megamendungkelabu

Jumat, 18 Desember 2020

Mbokdhe Sumirah

Namanya Sumirah. Beliau sudah tua. Sepantaran simbahku yang kemarin berpulang. Mbokdhe Sumirah tinggal di Majan,  sebuah dukuh yang tak jauh dari rumahku. Beliau sejak dulu memang sering berkunjung. Datang dan bercengkrama dengan Mbah Rembyung, simbahku. Sepertinya di masa muda mereka teman yang akrab. 

Dua tahun lalu,  Mbokdhe Sumirah menangis meraung kala mendengar kabar jika simbahku meninggal. 'Kok do ra ngabari!' jeritnya. Satu hal yang pasti,  beliau merasa sangat kehilangan.  Sepertinya di masa muda mereka memang teman yang benar-benar akrab. 

Meskipun Mbah Rembyung sudah tidak ada di rumah ini,  Mbokdhe Sumirah masih sering datang berkunjung. Ada saja yang  beliau obrolkan. Kadang ia bercerita tentang anak perempuan semata wayangnya yang sedang jadi TKI di Malaysia. Kadang bercerita soal cucunya yang nakal dan sangat random.

Ya,  baginya sang cucu sepertinya cukup nakal. Tak selesai dengan anak semata wayang yang hidup tak terlalu memperdulikannya,  ia masih harus mengasuh cucunya dari kecil sampai dewasa. 

Entah sudah berapa kali Mbokde Sumirah datang ke rumah untuk 'minta tolong'.  Kadang mengeluh soal anaknya,  cucunya, atau tubuhnya yang kurang sehat. Ibuku selalu mendengarkan dan berusaha untuk menolongnya. Sebisanya. Walau kadang untuk beberapa hal,  ibuku suka 'nggrundel'. Walau nggrundel lagi-lagi ibuku membantu sebisanya. Entah dibawain nasi sayur, atau sekedar ditemani bercerita ke sana ke mari. 

Terkadang saat ada rezeki lebih aku suka memberinya uang ala kadarnya. Melihatnya mengingatkanku dengan simbahku,  Mbah Rembyung. 

Mbokdhe Sumirah adalah salah satu orang-orang kuat di sekitarku. Ia terus berjuang dengan hidupnya yang menurut standar masyarakat, mungkin dikatakan 'berantakan'. 

Mujix
Belajar berempati dan memahami keadaan sekitar. 
Simo,  18 Desember 2020