megamendungkelabu

Kamis, 04 November 2021

Kucing Penyintas

Kucingku menggeram dengan pilu penuh kesakitan. Ia tergeletak pasrah di lantai ubin yang dingin. Matanya sayu berwarna hitam pekat seperti kelerang. Tatapannya kosong. Di sekitar mulutnya terdapat sisa-sisa susu kental manis bercampur dengan air kelapa muda yang mulai lengket dan mengering. Malam ini suasana semakin keruh dengan rasa sedihku yang menggelundung melihatnya meregang nyawa. Mamakku datang memindah sang kucing ke sofa. Ia menaruhnya dengan lembut. Dengan wajah sedih dan penuh harap mamakku berkata:

"Urip yo! ojo mati yo!"

"Meeengh... " kucingku menjawab pelan. Entah ia merespon mamakku atau sekedar mengeluh kesakitan,  aku tak tahu. 

Namun yang pasti adegan dramatis itu cukup berhasil untuk membuat mataku sedikit berair. Ya,  ini kisah kucingku yang sedang bertahan di antara hidup dan mati. 

***  

Kucingku ini seekor pejantan. Satu-satunya yang masih hidup dari empat bersaudara. Dua kucing sebelumnya, Tuan Putri dan Si Cemplon mati gara-gara makan tikus yang diracun. Kematian itu berawal dari keteledoranku untuk tidak segera mengubur tikus dan kealpaan bapakku yang malah membakar tikus tersebut di tumpukan sampah. 

Tikus bakar itu ditemukan dua bersaudara. Mereka memakannya dan dalam hitungan hari, kedua kucing itu mati di dapur belakang. Aku dan mamak telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengobati kucing-kucing tersebut.  

Mulai dari memberinya susu,  air kelapa muda hingga memaksanya untuk memakan obat kucing yang aku beli dari pet shop. Namun hasilnya nihil. Mereka tak terselamatkan. 

Kematian kucing datang lagi. Tragedi tikus racun bakar itu menorehkan sejarah rekor angka baru jumlah kucing yang tewas. Dan ini sudah kelima kalinya. Kejadian yang berulang dan berakhir tragis ini selalu menyematkan rasa sendu di hati. Dan perlahan-lahan memunculkan rasa pesimis dan apatis yang tak bisa dicegah. 

Aku mulai mempercayai pemikiran 'Kalau kucing makan tikus yang kena racun, sudah pasti bakal MATI! '. Sebuah pemikiran visioner yang terlalu gegabah. Kalian tahu kenapa?  Yah baca terus cerita ini sampai kalimat terakhir. 

*** 
Semua cerita ini dimulai kemarin sore. Mamakku laporan kalo si kucing gak mau makan. 

"Ah,  paling bosen sama menunya, Mak!  Cobo diganti telor goreng atau ayam! " sahutku. Lalu digantilah menu makannya. Setelah itu aku tak tahu gimana kabarnya karena terlalu fokus dengan pekerjaan.  Hingga waktu berlalu. Pagi hari tiba seperti biasanya. Alhamdullilah.

Aku kala itu nongkrong di teras menikmati hidup, dengan cara minum teh panas setelah mandi pagi. Semuanya sempurna hingga di hidungku mencium bau busuk. Aromanya janggal seperti telur ayam kopyor yang kadaluwarsa.  Aku menoleh ke segala arah, badanku melenggang ke manapun mencari sumber bau. Baru beberapa melangkah aku mendengar suara kucing ber-hoek-ria di jalan beton depan teras. Aku mulai curiga. 

Kusamperin kan dia, dengan wajah sayu sang kucing berjalan pelan meninggalkan beberapa bongkah 'permata' berbau busuk. Kutengoklah benda itu. 

Omaigaaat, 'Permata' tersebut berupa gumpalan daging dengan rupa bulu-bulu berwarna hitam penuh lendir. Dalam sekejap aku langsung bisa berasumsi kalau benda tersebut adalah bangkai tikus. Hieek. Bau anyir itu mengundang perasaan mual dan langsung mengaduk-aduk perut. 

