Langsung ke konten utama

Tukang Tahu Asongan

Siang hari ini sangat panas. Debu dan asap mengepul memaksa masuk ke paru-paru setiap manusia. Rasanya sangat memuakkan, para ahli bilang, hal seperti ini yang sering mereka istilahkan sebagai 'radikal bebas' yang katanya bisa merusak kesehatan.

Namun bukan hal se-ilmiah itu, yang ia,  sang penjual asongan pikirkan, belum (dan mungkin) gak akan sampai hadir di benaknya.

Perasaan muak tersebut muncul karena harus ada uang yang ia cari, namun sialnya, kenyataan tak memberi ruang diri. Semua orang butuh uang, Thomas Alfa Edison pun tahu hal semacam itu. Namun satu hal yang mungkin belum diketahui Thomas Alfa Edison, sang penjual asongan itu sedang sangat lelah baik secara fisik maupun batin untuk mencari uang.

Beberapa kali bis besar datang. Semuanya ia biarkan hilang. Rasa pengap kabut asap kendaraan bercengkrama akrab dengan tahu kempong, kacang goreng, arem-arem, dan keripik usus yang baru laku beberapa biji. Melihat benda-benda itu masih bertumpuk di pundak, benar-benar membuatnya gamang. Ia berpikir, mungkin beban hidup seluruh makhluk bernama manusia sengaja dianugrahkan padanya siang ini.

Dari kejauhan muncul bis besar Agra Mas. Rasa malas masih bergelayut. Namun asa menolak untuk berdiam diri. Seutas senyum kecut ia torehkan di muka berkeringat nan hitam kecoklatan karena sinar matahari. Ia mengela nafas dan berdiri. Sandal jepit merk Swallow menjadi saksi bahwa ia masih ingin merubah hidup.

Bis tersebut berhenti perlahan di lampu lalu lintas yang berwarna merah. Agak sumringah juga melihat banyaknya penumpang di dalam. Ada sedikit rasa gembira saat membanyangkan jika barang dagangannya laris manis di dalam bis tersebut. Pria paruh baya itu berjalan pasti menuju sarang rezekinya. Ia menyebrangi jalan sambil memantapkan harapan. 

Tak lama berselang ia sudah sampai di depan bis besar tersebut. Diketoknya pintu supir, sambil memberi kode bahwa ia ingin masuk ke dalam bis untuk berjualan. Namun tak ada respon. Diketuknya lagi dengan lebih keras. Tak ada pintu terbuka. Hanya ada tatapan sinis dari kondektur dan sikap acuh tak acuh sang sopir.

Saat si penjual asongan ingin mengetuk pintu tersebut untuk terakhir kalinya, lampu lalu lintas berubah warna. Dari merah ke kuning. Bis tempat rezeki bersarang itu bergerak perlahan. Rasa kecewa menyembur dari dalam sanubari. Penjual asongan itu menggenggam jarinya dengan sangat erat. Menahan rasa putus asa kala bis tersebut meninggalkannya dengan penuh kepastian.

Pria paruh baya penjual asongan itu termenung di tengah jalan yang penuh asap dan kendaraan berlalu lalang. Yah. Mungkin memang belum rezeki, begitu pikirnya.

Mujix
Sedang berada di Bogor
Merapikan buku hutang milik mamak dan mencoba berbaik sangka terhadap hidupku hari ini.
Bogor, 9 Maret 2019

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...