Aku beberapa
kali mencorat-coret sketchbook kumal
itu untuk mencari ide. Malam ini aku sendirian saja menunggu Mbak Yuni, seorang
teman lama dari persewaan Bharata, dan Deni, kawan dekat satu angkatan saat di
SMSR dulu. Karena ‘menunggu’ adalah pekerjaan paling boring sedunia, alhasil beberapa menit ini aku manfaatkan untuk brainstorming projek terbaru. Ceileh
projek terbaru. Bukannya semingguan kemarin luntang-lantung gak jelas kayak
cucian. Hwakakak
Waktu berjalan
begitu saja. Menit demi menit berlalu seperti mimpi tadi malam. Aku paling suka
situasi seperti ini. Hanya ada diriku sendiri, dan pencarian ide brilian yang
tak kunjung datang. Sesekali saat pikiran buntu, tanganku menyambar roti bakar
berlapis coklat Kitkat. Memakannya perlahan, mencoret lagi dan apabila terlalu
enek, segera saja aku minum jeruk hangat ala café ‘Roti Bakar Up Size’.
Aktivitas itu terus menerus berulang dengan harapan bisa mempersingkat waktu
sambil menunggu kedatangan Mbak Yuni dan Deni. Beberapa menit kemudian tiba-tiba
dari terdengar suara seseorang menyapaku dari arah pintu masuk.
“Jix! Mbak Yuni
udah datang?”
Aku menoleh dan
memerlukan waktu sepersekian detik untuk memahami darimana suara itu berasal.
Dheg!! Dadaku berdetak kencang. Seluruh badanku bergetar hebat.
Aku menelan
ludah dengan sedikit panik untuk menyembunyikan rasa terkejut.
“Sanasuke! Kamu
datang?!!” ucapku bergetar menatap wanita yang membuatku gila selama ini. Dia
berada di depanku. Sebuah pertemuan yang menurutku pertemuan paling dramatis
dari sekian banyak pertemuan yang kutemui akhir-akhir ini. Di otakku berkecamuk
banyak hal, namun yang paling mendominasi adalah sebuah kalimat sederhana,
kalimat itu berbunyi:
‘1% (Satu persen)!!, kemungkinanku untuk
bertemu dengan Sanasuke di pertemuan ini hanya
1%!!!’.
***
Beberapa jam
sebelumnya. Malam ini cuaca di daerah Kerten tidak terlalu cerah. Aku berjalan
di trotoar menuju tempat pertemuan yang belum aku tahu namanya. Beberapa kali
perjalananku terhenti untuk sekedar menunggu jalan agak sepi agar bisa menyebrang.
Yah, malam itu aku enggak mau ada adegan konyol 'hampir terserempet kendaraan
bermotor' seperti tadi pagi. Dasar pengemudi gila, ternyata bukan hanya ‘cinta’
saja yang bisa menghilangkan akal sehat. Entah sejak kapan di daerah ini mulai
makin ramai. Mobil, motor dan terkadang becak lampu mewarnai pemandangan.
Trotoar yang aku lalui cukup gelap, terkadang malah bukan trotoar, hanya
sebidang tanah kosong dengan banyak daun berguguran atau kerikil-kerikil kecil
tergeletak tak beraturan.
Aku berjalan
pelan. Dan mencoba memperkirakan apa yang akan terjadi di pertemuan nanti.
Intinya sih ketemuan, makan-makan, joget poco-poco, curhat dan reunian. Dan
yang pasti, pesertanya cuman tiga orang. Aku, Mbak Yuni, dan Deni. Tidak kurang
dan tidak lebih. Kami berjanji untuk bertemu di sebuah café di daerah Manahan.
”Yah, pokoknya
kita ngobrol, makan terus pulang dan kembali ke dunia nyata!” begitu pikirku.
Emang mau berharap apa lagi sih? Bertemu dengan Sanasuke? It’s Mission Immposiblle, dude! Baiklah sebelum semuanya makin
rancu, aku akan menceritakan sedikit tentang motif kenapa tiba-tiba muncul
pemikiran ‘Bertemu dengan Sanasuke’ di pertemuan ini. Here we go!
Kemarin malam
aku nge-chat via Whatsapp dengan Mbak
Yuni, berbincang kesana-kemari buat mengatur pertemuan ini. Obrolan ngelantur kemana-mana,
hingga sampailah pada sebuah chat dimana Mbak Yani menanyakan kontak HP-nya
Sanasuke. Emangnya gua punya!!! Dan kalian tahu apa yang terjadi? Tiba-tiba
saja dengan ajaibnya nomer HP Sanasuke masih ada di smarpthone-ku. Tertimbun di
tumpukan pesan singkat, jangan tanya alasan kenapa ada nomer itu di sana. Nomer HP itu aku kirim dari handphone ibuku. Sepertinya
nomer tersebut ‘nekat’ aku simpan dengan harapan kali aja suatu saat aku pakai
untuk keperluan yang darurat. Keperluan
yang darurat!? Keperluan darurat apaan!! Bilang aja masih ngarep. Hihihihi
Gituh, terus aku
kasih deh kontak itu ke Mbak Yani. Dan entah kenapa juga harus aku kasih.
