megamendungkelabu

Kamis, 29 September 2022

Karya Bang Jago

Apa hasil karya lu yang ngebuat lu bilang "Gilaaakk! Jago banget gue!". Buanyak, dasarnya emang aku orangnya kepedean (since 2015) siih. Namun jika disuruh memilih, maka pilihan tersebut jatuh pada... Skripsi! 

Bikin skripsi dong! Gilaa,  gokil bets deh,  Sebagai mahasiswa TV & film yang bercita-cita jadi komikus sukses, kesibukanku kala itu ya (selain desperate) tiap hari bergelut dengan video atau komik yang kebanyakan bermain rasa feeling kimoci di otak kanan.

Di suatu momen krusial, aku tersadar. Otak kiri adalah sosok bagian tubuh yang jarang aku latih. Saat itu alasanku memilih membuat skripsi ialah ingin belajar nulis. Yeah,  literally menulis dengan baik dan benar.

Bagaimana aku tahu?  Gampang! Jebul-nya setiap aku membuat komik kan pasti bakal bikin tulisan tuh, nah di situ keliatan dong amburadul dan mawutnya EYD serta kaidah kepenulisan di karyaku.  

Sebelumnya mah gua dulu kalo nulis asal tubruk aja. 'Di' mau dipisah atau kagak bodo amat. Mau make huruf kapital di tempat salah juga kagak perduli. Pokoknya pake jurus gas pol rem blong lah. 

Nah dari situ aku mulai meniatkan diri untuk belajar menulis. Step pertama ya banyakin baca buku non komik. Awal-awalnya males tuh. Pusing. Satu buku tebel tulisan semua itu kek sarapan nasi pake lauk roti. Eneg pol. 

Ya udah, pelan-pelan. Halaman demi halaman. Dari membaca buku teks, aku belajar banyak hal tentang dasar utama mengenai menulis. Entah itu struktur kalimat, penempatan kata kunci di setiap paragraph, hingga hal sepele samacam 'spasi setelah tanda baca titik'. 

Apakah sudah cukup untuk menuju skripsi? Belum bosku. Jadi ada titik balik besar dalam hal perkuliahan. 

Salah satu big milestone-nya itu, skripsi. Tugas akhir skripsi adalah sebuah zona baru di hidupku yang menantang adrenalin! 

Balik lagi ke pembahasan kenapa aku membuat skripsi. Jadi saat berkesenian aku dituntut kreatif, out of the box, nyentrik dan menyebrang ke berbagai zona. Namun saat bergelut dengan skripsi, aku dituntut untuk terstruktur, mengikuti aturan, banyak membaca petunjuk dan menjadi teratur. 

Banyak baca buku, banyak kopi paste teori punya orang, banyak berdialog kritis sama pembimbing. Dan masih banyak 'banyak hal' lainnya. Pusing? Of course! Nyerah? Kagak! Karena kala itu aku percaya, kreator yang minim literasi akan mendapatkan hambatan yang cukup signifikan di masa depan. 

"Hah! Koe gae skripisii lan bar ujian?? Ndak mungkin!!! Ngapusi koe!! " kata beberapa teman di kantin kampus. 

Nah, waktu aku keluarkan beberapa gepok tumpukan skripsi yang udah lolos kurasi di hadapan mereka, baru deh pada kaget. 

Aku ingat dulu ada beberapa mahasiswa satu angkatan yang gak percaya soal kelulusanku dengan skripsi. Ah jangankan skripsi, mau ngulang matkul yang gak lulus aja bagi mereka udah ajaib bets. 

Kebanyakan mereka berasumsi,  kalo Mujix pasti bikin film animasi atau film dokumenter soal komik. Skripsi gak masuk opsi sama sekali. Sepertinya personal brandingku yang sok 'seniman komik' di kampus terlalu kuat. 

Hingga membuat mereka berpikir seperti itu. Btw banyak yang ngira kalo aku anak seni rupa murni,  padahal mah aku aslinya jurusan Televisian dan Film. Abis aku spill pasti ada aja yang nyeletuk 'Oh,  jadi artis di tv dan film ya, Bang!?'. Kagak!  

