Langsung ke konten utama

lelaki bodoh

"Mas Mujix, dimana?"
"Mas Mujix kamu masih di Gramed? Aku tak ndisik yoo"
"Btw makasih banget ya gambarnya hehe"
Aku tertegun membaca chat tersebut.

Mataku segera menyapu seantero ruangan toko buku di Gramedia.
Tidak ada!

Perempuan bergincu merah muda itu tidak ada dimanapun. 
Penglihatan semu adegan ia berpamitan pulang dan menggenggam tanganku saat berjabat tangan hanya khayalan semata.

Sudahlah.

Langsung saja pesan itu aku balas dengan perbincangan umum nan basa-basi seakan-akan tidak terjadi apapun.
Benar. Tidak terjadi apapun.

Aku menghela napas panjang dengan sedikit berguman lirih.
"Sudah selesai. Dasar lelaki bodoh!"

Dalam sekejap mata, keramaian suasana di ruangan penuh buku itu mendadak sunyi senyap.
Ingatanku melesat beberapa bulan yang lalu.
Ingatan dimana dia hadir pertama kali di dalam kehidupanku.

***

Pertengahan tahun yang lalu.
Aku berada di Gedung Museum Radya Pustaka untuk menggelar Workshop Komik bersama Simon Hureue. Proyek seru kerjasama antara Komisi Solo, LIP Yogyakarta dan Museum Radya Pustaka ini menjadi hari luar biasa untuk hidupku.

Gimana enggak. Tiga hari bersama komikus top Paris Prancis ini memaksaku untuk bercengkrama dengan hal yang bernama live skecth dan bahasa Inggris. Industri komik di Eropa sangat menarik untuk diperbincangkan. Satu hal yang pasti, Prancis memiliki dedikasi tinggi untuk hidup demi dan untuk komik.
Kira-kira seperti itu, saat aku mencoba men-translate ulang omongan Simon. Ah, bahasa Inggris itu sulit! Sama sulitnya melanjutkan tulisan blog ini. Sama sulitnya untuk jatuh cinta ketika sedang patah hati.

Selama berada di depan forum bersama Simon, aku berusaha mengeluarkan semua kemampuan. Walau terkadang bingung dan terhenti mendadak karena bingung mencari arti kosakata, acara tersebut berlangsung dengan sukses. Peserta acara sangat antusias dengan diskusi tersebut. Banyak teman dari berbagai komunitas datang, dan itu sangat menyenangkan. Teman baru, pengalaman baru, dan atsmosfir baru merupakan pelipur lara yang tepat untuk segala rutinitas melelahkan. 

Acara diskusi dengan Simon sudah selesai. Para peserta tumpah ruah memenuhi depan pelataran Museum Radya Pustaka. Aku menyalami semua orang di sana dengan mengucapkan terimakasih karena mereka mau meluangkan untuk datang di acara ini. Satu per satu. Hingga akhirnya sampailah aku di sebuah pertemuan sederhana dengan perempuan tersebut. 

Jilbab hijau yang dikenakan perempuan itu cukup menarik perhatianku. 
Siapa ya? Otakku berpikir dengan keras me-nyortir semua gambar wanita yang pernah nempel di otak. Dan wajah perempuan itu tidak terdaftar di brankas memori. Oh. Oke. Cukup. Aku paham. Saatnya berkenalan.
Perbincangan basa-basi dan formalitas kami berlangsung dengan cepat. Nothing Special. Wajah manisnya sedikit mengingatkanku dengan wajah mantan pacarnya kakakku. Beneran agak mirip, kecuali warna gincunya yang berwarna merah muda. Beberapa bulan kemudian Perempuan itu meluncurkan komik baru. Saat aku ingin membelinya langsung, dia malah menawarkan untuk barter dan COD.

"Uoaah. Ada kesempatan buat kencan bareng cewek!!" Pikirku dengan gembira.
Yah emang sudah lama aku enggak hang out bareng manusia berjenis kelamin wanita. 
Menyedihkan sekali. Kami berjanji untuk bertemu di sebuah kafe di daerah Kota Barat. 
Sepertinya bakal menjadi pertemuan yang menyenangkan.

Aku tiba di kafe bernama Playground sehabis adzan Maghrib. Senja sebelumnya aku habiskan di food court Solo Square bersama mas Didik Wahyu Kurniawan, penulis idola kawula muda dari ISI Surakarta. Kami berdua seperti biasa memperbincangkan dunai tulis menulis. Saat ini Mas Didik tengah gencar dengan aktivitas menulisnya. Satu hal yang aku kagumi dari beliau adalah semangat pantang menyerahnya dalam menuangkan kehidupan melalui tulisan. Hingga detik ini sudah 5 buku beliau luncurkan, yang paling baru berjudul Kun Si Dukun. Belilah jika memiliki rezeki, apresiasi kalian adalah sumber semangat bagi penulis-penulis seperti kami. Setelah selesai bercurhat ria mengenai dunia tulis menulis (dan dunia percintaanku yang masih entah) aku menodong beliau untuk mengantarkan komikus yang papa ini menuju Playground.

Dan begitulah. Aku dan perempuan bergincu merah muda itu bertemu kembali.
Bertemu kembali di sebuah kafe yang menurutku 'mahal' buat kantong komikus berambut kribo ini.

Suasana kafe Playground petang ini cukup lengang. Tidak terlalu ramai seperti malam-malam dimana aku biasa nongkrong di sana. Yah. Suasana yang menyenangkan. Kami berdua berjalan pelan menuju ke meja dimana banyak makanan dan cemilan menggoda untuk disantap. Lampu menyala berwarna coklat yang berpadu dengan tembok warna-warni itu semakin membuatku yakin kalau terkadang ada hari dimana kita harus terlihat bego saat bersama wanita.

Beneran, sore itu aku tidak ada ganteng-gantengnya sama sekali. Adegan tolol semacam 'bingung cari sendok' hingga 'muka mengeryit ketakutan melihat daftar harga' menghiasi tingkah polahku yang canggung. Sial. Aku tidak akan menyerah. batinku sambil pasang muka 'sok cool' saat mengambil sate usus. Kami segera saja mencari tempat yang asik untuk ngobrol. 

"Maaf Mas Telat! Tadi aku harus ke rumah dulu setelah dari Jogja! Enggak nunggu lama kan?" katanya sambil tersenyum. 

"Enggak, aku juga baru sampai kok!" ujarku sembari pasang muka ganteng tapi penuh debu dan keringetan gara-gara mendung yang enggak jadi hujan. 

"Hehehe, iya tadikan kita berpapasan di depan" dia tertawa kecil dengan meletakkan tasnya ke bangku.

"Jadi, bagaimana kabarmu? Sibuk apa nih?" Langsung saja aku keluarkan pertanyaan pamungkas!
Kenapa pertanyaan tersebut aku sebut 'pertanyaan pamungkas'!? Soalnya ada kata 'Bagaimana'. Dan apabila seseorang dipertemukan dengan pertanyaan yang ada kata 'Bagaimana'-nya, seseorang tersebut diharuskan menjawab dengan uraian yang panjang. Begitulah,  beberapa menit kedepan, aku memiliki waktu untuk sekedar menenangkan diri agar pertemuan ini tidak kacau balau. 

***


***
Mas Mujix, dimana?"
"Mas Mujix kamu masih di Gramed? Aku tak ndisik yoo"
"Btw makasih banget ya gambarnya hehe"
Aku tertegun membaca chat tersebut. Langsung saja pesan itu aku balas dengan perbincangan umum nan basa-basi seakan-akan tidak terjadi apapun.

"Iyok. Sip sama-samaa. Ati-ati neng ndalan"
Yah. Pesan tersebut bermakna ganda, untuk mendoakan untuk keselamatan perempuan bergincu merah muda dan petuah untuk diriku sendiri agat berhati-hati.

Karena jalan yang harus dilalui oleh seorang lelaki bodoh untuk memahami wanita sangatlah terjal, membingungkan dan tentu saja penuh liku-liku.

Mujix
Jeda tersebut sebenarnya bisa dipersempit 
atau mungkin akan hilang jika
aku sudah menjadi 'orang besar'.
Purwosari, 9 Januari 2017

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...