Terserah elu deh. Sedikit gurauan tantang ‘seberapa aku berharap dia datang’
mewarnai chat kami. Namun aku yakin, melihat karakter Sanasuke, dan melihat
seberapa penting acara pertemuan ini bagi dia, aku sangat yakin Sanasuke tidak akan datang. Buat apa!?
Ketemuan sama aku, ohh man!! Are you
kidding me, God!? seorang loser
yang sering kali mengacaukan hari-harinya. Apalagi setelah farewell messages beberapa bulan yang lalu. Ketemuan sama Mujix!? Nonsense!! Seberapa yakin? 100% aku
yakin sanasuke tidak bakal datang!
Di sepanjang
jalan aku tertawa miris. Antara senang dan sedih. Iya benar seratus persen itu
angka yang mutlak. Seratus persen itu angka yang absolute. Begitu pikirku.
Setelah
mengambil uang di ATM aku menyebrang jalan. Di seberang jalan itu ada masjid tempat
dimana aku dan penghuni ‘Kontrakan Sudi Mampir’ melaksanakan ibadah haji kecil
setiap hari Jum’at. Aku memandang sekilas bangunan itu. Masjid itu rumah Tuhan.
Oh iya benar masih ada Tuhan. 'Sesuatu ' memberitahu tentang siapa sih aku hingga
berani menjamin 100 persen untuk sebuah peristiwa yang belum terjadi.
Sepertinya aku terlalu sombong. Sepertinya aku terlalu tinggi hati. Baiklah aku
meralat ucapanku.
99% Sanasuke
tidak bakal ada di pertemuan ini.
1% sisanya aku
menyebutnya 'kemungkinan yang mustahil, kuasa Tuhan, keajaiban, mukjizat atau apalah kalian semua menyebutnya'.
Sepertinya aku masih terlalu sombong dan terlalu tinggi hati.
***
Semua acara brainstorming untuk komik aku hentikan seketika.
Mengapa? Karena dia berdiri di
depanku, Sanasuke yang aku kagumi, hadir
dengan penuh keajaiban nan mustahil. Brengsek!!
Alam semesta berhasil mempermainkanku dengan 1 % kemungkinan takdir-Nya.
Aku mengambil nafas panjang untuk menenangkan diri dan mencoba berbincang
dengan Sanasuke.
“Huaaaah!!
Sanasuke Bagaimana kabarmu!! Sini salaman dulu!!” Saking bego-nya, aku tidak
mempersilahkan dia duduk terlebih dahulu.
Sanasuke
tersenyum dan kami saling bersalaman. Jabat tangan terakhirku dengannya
kira-kira dua tahun yang lalu, di kampus saat aku mengurus kelulusan. Sanasuke
segera duduk dan terlibat obrolan ringan denganku. It’s Amazing! Kami berdua betemu di sini! Seberapa sering aku
berdoa kepada Tuhan untuk mempertemukan kami.
Segitunya?
Iya segitunya.
Aku memandang
dia dengan seksama dengan satu niat yang jelas. Memuaskan rasa rindu yang
menyiksa. Tidak ada yang berubah. Dia masih Sanasuke yang aku kagumi selama
ini. Sebenarnya Aku memang ada rencana untuk menemuinya, namun tidak untuk saat
ini. Rambutnya jadi sedikit lebih panjang. Dia mengikat dan menjepitnya agar
terlihat lebih pendek. Tidak ada sweater berwarna kuning jeruk. Jaket krem
dengan kaos adalah pakaian kebesarannya malam ini. Sepatunya masih warrior,
namun kali ini berwarna krem hijau muda.
1% yang mustahil
itu adalah sebuah pertemuan berdurasi 1 jam dimana aku mengenal Sanasuke lebih
dekat. Kurasa ini adalah 1 jam paling berkesan, di mana dia bercerita tentang
banyak hal kepadaku. Dan pertemuan ini akhirnya mengajarkanku banyak hal. Namun
yang paling penting dan terus berkecamuk di pikiranku adalah, kenapa hanya 1%
kemungkinan yang aku percayakan kepada Tuhan. Kenapa bukan 2%, 17%, atau malah
mungkin 100%!
Saat itu aku mulai sadar. Seberapa payah aku karena meremehkan
kehidupan yang besar nan kompleks ini.
Sepertinya benar
apa yang dikatakan para pemikir di masa lalu. Di dunia ini
tidak ada yang mustahil. Baiklah aku akan menata ulang lagi semua pola pikir
dan persepsiku tentang hidup.
Mujix
Beberapa menit kemudian Mbak Yani
dan Deni datang.
Terimakasih sudah membantu
menciptakan kemungkinan 1 % yang mustahil.
Aku akan mencoba untuk menjadi
orang yang lebih baik.
Kerten, 04 September 2016.