megamendungkelabu

Senin, 28 Maret 2022

Fase Murung

Misal tak ada kerjaan full time,  mungkin aku bakalan sering berada di fase murung yang berkelanjutan. Tak melakukan apa-apa secara berlebihan, dan tentu saja dipusingkan keadaan kekurangan uang. 

Bukannya sok sok an menebak rejeki, Tuhan. Namun beberapa hal sepertinya memang butuh pengorbanan dan kesungguhan dalam melakukan tindakan. Baik dan buruknya sudah menjadi konsekuensi. 

Sebenarnya aku sudah cukup sering terjebak di fase burn out yang parah sejak dulu. Namun lucunya aku bisa lepas,  terjerat,  lepas dan terjerat lagi. Hal tersebut terjadi seiring usia yang semakin tua dan problem yang kian kompleks. 

Seberapa kompleks?  Ya misalnya memikirkan pengen upgrade device sementara kondisi keuangan tidak terlalu bersahabat. Belum lagi harus memikirkan mau menikah sama siapa padahal gak punya mbak crush sama sekali. Hehehe

Capek. Iya sih.  Cuman yowislah. Dilakoni karo mlaku ae. 

Mujix
Ah aku self healing yang gagal di wiken kemarin membuatku sangat kelelahan di senin pagi ini. 
Simo, 28 Maret 2022

Sabtu, 26 Maret 2022

Hujan di Salatiga

Hujan turun dengan deras. Untuk kali ini aku setidaknya berada di tempat yang teduh. Aku berencana pergi berkunjung ke rumahnya Argha. Yang jaraknya sekitar hampir 35 Km dari rumahku di Simo. 

Aku tidak begitu suka hujan saat bepergian. Basah,  dingin, dan lembab.  Namun siapalah aku, jangankan hujan,  bad mood pun tak bisa aku prediksi. Dan hari ini, sudah kedua kalinya aku bertemu hujan. Hujan pertama aku temui di Susukan, saat aku salah mengambil belokan tadi. 

Salah mengambil belokan adalah sebuah kesalahan yang biasa saat ke tempat baru. Yang jadi masalah adalah rasa percaya diri berlebihan dan mengabaikan untuk memeriksa ulang rutenya. Jadi aku tadi harus berkendara lebih jauh karena tersesat. Hal tersebut membuatku sampai lebih lama di tempat tujuan. 

Aku masih belum bertemu Argha. Karena sudah memasuki jam makan siang, aku memilih untuk pergi mencari warung. Rasa capek (perjalanan 3 jam),  perut lapar dan energi terkuras adalah  beberapa hal yang harus aku hindari saat bertemu orang. Ya gak enak aja sih. Untuk itulah aku memilih menepi terlebih dahulu untuk mengambil jeda. 

Jeda ini sudah berlalu selama hampir satu jam sejak aku mampir ke temlat ini. Sebuah warung baso yang katanya bercitarasa asli Wonogiri. Bakso satu porsi sudah berpindah ke perut. Energi kehidupanku perlahan-lahan bangkit lagi. Rasa lelahku tak sepekat sebelumnya. Bahkan aku memesan satu teh hangat lagi agar bisa berlama lama lagi di tempat ini. Lha pie,  udane rung rampung je. 

Memandang hujan yang turun di kejauhan membuatku termenung syahdu. What is the meaning of my life? Hidup aku sebenarnya buat apaan sih? Apakah benar Tuhan 'bermain dadu' saat menciptakan alam semesta? 

Ngomongin soal Tuhan, anime Platinum End yang kisahnya berkutat soal "pemilihan Tuhan' akhirnya tamat tadi pagi. Endingnya membagongkan sekali. Anime tersebut sepertinya antitesis dari manga Bakuman. Temanya, tokohnya,  flownya, dan endingnya. Sepertinya sang kreator  bereksperimen untuk mencoba hal yang baru. 

Seperti aku sekarang. Sepanjang siang di wiken yang berharga yang aku habiskan di warung baso hanya untuk bertemu kawan lama. Salatiga adalah kota asing yang belum pernah aku datangi. Hanya bermodalkan Google Map kota ini ku datangi dengan agak bersusah payah. Apakah endingnya juga akan membagongkan? Entahlah. Rasanya seperti mencoba makanan yang baru. Enak atau tidak, baru akan ketahuan saat memakannya. Satu hal yang pasti, aku mendapatkan pengalaman. Baik atau buruk, siapa yang tahu!? 

Mujix
Sebentar lagi lebaran. Aku belum menikah. Tak punya pacar pula. Mana laptop juga rusak. Wkwkwk gayeng. 
Salatiga,  26 Maret 2022


Rabu, 02 Maret 2022

Sarapan Nasi Uduk

Aku memulai pagi ini dengan salah baca jam, telat setengah jam. Setelah melihat di meja makan tak ada sarapan, aku segera melancong ke Pasar Simo. Pikirku, 'pekerjaan yang sepertinya akan melelahkan seharian ini setidaknya ingin kumulai dengan sarapan enak?'.

