Langsung ke konten utama

Mbah Prapto

Tidak pernah ada sosok Mbah Kakung di dalam kehidupanku. Jadi jika dulu kalian bertanya padaku "Piye rasane nduwe Mbah Kakung?"

Paling yo tak jawab
"Wah, Ra reti aku, coy! ".

"Tapi nek koe tekok pie rasane nduwe wajah tampan berambut kribo, aku iso Njelasne!"

Namun tidak dengan sekarang. Karena beberapa peristiwa, aku memiliki 'sosok' yang telah kuanggap sebagai 'Mbah Kakung' sejak beberapa tahun yang lalu. Sosok itu bernama Mbah Suprapto Suryodharmo.

***

Di suatu siang yang panas di tahun 2015, hapeku tiba-tiba berbunyi. Saat itu aku yang sedang berada di wedangan Pendopo Sriwedari sedang rapat kecil acara komik bersama Feri dan beberapa teman Komisi Solo.

Sudah 10 menit aku menunggu balasan pesan singkat dari Mbah Prapto, seorang kakek-kakek berprofesi sebagai empu tari, performer dan seniman internasional yang sangat di segani di kota Solo.

Beberapa saat kemudian hapeku bergetar. "Halo, Mas Mujieks! Ada apakah?" Suara beliau terdengar renyah di speaker Hape.

Saat itu aku dan teman-teman Komisi Solo sedang membuat acara workshop komik bersama 'Simon Heureu' di Museum Radya Pustaka, dan Mbah Prapto menjadi pembina dalam acara tersebut.

Sudah beberapa minggu ini kami terus berinteraksi agar workshop tersebut bisa terselenggara dengan lancar.

"Hari ini bisa ketemu, Mbah? Pengen ngobrol soal detail acara dan mungkin sekalian nanya-nanya soal rancangan dana buat bikin kompilasi hasil workshop!" Ujarku dengan sedikit terbata-bata.

"Wah, ndak bisa mas Mujieks. Saat ini saya sedang di Jerman. Ada acara perform! Kalau minggu depan piye?" Kata Mbah Prapto yang ternyata berada di ujung dunia lain di benua Eropa.

"Siap, Mbah! Ndak papa! Ketemu minggu depan juga oke! Maturnuwun, Mbah!" Aku menutup hape tersebut dengan wajah agak sedikit terkejut. Kemudian aku memandang Feri sambil berguman.

"Neng Jerman, Fer! Mbah Prapto lagi neng Jerman. Aku sing paling adoh paling dolan mung tekan Karanganyar, Sragen mentok Jakarta! Dek'e malah neng Jerman."

Terus Feri menambahi.

"Soko Jerman nelpon sisan, pulsane entek piro yo?"

Kami berdua langsung tertawa terbahak-bahak. Beberapa manusia memang tercipta dan hidup di dimensi yang berbeda.

***

Di sepanjang hidup aku belum pernah bertemu dengan anggota keluarga yang bernama 'Kakek'. Mbah Kakung dari Mamak, katanya meninggal muda disiksa saat gerakan G30S PKI. Mbah Kakung dari Bapak, konon meninggal  di usia 120 tahun saat aku masih kecil.

Sejak kejadian ditelpon Mbah Prapto dari Jerman tersebut, aku dan beliau jadi sering bertemu. Berdiskusi banyak hal mengenai manusia, kebudayaan dan tentu saja komik.

Bahkan jika boleh jujur, aku menggambarkan sosokku di masa depan seperti beliau. Kakek-kakek berambut panjang warna putih, fasih berbicara banyak bahasa, pandai, dan tentu saja bisa melanglang buana dengan karya. Wow! Jutaan orang tidak tahu bahwa ada sesosok kakek keren seperti ini.

Jika di dunia Manga, keberadaan Mbah Prapto itu bagiku seperti Garp di One Piece, Bang di One Punch Man atau Tetua Makarov di Fairy Tail.  Pokoknya semacam mbah-mbah bijak nan epic dengan kekuatan meledak-ledak. Bedanya, jika para tokoh manga itu kuat dalam berkelahi adu jotos di pertempuran, maka Mbah Prapto kuat dalam hal melakukan pertunjukan seni.

Di suatu acara Hari Menari Sedunia, beliau menari 24 jam. Maksudku, menari selama satu hari satu malam itu sangat keren sekali. Aktivitas itu membutuhkan banyak persiapan. Baik secara fisik, mental, dan spiritual. He just do it And he did it! He's show the true powers from human culture with dance!

