia sibuk mencari cara agar umat manusia bisa membuat koloni di planet Mars, aku malah sibuk memikirkan konklusiku untuk celana dalam baru yang sempit. 

Oh wait, otak primataku mengatakan bahwa 'aku harus untuk menarik-narik semua bagian celana dalam' agar longgar. Tanpa berpikir panjang,  celana itu langsung aku tarik-tarik.

Seperti orang kesurupan aku renggangkan sempak itu sebisanya. Bahkan sampai berbunyi 'krieeet-krieeeet'. Aku renggangkan lagi dengan buas. Bahkan sebagai puncak acara, aku menggunakan kakiku untuk menariknya. 

"KRIEEEEEEEETTTTT!!!" 

Aku agak ngos-ngosan. Bentar ambil nafas dulu. Lalu lakukan lagi!! 
"KRIEEEEEEEETTTTT!!!" 
"KRIEEEEEEEETTTTT!!!" 

Baiklah. Sepertinya sudah agak renggang. Kupandang sempakku yang mulai acak adut. Sambil menahan napas aku masukkan kakiku ke celana itu lagi. 

Dag dig dug. Perlahan mengikuti tempo. Lalu mak bless. Sempak itu kembali menyatu dengan tubuhku. And then... 

Ah sial. Tidak ada perubahan yang berarti.
Aku kembali galau. Sial! Sempak ini harus aku apakan! Aku kehilangan uangku untuk barang tak sesuai ukuran ini. Sizeku biasanya adalah M,  untuk merk yang sebelumnya. Size celana dalam baru ini juga M tapi berbeda merk. Mbok kalo ada selisih tuh jangan ekstrim gini atuh, Neng!!  

Ah andaikata bisa ditukarkan. Gak mungkin aku lakukan,  soalnya bakal jadi lelucon menjijikkan yang gak lucu. Semua antusiasku sebelumnya menguap entah ke mana. 

Ya masak sih aku ke Alfamart lagi terus omong sama Mbak kasir "Anu, Mbak,  tukar celana dalam bisa?  Tadi aku coba tapi ternyata kekecilan!? Hehehe! "

Apa kata dunia!? Mau ditaruh di mana harga diriku!? Setelah puas mengeluh dan mengumpat panjang, sempak itu aku lepaskan dan aku masukkan ke tempatnya semula. Aku kembali memakai celana dalam lama. Iya sempak merk low tier  yang sudah tipis dan bolong-bolong di bagian pantat itu.

Mencoba sempak merk baru yang belum aku ketahui adalah sebuah petualangan. Hanya saja tidak semua petualangan harus berjalan sempurna dan bahagia. Iya kan!? Ini adalah kisah sempakku, bagaimana kisah sempakmu!? 

Mujix
Akhirnya beli lagi sempak dengan merk yang sama namun dengan ukuran lebih besar. Dan masih agak kekecilan. Idupku kok gini-gini amat, hyung. Huft. 
Simo, 18 Januari 2022





Minggu, 14 November 2021

Si Fulan

Ada seorang teman FB datang ke pertemuan kami. Sebut saja ia fulan. Ia adalah illustrator sukses dengan segudang pencapaian yang membuatnya bangga. Dan Malam ini ia memuntahkan semua kebanggaannya itu kepada kami dengan pongahnya. 

Sepanjang obrolan ia tak henti-hentinya merokok. Aku rasa ini meet up komunitas paling sumpek yang pernah aku datangi. Soalnya hampir 95% anggota kami tidak ada yang merokok. Dan ia dengan santainya klepas-klepus sambil omong besar. Sebagai orang yang 'baik', aku hanya menanggapinya agar ia krasan doang. Aslinya sih aku tak terlalu perduli. 

Asap putih terus mengepul. Setelah semua muntahan kesuksesannya sudah habis ia kemudian berganti topik ke salah satu anggota kami. Ia mem-bully-nya dengan banyak cara. Aku gak tau gimana bilangnya,  namun sangat terasa sekali ada banyak pernyataan bernada merendahkan. Aku sudah mulai gak nyaman. Satu atau dua kali aku masih maklum untuk menertawakan kawan. Namun ketika itu sudah berulang banyak kali,  aku merasa itu sangat menyebalkan. It's not good. Apakah itu selesai?  Enggak. Ia kemudian dengan asiknya mengkritik komunitas kami. Kritik yang aneh sih sebenarnya. Ia hanya mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang harusnya kami lakukan berdasarkan opininya. Eh masak sih? Emang dia bilang apa? 