Aslinya sih sempet kepikiran bikin tugas akhir film dokumenter soal komik di Solo. Ya karena beberapa alasan tadi,  rencana tersebut aku batalkan. Soalnya kala itu aku udah sadar,  kalau gak bakal memilih jalur profesi sineas film. Aku suka bikin komik. Bikin komik harus bisa menulis dan menggambar. Separuh lebih hidupku sudah habis untuk menggambar,  lalu saatnya aku belajar menulis. 

Maka saat upacara wisuda aku merasa sangat terkagum-kagum dengan diri sendiri. Bikin buku komik bisa, bikin buku skripsi bisa, yang belum bisa cuman buku nikah. Soalnya... 

***
Apa hasil karya lu yang ngebuat lu bilang "Gilaaakk! Jago banget gue!", share di kolom komentar ya? 

Mujix
Bukan jenius sih, lebih tepatnya terampil. Karena membuat skripsi atau membuat komik adalah kemampuan yang bisa dipelajari. 
Simo, 29 September 2022 

Rabu, 28 September 2022

Cerita Di Balik Foto

Foto ini diambil pada saat aku jadi mahasiswa ISI Solo semester 2 atau 3. Kala itu angkatan kami akan mengadakan pameran fotografi dalam rangka tugas kampus. Acara diselenggarakan di lorong gedung J. 

Cerita di balik foto ini. Ini adalah masa di mana aku sangat membenci diriku sendiri. Benci sebenci-bencinya. Namun ironisnya kala itu aku yang sangat membenci diri sendiri itu sedang sangat mencintai seorang wanita. Cinta secinta-cintanya. 

Sebuah dualisme yang sangat membagongkan. Dan bisa ditebak. Tak ada titik terang dalam kisah cinta tersebut. Logikanya, mencintai diri sendiri saja belum bisa, sok sok an mencintai orang lain. Sudah cukup absurd? Belum! 

'Pemuda pembenci diri sendiri yang tengah mencintai perempuan' itu ternyata dicintai beberapa perempuan yang lain. Namun matanya tertutup oleh kebencian terhadap dirinya sendiri. Namun hatinya tertutup oleh cintanya terhadap orang lain. 

Andaikan aku di masa lalu itu melihat aku di masa sekarang,  apakah ia akan masih tetap membenci dirinya sendiri? 

Mujix
Jawabannya kurasa tidak. Hampir semua impian pemuda di masa lalu tersebut sudah berhasil aku wujudkan dengan sangat baik. Thank you,  Me! 
Simo,  28 Oktober 2022

Yang Penting...

Kemarin pas mau foto di plang jalan Malioboro. Di situ ada dua mbak-mbak berjilbab yang berfoto ria. Setelah mereka pergi aku segera mengambil alih lokasi. Di sela-sela sesi pemotretan terjadilah perbincangan gayeng. 

Mas Dody: "Mbak'e kae mau manis yo, aku seneng sing model ngunu kui. Yen sing ayu banget malah aku emoh!"

Aku: " hmm, yen aku tak golek sing gelem lan seneng karo aku ae mas!"

Mas Dody: "Oh iyo, ding! Penting kui! "

Walau syarat dan ketentuan berlaku,  namun itu hal penting adalah yang paling pertama dan utama. Kriteria lain bisa diobrolkan bareng-bareng. Yang penting ketemu dulu! 

Ah gini-gini amat obrolan dua lelaki single yang mulai memasuki usia paruh baya. Wkwkw. 


Mujix
Minum air putih hangat sesudah bangun tidur itu enak banget gaes. Cobalah! 
Yogyakarta, 24 September 2022

Senin, 19 September 2022

Upgrade Senjata

Akhirnya beli laptop! Awalnya mau cari yang murah, budget 6-7 jutaan. Eh tiba-tiba harga segitu keinget laptop Asus lama, Intel celeron dengan ram 4 GB yang suka lemot. Yah karena spek kentang emang gak cocok buat desain grafis berat. Mempertimbangkan hal tersebut, terus budget aku naikkan ke angka 10 jutaan. Nah di poin ini dapat laptop Asus pake Ryzen 5.