Tarian oleh masyarakat kadang dilabelkan sebagai kegiatan bersenang-senang yang hanya dilakukan oleh perempuan. Stereotip tersebut tidak berlaku untuk beliau. Dengan tariannya Mbah Prapto banyak menciptakan penari-penari muda yang datang kepadanya untuk belajar. Ia bahkan memiliki pesangrahan tempat belajar menari bernama, Padepokan Lemah Putih. Jan wis dadi pendekar tenan!

Pernah di suatu waktu, aku memergoki beliau sedang berbicara bahasa Inggris dengan turis yang sedang kebingungan. Melihat mbah-mbah pendekar yang 'njawani' dan fasih ngomong inggris itu bagiku sangat menakjubkan.

Hal tersebut pula yang kurasa membuatku makin kagum tanpa sadar. Bahkan kekagumanku tersebut pernah aku celetukkan pada mamak dan bapak beberapa hari yang lalu.

***
Beberapa hari yang lalu. Bapak dan Mamak sedang menonton acara 'Pandhopo Kang Tedjo' di TVRI Jogja. Pada episode itu bintang tamunya seniman lukis sepuh dari Solo bernama Pak Kawit.

Lalu aku tiba-tiba nyeletuk.
" Aku mudeng wong iki, Mak! Kadang sering ketemu pas ono acara-acara seni neng Solo!"

"Heh? Tenane, Yon!?" Ucapnya tak percaya.

"Tenan! Neng Solo kui akeh wong-wong sing sangar lhoo! Salah sijine yo Pak Kawit iki!" Kataku sambil meringsek duduk mendekati televisi.

"Bahkan neng Solo to Mak, ono mbah-mbah gayeng sing wis tak anggep Mbah kakungku dewe, jenenge Mbah Prapto!" Ujarku sambil tersenyum. Kedua orang tuaku bengong. Lalu kujelaskan sedikit tentang beliau.

Yha, kurasa itulah terakhir kalinya aku 'ngrasani' soal beliau.

Sedangkan pertemuan terakhirku dengan Mbah Prapto terjadi beberapa waktu yang lalu. Di Balai Soedjatmoko, Solo.

Di tempat itu aku yang awalnya hanya mampir, lalu bertemu tidak sengaja di ruangan tersebut. Bertanya kabar, tertawa hahahihihohohihe, dan bersenda gurau adalah menu wajib kami saat bertemu.

"Ayo, Mas Mujieks, kapan gae acara komik maneh! Tak dukung tenan lhoo!" Ujarnya sambil terkekeh. Acara workshop yang kami adakan kemarin memang lancar jaya. Tentu saja menarik perhatian banyak orang untuk melihat kelanjutannya.

Saat beliau bilang 'komik' aku malah teringat sesuatu. Langsung saja aku obok-obok tas rangsel. Dan Voila! Aku ternyata secara kebetulan masih membawa komik 'Proposal Untuk Presiden'.

"Mbah, njenengan wis gadah komikku sing niki dereng?" Tanyaku sambil menyerahkan buku komik bersampul merah tersebut.

"Weh, komik opo, Mas Mujieks? Proposal Untuk Presiden? Wah mantep! Durung nduwe aku!" Ucapnya sumringah.

"Lha niki komike nggo njenengan, kenang-kenangan saking kulo, Mbah. Disimpen nggih!" Kataku sambil merapikan isi tas rangsel.

Aku masih ingat wajah cerah nan bersemangat saat beliau menerima komik yang aku buat. Berkali-kali benda itu ditimang-timang dan dibolak-balik halamannya. Sesekali ia menunjukannya ke orang-orang yang lain di ruangan tersebut. Aku senang.

Setelah bercengkrama cukup lama aku memutuskan untuk pulang. Saat berpamitan beliau bilang untuk meminta foto bersama karyaku.

"Foto dulu nuh, Mas Mujieks! Bersama karyamu! Buat dokumentasi!" Pintanya dengan bersemangat. Aku makin senang.

Mungkin ini yang dimaksud kebahagiaan ketika hubungan antar manusia mulai terkoneksi.

Mak ckreeeeek! Akhirnya momentum seru itu sudah berpindah ke hape baruku. Kemudian aku berpamitan. Tanpa menyangka jika saat itu adalah pertemuan terakhir kami.

***
Mbah Prapto bagiku adalah sosok yang ramah. Beliau dengan mudahnya berinteraksi dengan bocah kribo nan introvert seperti aku. Sejak saat itu aku selalu menganggapnya sebagai 'