megamendungkelabu

Rabu, 30 Desember 2020

Nenek Penyapu di Perempatan Jalan

Cerita ini terjadi saat masih kuliah. Karena tidak punya komputer aku kadang mengerjakan tugas di warnet. Nah saat itu aku terlalu sibuk dengan prosesku mengerjakan soal dan riset cari referensi. Hingga tak terasa waktu menunjukkan jam 12 malam. Karena sudah mengantuk aku memutuskan pulang. 

Warnet dan jarak kostku cukup dekat. Rental internet itu berada di depan pintu parkiran ISI kampus Kentingan. Sedangkan kostku di belakang Bank BNI Sekarpace. Jadi jika ditempuh berjalan kaki aku bisa sampai di kost dalam waktu  beberapa puluh menit. 

Malam itu seperti malam-malam biasanya. Aku sudah sering pulang larut, dan tentu saja saat itu aku tidak ada firasat apapun.
Jalanan sepi senyap. Beberapa wedangan terlihat masih buka walau sepi. Aku berjalan pelan sambil memandang langit dengan berbagai pikiran yang berkecamuk. 

Jarakku dengan kost semakin dekat, tinggal melewati dua perempatan kecil lalu belok ke arah timur. Yah setelah tugas yang penat ini aku ingin segera tidur.

Beberapa puluh meter di depanku mataku menatap sesosok makhluk di perempatan. Ya,  itu adalah perempatan terakhir yang harus aku lalui untuk sampai ke kost. 

Aku berpikir positif dan mencoba tidak berpikir macam-macam. Langkahku semakin dekat menuju sosok itu. Jantungku mulai berdebar tak wajar. 

Sosok itu terlihat seperti nenek-nenek. Beliau sedang menyapu di perempatan. Aku semakin dekat dengan nenek-nenek itu. Langkah demi langkah nafas semakin berat. 

Dalam satu lompatan aku melalui nenek yang sedang menyapu itu dengan berkeringat dingin. 

Apakah aku takut?  Tidak. Namun ada yang aneh. Aku adalah orang yang cukup ramah. Jika berpapasan dengan orang yang lebih tua di dalam keadaan yang berbeda,  orang tersebut pasti aku sapa. Minimal senyum lah sebagai bentuk permisi. 

Namun malam itu sangat lain. Ada rasa enggan dan canggung. Kalian tahu kenapa? 

Ya,  aku berpikir liar jika ada sesuatu yang janggal. Nenek-nenek macam apa yang menyapu di tengah jalan saat dini hari. Jadi untuk malam itu aku mencoba untuk cuek dan tidak menyapanya sama sekali. 

Saat aku melewati sosok itu suasana sangat mencekam. Hanya terdengar langkah kakiku dan bunyi dari sapu yang beradu dengan jalan. 

"Sreeeek... "
"Sreeeeekkk... "
"Sreeeek... "

Aku menelan ludah dengan mata tetap fokus ke depan. Saat melewati nenek itu aku hanya diam sambil dada berdegup kencang. Aku tidak berani untuk menoleh dan menatap wajah nenek tersebut. Ia terlihat membungkuk. Wajahnya gelap karena tak tersinari lampu merkuri jalan. 

"Sreeeek... "
"Sreeeeekkk... "
"Sreeeek... "

Suara sapu yang terdengar di belakangku mulai tak terdengar. Aku sudah berbelok ke arah timur dan hampir sampai di depan gerbang kost. 

Di depan gerbang kost, aku tiba-tiba berhenti berjalan. Leherku seperti ada yang menyuruh untuk menoleh ke belakang. Dan sialnya aku menuruti suruhan itu. 

Aku menoleh dengan pelan. Mataku menatap perempatan jalan tersebut dengan pandangan tak percaya. 

Sosok nenek yang menyapu jalan itu sudah raib. Seketika tubuhku bergetar dengan hebat.  Merinding sampai ke ubun-ubun. 

'Bajingan!!!?? Kui mau opo!!!? " pikirku sambil misuh-misuh dalam hati. Aku menghela napas panjang sambil menenangkan diri. Kurasa untuk beberapa bulan ke depan,  aku harus mengurangi berkelana di tengah malam bolong sendirian. 

Mujix
Pengalaman mistis saat masih jadi mahasiswa di ISI Solo. 
Simo, 30 Desember 2020