Langsung ke konten utama

Soal Pencapaian Berkarya

Siang itu aku sedang berbincang dengan seorang teman kuliah, sebut saja Agung dan satu teman baru. Usai perkenalan obrolan meluncur hangat dan melompat ke sana ke mari, lalu tiba-tiba Agung menyinggung soal karyaku yang kemarin dipamerkan di London. Aku hanya menjawab seperlunya. Toh bagiku, pameran diberbagai tempat adalah sebuah keniscayaan saat aku memiliki karya.

And then, Belum sempat obrolan tersebut selesai, teman baruku ini sekonyong-konyong bertanya dengan antusias.

"Wah, karyane tekan London nggenah entuk duit akeh nuh, Mas!?"

Aku tertegun. Pikiranku bergejolak seakan mau muntah karena ingin segera 'menghajarnya' dengan semua penjelasanku soal pencapaian berkarya, pentingnya berproses dan uang bukan segalanya (tapi sangat penting, everybody knows).

Sebelum meledak, aku mencoba mengatur napas. Tenang, Jix, tenang. Mindfullnes Budhist ala Ajahn Brahm yang aku pelajari ternyata cukup berguna di saat-saat seperti ini. Beliau bertanya soal uang. Dan aku secara tidak langsung harus berbicara dari sudut pandang finansial.

"Mas." kataku sambil menahan kata demi kata. Waktu berjalan lambat. Kok bisa? Karena aku sedang memilih kata yang pas dan mencoba menyamakan pola pikir dengan teman baruku ini yang sepertinya sangat 'money oriented' sekali.

"Promosi! Biaya promosi! Bayangkan saja kamu bisa mempromosikan karyamu di wilayah baru" kataku perlahan.

Saat aku mengatakan kalimat tersebut, entah kenapa aku bisa membaca gelagat yang ia tunjukkan. Gelagat yang aku tangkap dari dia kurang lebih ialah 'Oh, jadi gak dapat banyak uang!'. Semoga saja tebakanku salah. Namun sepertinya tidak. Darimana aku tahu? Tentu saja dari sikap dan bagaimana ia berbincang.

Namun aku masih mencoba melanjutkan apa yang ingin aku katakan.

"Yah, setidaknya aku dapat nama, terus..."
Kalimat tersebut tidak aku selesaikan. Semua gestur dan raut muka teman baruku itu menunjukkan penolakan untuk perbincangan lebih mendalam.

It's oke. Langsung aku alihkan ke pertanyaan yang menurutku ia sukai. Yah, anggap saja sebagai etika yang baik untuk menyenangkan orang lain sebelum aku bergegas pergi.

"Jadi gimana... bla.. bla..bla.."
Dan ia langsung menjawab dengan antusias. Berbicara ke sana ke mari. Aku menanggapinya dengan formal. Setelah kurasa cukup perbincangannya, aku segera berpamitan pulang.

Di sepanjang perjalanan pikiranku mencoba mencerna apa saja baru saja terjadi. Berkontemplasi. Menimbang, dan beradu argumen dengan diri sendiri. Semua perenunganku kali ini mengerucut menjadi beberapa ilmu tentang kehidupan.

Dan ilmu tersebut bernama 'rasah dipikir abot nek wong liyo ora nggagas lan ora mudeng karo opo sing mbok karepke!'.

Dan, btw, maaf, hingga hari di mana tulisan ini tertulis, aku lupa NAMA teman baruku tersebut. Ternyata sikap yang baik dan saling menghargai itu penting. Dan mungkin jika ia memberiku sedikit 'ruang' untuk berbincang, aku mempunyai sedikit motivasi untuk bukan hanya sekedar mengingat namanya, namun juga masuk ke list 'Teman Baru Yang Menyenangkan Bulan Ini', wkwkwkkw.

Alah, gak gablek duwek akeh wae, gayane ngomongne pencapaian, koe Cak!

Mujix
Don't stop me now
Purwosari,  26 April 2019

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...