Di nominal tersebut, aku agak 'kegocek' dengan spek laptop Asus yang versi Ryzen 7 ram 16GB. Pusing deh,  beberapa minggu belakangan terjebak di berbagai pertimbangan. Soalnya jika aku mengambil type di spek segitu harganya naik menjadi 13 jutaan. 

Nah di nominal 13 jutaan, ditambahin dikit di angka 15 jutaan udah dapat Macbook Air. Aaaaa padahal sejak dulu aku pengen punya Macbook. Tapi Macbook Pro sih. Di harga saat tulisan ini terketik varian terendah Macbook Pro di angka 18 Jutaan. 

Nah pilihannya jadi makin rumit. Kalo boleh jujur aku cukup mendambakan Macbook. Beberapa kali aku sering meyakinkan diri untuk membeli benda ini. Okey, kek semacam mikir ' Gak harus pro, Macbook air keknya juga gak papa deh!'. Asli, jika ini kejadian,  sebuah bayangan liar di masa lalu akan terealisasi. 

Dulu aku sempat membayangkan akan ada masa di mana aku yang sedang kerja di cafe, mempunyai motor matic keren dengan laptop Macbook Pro. Gokil bangets. Untuk kesekian kalinya, impian random itu gagalkan dengan berbagai alasan. 

Alasan pertama, aku saat ini belum siap untuk pindah ke ekosistem sistem operasi brand Apple. Ada banyak hal baru yang harus dipelajari, ada banyak gear yang tidak bisa 'konek langsung' ke laptop. Pokoknya Terlalu banyak tantangan. I'm not ready yet. 

Alasan kedua, aku masih belum kaya.  budget buat beli device baru yang mahal tersebut, mending aku bagi jadi dua yaitu membeli laptop mid range dan tablet low range dari Apple. Yes,  aku ada rencana buat beli Ipad. 

Apakah keadaanku segenting itu untuk pindah ke Macbook Air? Apakah butuh? Apakah penting? Jawabannya belum dan tak terlalu penting. 

Pengalaman memiliki Macbook Air mungkin bakal awesome (sumpah pengen aaaaaaa),  namun bisa memiliki laptop plus gadget buat menggambar keknya juga seru banget. Begitu pikirku, setelah beberapa minggu membolak-balik budget, tanya teman dan liat review youtube. 

Jika dipaksakan, sepertinya aku bakal menciderai misi besarku untuk memiliki lingkungan perencanaan keuangan yang sehat. Keren tapi bokek is not my passion! 

Dan voila, sore ini laptop Asus pake Ryzen 5 udah aku check out. Masih ada sedikit keraguan namun it's okay to be not okay.

Beberapa jam sebelumnya aku terngiang-ngiang beberapa kutipan dari berbagai sumber yang sering kali aku pegang dalam mengambil keputusan.  

"Urip ki sak madyo wae, dahulukan kebutuhan daripada keinginan, dan bersikaplah realistis!".

Mujix
Sedang tidak terlalu sehat. Ada luka memar di dekat mulut. Sepertinya dompo. Semoga segera diberi kesembuhan. Buat makan nyeri euy. 
Simo, 19 September 2022

Selasa, 13 September 2022

KONSER SHEILA IMAJI-INK


Tadi malam mimpi liat konser Sheila On 7! Konsernya seru, pake format pengajian. Jadi yang nonton duduk di atas tikar sambil makan snack kondangan dan minum teh panas. 

Kerennya,  mereka membawakan lagu baru yang belum pernah dinyanyikan di dunia nyata. Lagunya bagus banget. Setelah konser aku tiba-tiba terjaga,  kala itu pukul jam 3 pagi. Aku ingat nada dan liriknya. Wuih pasti bakal keren banget jika aku bisa membawa lagu ini dari dunia mimpi ke dunia nyata. 