"Harusnya kalian nongkrong di Starbuck,  jadi biar ada peluang bertemu klien! Bukan di wedangan semacam ini dan bertemu sesama komikus."

Yah,  bahkan ia menyindir soal ganti nama komunitas. Ah, kata-katanya aku ingat bener. Kalau tak salah ia bilang gini. 

"Ganti nama aja tuh IKILO, gak ada anggotanya yang hidup dari komik tuh! Kata 'Komikusnya'-nya diilangin aja. Ganti kata 'Illustrator'!"

Aku orang yang sebenarnya masih mentolerir kesombongan, satu atau dua kepongahan adalah sesuatu yang wajar. Namun lebih dari itu, dan apalagi sampai tidak menyisakan 'ruang' untuk orang lain berinteraksi. Sepertinya anda perlu ke psikiater atau bermusahabah dengan diri anda sendiri. 

Mujix
Lokasinya wingit, obrolannya memuakkan, lalu aku memutuskan pulang lebih cepat. Walau hujan gerimis, mata minus, dan lampu motor agak redup. 
22 November 2021

Kamis, 04 November 2021

Kucing Penyintas

Kucingku menggeram dengan pilu penuh kesakitan. Ia tergeletak pasrah di lantai ubin yang dingin. Matanya sayu berwarna hitam pekat seperti kelerang. Tatapannya kosong. Di sekitar mulutnya terdapat sisa-sisa susu kental manis bercampur dengan air kelapa muda yang mulai lengket dan mengering. Malam ini suasana semakin keruh dengan rasa sedihku yang menggelundung melihatnya meregang nyawa. Mamakku datang memindah sang kucing ke sofa. Ia menaruhnya dengan lembut. Dengan wajah sedih dan penuh harap mamakku berkata:

"Urip yo! ojo mati yo!"

"Meeengh... " kucingku menjawab pelan. Entah ia merespon mamakku atau sekedar mengeluh kesakitan,  aku tak tahu. 

Namun yang pasti adegan dramatis itu cukup berhasil untuk membuat mataku sedikit berair. Ya,  ini kisah kucingku yang sedang bertahan di antara hidup dan mati. 

***  

Kucingku ini seekor pejantan. Satu-satunya yang masih hidup dari empat bersaudara. Dua kucing sebelumnya, Tuan Putri dan Si Cemplon mati gara-gara makan tikus yang diracun. Kematian itu berawal dari keteledoranku untuk tidak segera mengubur tikus dan kealpaan bapakku yang malah membakar tikus tersebut di tumpukan sampah. 

Tikus bakar itu ditemukan dua bersaudara. Mereka memakannya dan dalam hitungan hari, kedua kucing itu mati di dapur belakang. Aku dan mamak telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengobati kucing-kucing tersebut.  

Mulai dari memberinya susu,  air kelapa muda hingga memaksanya untuk memakan obat kucing yang aku beli dari pet shop. Namun hasilnya nihil. Mereka tak terselamatkan. 

Kematian kucing datang lagi. Tragedi tikus racun bakar itu menorehkan sejarah rekor angka baru jumlah kucing yang tewas. Dan ini sudah kelima kalinya. Kejadian yang berulang dan berakhir tragis ini selalu menyematkan rasa sendu di hati. Dan perlahan-lahan memunculkan rasa pesimis dan apatis yang tak bisa dicegah. 

Aku mulai mempercayai pemikiran 'Kalau kucing makan tikus yang kena racun, sudah pasti bakal MATI! '. Sebuah pemikiran visioner yang terlalu gegabah. Kalian tahu kenapa?  Yah baca terus cerita ini sampai kalimat terakhir. 

*** 
Semua cerita ini dimulai kemarin sore. Mamakku laporan kalo si kucing gak mau makan. 

"Ah,  paling bosen sama menunya, Mak!  Cobo diganti telor goreng atau ayam! " sahutku. Lalu digantilah menu makannya. Setelah itu aku tak tahu gimana kabarnya karena terlalu fokus dengan pekerjaan.  Hingga waktu berlalu. Pagi hari tiba seperti biasanya. Alhamdullilah.

Aku kala itu nongkrong di teras menikmati hidup, dengan cara minum teh panas setelah mandi pagi. Semuanya sempurna hingga di hidungku mencium bau busuk. Aromanya janggal seperti telur ayam kopyor yang kadaluwarsa.  Aku menoleh ke segala arah, badanku melenggang ke manapun mencari sumber bau. Baru beberapa melangkah aku mendengar suara kucing ber-hoek-ria di jalan beton depan teras. Aku mulai curiga. 