Aku segera membuang sampah basah tersebut. Kucingku menghilang lagi entah ke mana. 

Sore hari menjemputku lagi dengan angin sepoinya. Ibuku berteriak memanggilku dari arah dapur. 

"Yon!! Yono!!  Ayo kucinge dike'i banyu degan!!" suaranya menggelegar mengagetkanku. 

Banyu degan adalah air kelapa muda. Ternyata kucing yang meninggalkan sampah basah itu itu sakit karena menyantap tikus kena racun. Mamakku membawa kucing tersebut ke ruang tamu. Ia menaruhnya di lantai dan mengalasinya dengan kaos bekas untuk menjaga tubuh sang kucing tetap hangat. 

Sepertinya sepanjang siang ini mamakku mencoba mengobati kucing itu dengan berbagai cara. Lelehan susu kental manis menggumpal di mulut kucing. Ia hanya menggeram kesakitan. Pandangan matanya mulai kosong. Tubuhnya melemah. Aku memaksanya untuk meminum air degan. Ia menoleh pelan. Aku paksa lagi. Terminum sedikit demi sedikit. Aku paksa lagi. Hingga aku muak. Hingga aku lelah. 

Jantungku berdesir pelan. Keyakinanku sudah sangat bulat, 'Kalau kucing makan tikus yang kena racun, sudah pasti bakal MATI! '. 

Sore berlalu menjadi malam. Mamakku datang dan memindah sang kucing dari lantai ke sofa. Ia menaruhnya dengan lembut. Dengan wajah sedih dan penuh harap mamakku berkata:

"Urip yo! ojo mati yo!"

"Meeengh... " kucingku menjawab pelan. Tanganku mengelus badannya yang mulai dingin. Aku berkata pelan "yen meh urip,  yo uripo, tapi yen emang gak kuat yo gak popo! "

"Yen koe sesuk ijik urip bakal tak tukokne wiskas!" tukasku lagi sambil pergi ke kamar tidur. Aku akan membiarkan ia istirahat sejenak untuk menjemput takdir.

Hidup atau mati terserah ia dan Tuhan. Malam ini biarlah berjalan sebagaimana mestinya. Aku pasrah bongkok'an. 

***

Aku terbangun pagi ini oleh teriakan mamakku. 

"Yon,  kucinge mari! Ki deloken!! " aku segera bergegas menuju dapur. Tampak mamakku sedang memberi makan Si Ganteng. Aku terpana. Kucingku gak jadi mati! 

Ia berdiri di sana sambil mengeong lemah! Tubuhnya terlihat kurus namun tegak berdiri. Bulunya berantakan, sisa-sisa susu yang menempel di mulutnya masih ada di sana. Bagai keajaiban aku tertegun melihat sesosok makhluk berbulu itu bisa menghindar dari kematian. 

Langkahku terayun pelan. Mataku agak sedikit sembab. Aku masih gak percaya. Kejadian ini seakan meng-counter pemikiran visionerku yang terlalu gegabah
mengenai 'Kalau kucing makan tikus yang kena racun, sudah pasti bakal MATI! '. 

Dan,  hey ia masih hidup. Kucingku yang untuk pertama kalinya bisa tetap hidup setelah dihantam racun tikus! Ia telah dengan resmi menjadi kucing penyintas! 

Aku mendekatinya, mengelus dan menggaruk kepalanya. Ia mengeong pelan. Dengan suara sedikit bergetar aku bilang padanya. 

"Wah, ijek gelem urip to? Yowis sesuk tak tukokne Whiskas!".

Hidup dan matinya suatu makhluk tidak ada yang tahu. Kurasa mulai kali ini aku harus lebih berhati-hati lagi dalam berpikir dan meyakini suatu pendapat.

Mujix
Kenapa tidak dibawa ke dokter hewan?  Ditempatku tidak ada vets. Vets terdekat berada di kota Solo. Yang jaraknya 25 KM dari rumah. 
Simo, 4 Februari 2022