Sarapan enak. Apa itu sarapan enak? Sialnya pagi ini aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Pokoknya aku harus segera ke luar rumah untuk mencari makan. Kenapa harus segera? Soalnya kebingungan memutuskan sesuatu itu memakan banyak waktu. 

Motor kugeber ke arah timur. 15 menit aku sudah sampai pasar. Aku segera menepikan motorku ke warung soto. Ah terlihat ramai, aku malas. Tak jadi berhenti dan kembali melenggang pelan. Nasi kuning, lontong sayur, ah. Tidak ada satupun yang menggugah selera. Pencarianku berhenti di warung bubur ayam. Alhamdulillah.

Baru memakirkan motor sudah curiga. Sepertinya sudah hampir habis, benar saja. Aku malas berpikir, lansung saja aku segera duduk di kursi. Sang penjual menanyakan pesanan. Aku diam saja. Menatapnya dengan kosong. Sudah tidak ada bubur ayam. Adanya nasi uduk minus telor. Katanya mau sama ayam saja? 

Aku masih diam saja. Aku merasa sangat lelah. Kok gini sih!? Di waktu sepersekian detik itu pikiranku menyeruak berbagai hal yang tak menyenangkan.

Revisi pekerjaan kantor, sketsa Fiverr yang belum kelar, projek lemon tea yang masih mandek,  NFT, Wifi yang kadang error, hidupku yang jomblo, konflik Ukraina Vs Rusia, batas alam semesta, apapun, apapun, semuanya tumplek blek menjadi beberapa detik yang sangat suram di pagi kali ini. 

Kemudian aku mengangguk pelan meng-iya-kan pesanan itu. Sial. Kepalaku gak kuat. Pokoknya aku harus sarapan dulu. Dan datanglah sepiring nasi uduk tersebut. Aku makan pelan-pelan. Nasi dan tempe keringnya agak keras. Sayur kentangnya terlalu asin. Baru makan beberapa sendok, sang penjual sudah berkemas merapikan lapaknya sambil bilang 'santai mawon, Mas!'. Batinku 'Santai,  ndogmu kui!'.

Sarapan kali ini sepertinya berlangsung selamanya. Perasaan, nasi keras ini tak ada habis-habisnya. Sang penjual rasanya terus saja berbenah merapikan peralatan, yang menit demi menit tempat itu terlihat makin lengang. Sedang makan, sang penjual berbenah. Bagai diterror masa lalu yang ingin kamu lupakan. 

Huft, Kenapa ya aku harus sering mengalami hal ini di dalam hidup? Misi 'pekerjaan yang sepertinya akan melelahkan seharian ini setidaknya ingin kumulai dengan sarapan enak!' tidak berhasil. 

Sarapanku tak terlalu enak. Dan di depanku masih menanti pekerjaan yang sepertinya akan melelahkan.

Aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan gamang dan perut kenyang. Ya,  perut kenyang. Kemudian aku mlipir buat beli gorengan seharga 5 ribu, lalu aku pulang. Tak mampir ke alfamart. Tak mampir ke mana pun. 

Perjalanan pulang berjalan pelan. 
Kalo dipikir-pikir, alasanku mencari sarapan ke Pasar Simo hanyalah untuk melarikan diri. Aku sadar banget, saat ini sedang menjalani masa dewasa yang melelahkan. Mengeluh dan sambat adalah pilihan mudah. Kalian sudah membaca semuanya hingga di kalimat ini. 

Kemudian aku berpikir lagi. Pilihan lainnya selain sambat apa sih? Bersyukur. Ah klise banget anjir. Aku paling males dengan hal-hal denial semacam itu. Kalimat-kalimat 'bersyukur untuk meredakan penderitaan' itu rasanya 'jancok' banget.

Sepertinya aku di pagi ini sudah puas sambat dan mengeluh. Kurang misuh doang. Bersyukur ya!? Jijik sebenarnya. Namun gak ada salahnya untuk aku coba. 

Baiklah, apa ya yang bisa aku syukuri dari peristiwa ini?  Hm... 

Butuh waktu agak lama untuk aku segera menyadarinya. And then... 

"AKU SEDANG MENIKMATI KERENNYA PENCAPAIAN NAIK MOTOR BARU! YEAAAY!!"

"MOTOR YANG KUBELI PAKE UANGKU SENDIRI!!"

"BWAHAHAHAHA BYAJINGAAAN!!!"

Aku berteriak saat bermotor di sepanjang jalan pulang. Beberapa kali mengumpat!

Sarapan enak? Mungkin tak terlalu. Namun sepertinya agak tergantikan dengan suasana indah pagi ini, ah perasaan tenang sehabis bersyukur itu benar-benar bikin mual. 

Bersyukur dan sedikit berbangga diri dengan semua pencapaian itu bikin eneg. Kayak makan saat sakit. Harus makan biar bisa sembuh. Harus bersyukur biar bisa waras menjalani hari ini yang sepertinya akan penuh dengan pekerjaan melelahkan.

Mujix
Mencoba untuk sering sambat dan mengumpat agar pikiran tetap sehat. 
Simo, 2 Maret 2022