Dompet
Aku berjalan terburu-buru
mengejar bis Karunia Mulya yang tiba-tiba muncul mendadak dari pintu Terminal
Tirtonadi. Bis itu berwarna biru tua dengan kondisi fisik yang sangat
memprihatinkan, Seperti hidupku, pffft. Sudah layak untuk ‘pensiun’ dan beralih
dimensi ke pembuangan sampah untuk didaur ulang menjadi sendok. Ah, jadi garpu
juga gak papa sih. Yang penting jangan
jadi sempak. Beberapa detik sebelum aku
melompat ke pintu bis tersebut tiba-tiba aku tersadar sesuatu yang sangat
penting. Dompetku tertinggal di kontrakannya Bang Arum. Ya, dompetku
tertinggal. Aku ketik dengan
huruf capital biar agak dramatis. DOMPETKU TERTINGGAL!!!! Kayaknya sih terselip dengan aduhai di atas tabung LPG tak jauh
dari pintu kamar mandi.
Jadi, Di dalam waktu yang sepersekian detik itu aku harus mengambl
keputusan yang penting. Apakah aku harus kembali ke kontrakan dengan berjalan
kaki ke suatu tempat yang jaraknya ‘cukup membuat kaki kram’ untuk mengambil dompet atau aku nekat pergi ke kentingan untuk
mengejar waktu untuk bertemu dengan klien bermodalkan uang 4.000 rupiah
dikantong. Dan kalian tahu apa yang aku pilih? Aku mengambil opsi kedua secara
spontan.
Aku melompat sambil memegang
gagang pintu dan segera menghambur masuk kedalam bis dengan perasaan yang
sangat bergejolak. Ya. Keputusan
mendadak yang sangat tidak masuk
akal itu aku pilih untuk mempertahankan prinsip ‘bertemu klien dengan tepat
waktu’.
***
Beberapa jam sebelumnya di sebuah
kontrakan Bang Arum. Hari itu hari sabtu yang sangat aneh. Seharian dari pagi
sampe siang kegiatanku hanya kentut, kebelet pipis, ingin buang hajat nikah .
hanya kentut, kebelet pipis, ingin buang hajat nikah . hanya kentut,
kebelet pipis, ingin buang hajat nikah . terus
gitu sampai hari Yaumul Akhir. Intinya, bagiku di hari Sabtu itu, siksaan neraka jahanam adalah memakai celana skinny jeans cewek yang sangat ketat
dengan aktivitas kentut, kebelet pipis,
ingin buang hajat yang datang secara rutin dan konsisten. Kenapa harus pake skinny jeans? Kata
Raditya Dika, pake skinny jeans itu gaul.
Kenapa harus cewek? Karena aku cowok, normal dong kalo suka sama cewek.
Gerakan semacam ‘lepas ikat
pinggang dan celana sambil buru-buru ke
toilet namun tangan sering nyangkut di dompet saku depan’ itu terus terulang
dan terulang . beberapa kali. Terus menerus dan titik puncaknya adalah kulempar
begitu saja dompet itu agar tidak nyangkut dicelana ketika ‘kegiatan tersebut’ sudah tak
tertahankan lagi.
Detik-detik saat aku mau melempar
dompet itu terekam sangat jelas di otakku. Saat visual itu muncul, ada banyak
suara bergema dipikiranku. Aku sangat ingat ketika semua suara-suara itu
berakumulasi menjadi satu titah yang berbunyi ‘sudah lempar saja dompet itu ke tabung Elpiji, nanti
bisa kamu ambil lagi. Tenang saja tidak akan terjadi apa-apa kok’. Titah yang
aneh. Kenapa juga nyuruh ngelemparnya ke Elpiji. Kenapa enggak di lempar kehatimu
ajah. Dan begitulah. Dompet itu aku
lempar dengan sangat bernafsu ke arah tabung Elpiji dan aku segera berlari random ke kamar mandi. Simulasi siksaan neraka jahanam itu akhirnya usai
juga. Yeah.
Aku lega. Keluar kamar mandi
dengan ganteng. Semua beres. Semua beres kecuali dompet yang masih terselip
dengan aduhai di atas tabung Elpiji.
Terselip dan terlupa.
Yeah lagi.
***
Drama hari ini berjudul ‘Seorang
pemuda berambut kribo bermodalkan uang 4.000 rupiah dikantong, gara-gara dompet yang terselip dengan aduhai di atas tabung Elpiji karena mempertahankan prinsip ‘bertemu klien dengan tepat waktu’. Hanya
orang tolol yang berani melakukan hal
tersebut. Seberapa tolol? Mari kita
obrolkan bersama.
Aku hanya memiliki uang 4000
rupiah di kantong. Tarif untuk naik bis rata-rata 2500 sampai 3000 rupiah
sekali jalan. Untuk bis VIP semacam Batik
Solo Trans, tarifnya 3500 rupiah. Saat
itu aku hanya bermodalkan ingatan samarku bahwa tarif bis karunia mulya hanya
2000 rupiah. Aku akan sangat aman jika tarif itu sesuai dugaanku. Aku berharap
dugaan itu benar agar prinsip ‘bertemu klien dengan tepat’ tidak terlanggar. Sang klien mengajak bertemu di sebuah kantin
yang cukup besar. Aku hanya akan menggunakan uang 4000 itu hanya untuk tarif
transpot.