Lalu aku lanjutkan tidur. Jam 5 pagi aku terbangun lagi. Mimpinya masih ingat. Tapi lirik dan nada lagunya lupa sama sekali. Sial. Tau gitu waktu mimpi aku rekam pakai hape tuh.

Dari peristiwa ini aku belajar, jika ada ide hendaklah segera di dokumentasikan dalam format apapun. Catatan atau rekaman juga boleh. Setidaknya meninggalkan jejak untuk memancing ide-ide itu kembali. Salam lumba-lumba buat para Sheila Gank!

Mujix
Mencoba untuk lebih rutin berolahraga
Simo,  13 September 2022

Rabu, 07 September 2022

Kunci Motor

Kunci motorku hilang entah di mana. Kamar sudah berantakan aku obrak-abrik. Semua ruangan sudah aku sambangi mondar-mandir kayak setrikaan. Dan tidak ketemu. Aku masuk kamarku lagi untuk kesekian kalinya. Termenung sambil melepas jaket, sepatu, sarung tangan dan pernak-pernik lainnya dengan gontai. Aku seperti kecolongan sore ini, bahkan motor Lexi gantengku sudah ada di teras siap mengaspal untuk melibas cakrawala yang mendung menggantung. 

Ya,  sore itu aku memang sudah rapi jali buat tancap gas ke Pasar Simo untuk mengambil uang biaya jatah bulanan. Aku lupa kalo hari ini ternyata saatnya membayar tagihan internet. Dan apesnya tetanggaku yang menjadi penyedia layanan tersebut tak memiliki rekening bank yang sekirannya bisa aku transferin duit. Jadi begitulah. Harus segera ke Pasar Simo untuk mencari uang cash. 

"Wis temu, Yon!?" tanya bapakku masuk kamar sambil membawakan senter.

"Durung,  Pak,  sik, sik!" tanganku meraih senter yang diulurkan oleh bapak. Aku kemudian melongokkan kepala ke bawah meja sambil menyinarkan senter. Nihil,  tentu saja. Soalnya aku sudah tahu polanya. 

Pola?  Pola apa? Jadi aku punya kebiasaan, jika meletakkan kunci itu kalau tidak di 'meja kerja' pasti di 'kantung jaket'. Ya dua itu, harusnya tak terlalu jauh dari dua benda itu. Itu sudah seperti kebiasaan otomatis setiap harinya. 

Kenapa meja kerja?  Tempat itu sangat lapang dan sangat mudah terjangkau oleh mata. Kenapa kantung jaket? Tempat itu sangat aman karena ada resletingnya. 

Hanya saja, tadi malam ada bocor hebat di kamarku. Air meluber mendadak dari genteng dan menggenangi meja kerja tempat laptopku tergeletak. Yah, kurasa kalian bisa membayangkan seberapa hectic keadaanku malam itu. Banyak benda berpindah tempat,  banyak barang berubah posisi. Dan bisa jadi kunci motorku terpelanting dinamis entah ke mana.

"Mulakmen nek ndue kunci kui diwenehi bandul sing gede! " omel mamakku ngeliat anaknya teledor lagi untuk ke sekian kalinya. 

"Uwis tak kei,  Mak!  Lumayan gede juga kok!? " jawabku tak mau kalah. Ah andai saja kunci motorku bisa aku kasih gantungan segede hutang negara, pasti akan sangat mudah sekali untuk ditemukan. 

Aku terduduk di kasur dengan kalut. Satu hal yang selalu kupelajari dari sebuah kehilangan barang adalah 'jangan panik dan tetap tenang'. Aku menghela napas panjang. 

'Jangan panik dan tetap tenang,  Ndase!!' begitu pikirku lagi. Nyatanya hidup tak segampang omongan orang bijak. 

Baiklah, pikiranku mencoba untuk mengurai benang kusut peristiwa ini. 

