megamendungkelabu

Selasa, 12 Desember 2023

Guru

Namanya Bu Paryumi. Guru pertamaku di kelas 1 SD, aku abadikan sebagai karakter di komiknya Si Amed. Aku tak terlalu ingat bagaimana dulu ia dalam mengajar,  namun yang pasti beliaulah yang mengajariku ilmu-ilmu 'basic survival' seorang manusia di dunia nyata yakni, membaca, menulis, menghitung dan lain sebagainya. Hal yang paling menakjubkan adalah, Bu Paryumi bisa membedakan antara aku dengan adikku. Soalnya saat kami sama-sama gondrong, rasanya kek pinang dibelah kapak. Banyak yang tidak bisa membedakan, terutama orang-orang yang jarang berinteraksi dengan kami. 

Namanya Bu Sri. Guru SD-ku saat kelas 2. Beliau terkenal agak judes. Hal yang paling aku ingat dari beliau adalah, selalu ada kuis kecil saat mau jam pulang sekolah. Bu Sri memberikan pertanyaan terkait pelajaran, yang bisa menjawab harus mengacungkan jari. Hal yang paling 'satisfying' adalah siswa bisa pulang duluan jika bisa menjawab pertanyaan dengan benar. Bu Sri mengajari aku mengenai pentingnya berkompetisi dan indahnya kemenangan. Aku sering pulang duluan, lalu dengan pongahnya diam di balik jendela teras kelas sambil pasang muka jumawa mengejek teman-temanku yang belum bisa pulang. 

Namanya Pak Tukiman, beliau guruku saat kelas 5 SD. Beliau ke sekolah menggunakan 'motor pria'. Bagiku kala itu keren banget. Ilmu yang kudapat dari beliau selain pelajaran apa ya, ah kurasa soal pentingnya penampilan diri dalam membangun persepsi. Ganteng itu bisa 'diciptakan' dengan berbagai macam cara. Misalnya naik motor keren, berkepribadian baik, badan  wangi gak bau ketek, dan tentu saja punya banyak wang! Wkwkwk cekakakak. 

Namanya Pak Kaswandi, guru olahraga yang galak. Salah saat berbaris dibentak, datang telat dibentak, ramai dikit dibentak. Aku yang kala itu masih cupu, pernah hampir menangis saat datang terlambat di pelajaran olahraga gara-gara dimarahin beliau. Saat itu aku sebel banget sama Pak Kaswandi, namun suka gak suka, aku belajar soal disiplin dari Pak Kaswandi. Sebuah sikap yang sangat diperlukan di banyak lini. Kalo ngirim kerjaan jangan telat, kalo ngutang yo dilunasi, kalo bikin komik ya dikelarin. Kalo berjanji ke rakyat ya direalisasikan. Itu namanya disiplin. Ah andai rakyat bisa menbentak pejabat yang gak beres setegas Pak Kaswandi. Pasti Indonesia akan... 

Namanya Bu Darmi. Beliau guru bahasa Indonesiaku di kelas 3 SMP. Di caturwulan awal, aku termasuk murid yang tidak terlalu pandai, dan so pasti tidak masuk 'radar' anak kesayangan beliau. Namun saat aku menyabet peringkat 3 dari 200-an murid tiba-tiba semuanya berubah. Bu Darmi menyanjungku secara mendadak dan rutin di dalam kelas. Aku bangga sih. Hanya saja semua itu hanya berlangsung sekejap. Saat  aku kembali ke peringkat hampir ratusan. Beliau berhenti menyanjungku. Apa yang aku pelajari? Ya, di sebagian besar mata masyarakat, hasil pencapaian adalah tolak ukur dan segalanya.  Proses? Latar belakang? Niat dan motivasi? Alah telek pitik,  Mas! 

Namanya Pak Nedi. Guru bahasa Jawa. Beliau sangat keras dan galak. Tidak jarang tendangan dan pukulan meluncur dari beliau. Di awal kelas 2 aku duduk di paling belakang. Ya, area paling gawat yang isinya para lelaki yakuza dalam kemasan sachet. 
Gerombolan siberat chibi itu saat pelajaran suka riuh rendah kayak minion yang rebutan pisang. Aku (kayae) diem sih,  cuman tiba-tiba Pak Nedi memarahiku, beliau bilang gini "Gurune ngulang koe kok malah rame lan nggambar!!?" lalu membentakku dan menyuruhku pindah tempat duduk.  Pindah duduk ke depan. Di tempat cewek-cewek. Ya permanen. Ternyata pindah tempat duduk itu rasanya bagai surga dan neraka. Jiwa mesumku terpupuk sejak saat itu, fufufu. Ilmu Jawa yakni 'nrimo ing pandum' aku pelajari dari beliau. Baik, buruk, siapa yang tahu? 

Namanya Pak Slameto, guru kesenianku saat SMP. Kumisnya tebel, walau tak setebal kumisnya Mas Adam Inul. Selama tiga tahun mengajar kesenian, hanya ada dua kali menggambar. Sisanya? Pelajaran musik yang hingga hari ini tak bisa membuatku menjadi penyanyi tenar. Walau kala itu hobiku menyanyi dan maniak tampil di panggung, aku tak suka bermusik sebenarnya. Namun dibandingkan dengan semua mata pelajaran yang ada di SMP,  dua jam dalam seminggu pelajaran kesenian adalah surga dunia, pelajaran yang paling aku suka. Kami menari, kami bermusik, kami bernyanyi,  'Kokenut kokenut kelapa!!' that's was so fun! 

Namanya Pak Sugeng. beliau adalah guru matematikaku saat di SMK.  Orangnya galak gabungan antara Pak Nedi dan Pak Kaswandi. Beliau selalu memakai kemeja berlengan panjang. Dari kabar burung yang beredar di kelas, kemeja tersebut digunakan untuk menutupi tato naga yang berada di lengannya. Beuh ngeri bro! Galaknya gak ada obat, namun yang berkesan adalah beliau guru pertama yang bisa membuatku suka pelajaran yang paling aku benci, yakni matematika. Beliau cerdas, pola pikirnya tidak linear, dia bisa menyulap matematika menjadi puzzle yang menarik untuk dikerjakan. Sudah kayak Great Teacher Onizuka. 

Sejak saat itu aku bertemu dengan banyak guru dengan berbagai mata pelajaran dan perangai. Mereka semua seperti pensil warna yang menggoresku dengan berbagai ilmu, baik tersirat maupun tersurat. 

Terimakasih para guru! Bagiku jasamu lebih dari apapun yang bisa aku tulis di sini! 

Mujix
Setelah keluar dari sekolah, sosok 'guru keren dan terbaik' jatuh pada guru bernama pengalaman. 
Simo, 2 Desember 2023