Kukatakan sekali lagi, UANG
4000 ITU HANYA UNTUK TARIF TRANSPOT.
Impian untuk pesan kopi hitam
atau teh hangat sambil ngobrolin projek, langsung aku buang ke laut. Enggak bisa
beli pulsa juga. Rencananya di kantin
tersebut aku akan berpura-pura menjadi boneka ‘wini the puuh’ yang pingsan gara-gara keracunan makan ikan buntal agar tidak memesan apapun. Catat, apapun,
karena uangku mungkin hanya tinggal tersisa 2000 (atau malah 1000 rupiah). Kampret. Beberapa menit
sebelum kernet menarik bayaran penumpang, aku galau. Memandang langit biru. Menghela nafas
panjang. Berharap ada alien
yang menginvasi bumi kemudian kiamat. Huft.
Jika dugaanku tentang tarif itu meleset 100
rupiah saja, maka sudah dipastikan aku akan kembali ke kontrakan dengan
berjalan kaki sejauh 4 KM. Berjalan 4 KM gara-gara untuk menghargai sebuah
prinsip diri sendiri yang sangat
bodoh. Kegalauanku itu sangat
beralasan. Sang kernet datang.
Badannya yang hitam legam membuatku bergidik. Aku menelan ludah. Terbayang adegan aku
kelelahan berjalan 4 KM.
***
Setiap orang memiliki prinsipnya
masing-masing, dan setiap orang bebas untuk mempertahankan atau mencampakkan
prinsip tersebu. prinsip ‘bertemu klien dengan tepat waktu’ adalah salah satu
dari banyak prinsip yang sedang kupertahankan. fokus sebenarnya adalah ‘tepat
waktu’. Adegan terburu-buru mengejar bis
karunia mulya yang tiba-tiba muncul mendadak dari Pintu Terminal Tirtonadi itupun
salah satu upaya agar aku bisa mempertahankan prinsip tersebut. Uang yang hanya
tertinggal 4.000 rupiah dikantong merupakan sebuah manifestasi pikiran liarku
untuk mempercayai prinsip tersebut, setidaknya untuk hari ini aku ingin bermain-main dengan ‘hukum tarik
menarik’ dan ‘sebab akibat’. Aku belum
tahu dengan apa yang akan terjadi.
Rasanya ngeliat kernet datang saat bawa
uang yang dikit itu,
kayak ngeliat gebetanmu tiba-tiba minta dibelikan smartphone saat tanggal tua, padahal
kalian belum jadian dan belum gajian. pokoknya
‘Pfft’ banget.
Aku khawatir. Aku be namun
perlahan kekhawatiranku itu berubah menjadi perasaan bergairah. Hei, perasaan ‘deg-deg-an’ dan khawatir ini mulai terasa menyenangkan.
***
Sang kernet datang. Aku menelan
ludah. Tanganku merogoh kantong dengan sedikit gemetar. Kupastikan uang yang
terambil adalah 2000 rupiah. Kuserahkan
dengan senyum formalitas ala Mbak-Mbak SPG di pasar malam. Sang kernet yang
masih hitam legam itu mengambil uangku dengan dingin. Tak terseyum sedikitpun.
Kerennya dia berlalu begitu saja.
Sepertinya perkiraanku tepat. Bis ini masih
bertarif 2000 rupiah. Alhamdulilah.
Bis Karunia Mulya ini berjalan menuju kearah timur dengan
tenang. Semua hal didalam hidup itu
terkadang bersifat mendadak dan sangat tidak masuk akal. Beneran. Seberapa banyak diantara kita
sering terhenti dalam melangkah karena khawatir dengan apa yang akan terjadi
depan nun jauh disana. Di sebuah masa yang tidak bisa kita mengerti. Tugas
selanjutnya adalah menyamar menjadi boneka ‘wini the puuh’ yang pingsan gara-gara keracunan makan ikan buntal agar tidak memesan apapun. Dikantongku hanya tersisa uang 2000
rupiah. prinsip ‘bertemu klien
dengan tepat waktu’ detik ini
masih bisa kupertahankan.kurasa adegan dompet
yang masih terselip dengan aduhai di atas tabung LPG itu juga sebuah ketentuan takdir yang harus terjadi. Seperti kelahiran, jatuh cinta, menikah, dan
mati.
Uang dikantong masih tersisa 2000
rupiah. Masih ada jadwal bertemu klien di warung makan. Belum tahu juga ntar
pulangnya naik bis apa. Ahahaha sialan, perasaan
‘deg-deg-an’ dan khawatir ini mulai
terasa menyenangkan.
Mujix
baru kali ini
aku loncat-loncat kegirangan
gara-gara dapat kabar yang baik.
Simo, 27 November 2013