Titik klimaks apa sih yang bakal terjadi saat kita berusaha mencari barang yang hilang? Satu,  barangnya ketemu. Dua,  barangnya tidak ketemu. Dan terakhir, barangnya ketemu namun entah kapan. 

Ya,  hanya ada tiga opsi tersebut. Tetap tenang. Dan mencoba memikirkan solusi dari permasalahan ini. Pikiranku mulai berpacu keras. Muncul asap dari dari ubun-ubun. Lalu beberapa menit kemudian ide cemerlang datang. Kurasa ide tersebut bisa dijadikan harapan dari problem ini. Mungkin. 

Aku bergegas menuju teras ke lokasi motor Lexi gantengku terparkir. Aku memutar knop kuncinya. Tidak bergeming sedikitpun. Tentu saja bloon,  kan kuncinya gak ada. 

Aku memundurkan motor ke ruang tamu. Bapak melihatku dengan penuh tanda tanya. Beliau bingung dengan apa yang sedang aku lakukan. 

Jadi begini. Motor Lexi ini dikaruniai berkah yang bernama 'smart key system'. Sebuah kunci fisik yang tidak harus 'dicolokkan' ke motor. Mesin motor bisa dioperasikan dengan perangkat elektronik via sinyal dalam jarak tertentu. 

Yak,  kuncinya adalah 'jarak tertentu'. Ide brilianku bilang 'jika jarak tertentu itu terjangkau oleh sistem kunci pintar tersebut,  maka sudah pasti motor tersebut bisa dinyalakan'. 

Percobaan pertama ya di teras tadi. Gak bisa diputar sedikitpun, itu tandanya sang kunci tidak berada di sekitar sana. 

Aku lalu memundurkan motor ke ruang tamu. Ya,  percobaan selanjutnya di tempat ini. Dadaku deg-deg-an euy. Tanganku terulur mencoba memutar kenopnya lagi. Tenaga aku salurkan dari seluruh badan ke tangan. Dengan menahan nafas, kuputar kenop itu. 

"Mak Ckleeeeek!!  Psiyuuuuu!! Brrrrrrrrrmmm!!  " terdengar suara kenop kuncik mesin yang bersatu padu dengan getaran motor. Menyala!  Motor Lexi gantengku hidup! Eurekaa!!!  Hatiku rasanya mak pyar. 

Kenapa aku yakin banget kuncinya ada di dalam rumah? Ya soalnya itu tadi,  motorku terakhir nyala saat aku berada di dalam rumah. Kalo jauh dari kunci,  itu motor kan gak bisa nyala. 

Sempat terbesit pemikiran, 'misal di ruang tamu tu motor gak idup, keknya bakal aku seret-seret ke seantero sudut rumah buat nemuuin kunci'.  

Jadi motorku sudah menyala kan ya. Nah tapi kuncinya belum ketemu. Petunjuknya ya itu tadi, si kunci berada di ruang tamu. Namun entah di mana. 

"Lha iki iso urip, Mak!" kataku bersemangat. "Kudune kunci motor'e ono neng daerah kene!" ucapku lagi. 

Aku langsung menoleh random ke segala arah. Sambil mencari petunjuk tambahan. Gelagatku udah kek Sherlock Holmes yang nyari Share Lok tempat kunci. 

Mataku tertuju ke sebuah jaket kulit berwarna coklat yang teronggok pasrah di atas motor Kharisma. 

Wait a minute! Aku langsung tepok jidat! Tanganku langsung meraih jaket tersebut dan sesegera mengobok-obok kedua sakunya. Dan voila! Kunci laknat itu berada di sana. Eurekaaaaaaaaaaaaa!!!!!! 

Rasanya langsung mak pyar untuk kesekian kalinya! Jadi gaes,  semua habbit check yang aku terapkan di awal postingan ini memang gak salah. Kunci motor memang benar berada di saku jaket. 

Cuman bukan jaket yang biasanya aku pakai! Untuk kasus kali ini yang jadi tersangka adalah jaket kulit warna coklat punya bokap!!