Kusamperin kan dia, dengan wajah sayu sang kucing berjalan pelan meninggalkan beberapa bongkah 'permata' berbau busuk. Kutengoklah benda itu. 

Omaigaaat, 'Permata' tersebut berupa gumpalan daging dengan rupa bulu-bulu berwarna hitam penuh lendir. Dalam sekejap aku langsung bisa berasumsi kalau benda tersebut adalah bangkai tikus. Hieek. Bau anyir itu mengundang perasaan mual dan langsung mengaduk-aduk perut. 

Aku segera membuang sampah basah tersebut. Kucingku menghilang lagi entah ke mana. 

Sore hari menjemputku lagi dengan angin sepoinya. Ibuku berteriak memanggilku dari arah dapur. 

"Yon!! Yono!!  Ayo kucinge dike'i banyu degan!!" suaranya menggelegar mengagetkanku. 

Banyu degan adalah air kelapa muda. Ternyata kucing yang meninggalkan sampah basah itu itu sakit karena menyantap tikus kena racun. Mamakku membawa kucing tersebut ke ruang tamu. Ia menaruhnya di lantai dan mengalasinya dengan kaos bekas untuk menjaga tubuh sang kucing tetap hangat. 

Sepertinya sepanjang siang ini mamakku mencoba mengobati kucing itu dengan berbagai cara. Lelehan susu kental manis menggumpal di mulut kucing. Ia hanya menggeram kesakitan. Pandangan matanya mulai kosong. Tubuhnya melemah. Aku memaksanya untuk meminum air degan. Ia menoleh pelan. Aku paksa lagi. Terminum sedikit demi sedikit. Aku paksa lagi. Hingga aku muak. Hingga aku lelah. 

Jantungku berdesir pelan. Keyakinanku sudah sangat bulat, 'Kalau kucing makan tikus yang kena racun, sudah pasti bakal MATI! '. 

Sore berlalu menjadi malam. Mamakku datang dan memindah sang kucing dari lantai ke sofa. Ia menaruhnya dengan lembut. Dengan wajah sedih dan penuh harap mamakku berkata:

"Urip yo! ojo mati yo!"

"Meeengh... " kucingku menjawab pelan. Tanganku mengelus badannya yang mulai dingin. Aku berkata pelan "yen meh urip,  yo uripo, tapi yen emang gak kuat yo gak popo! "

"Yen koe sesuk ijik urip bakal tak tukokne wiskas!" tukasku lagi sambil pergi ke kamar tidur. Aku akan membiarkan ia istirahat sejenak untuk menjemput takdir.

Hidup atau mati terserah ia dan Tuhan. Malam ini biarlah berjalan sebagaimana mestinya. Aku pasrah bongkok'an. 

***

Aku terbangun pagi ini oleh teriakan mamakku. 

"Yon,  kucinge mari! Ki deloken!! " aku segera bergegas menuju dapur. Tampak mamakku sedang memberi makan Si Ganteng. Aku terpana. Kucingku gak jadi mati! 

Ia berdiri di sana sambil mengeong lemah! Tubuhnya terlihat kurus namun tegak berdiri. Bulunya berantakan, sisa-sisa susu yang menempel di mulutnya masih ada di sana. Bagai keajaiban aku tertegun melihat sesosok makhluk berbulu itu bisa menghindar dari kematian. 

Langkahku terayun pelan. Mataku agak sedikit sembab. Aku masih gak percaya. Kejadian ini seakan meng-counter pemikiran visionerku yang terlalu gegabah
mengenai 'Kalau kucing makan tikus yang kena racun, sudah pasti bakal MATI! '. 

Dan,  hey ia masih hidup. Kucingku yang untuk pertama kalinya bisa tetap hidup setelah dihantam racun tikus! Ia telah dengan resmi menjadi kucing penyintas! 

Aku mendekatinya, mengelus dan menggaruk kepalanya. Ia mengeong pelan. Dengan suara sedikit bergetar aku bilang padanya. 

"Wah, ijek gelem urip to? Yowis sesuk tak tukokne Whiskas!".

Hidup dan matinya suatu makhluk tidak ada yang tahu. Kurasa mulai kali ini aku harus lebih berhati-hati lagi dalam berpikir dan meyakini suatu pendapat.

Mujix
Kenapa tidak dibawa ke dokter hewan?  Ditempatku tidak ada vets. Vets terdekat berada di kota Solo. Yang jaraknya 25 KM dari rumah. 
Simo, 4 Februari 2022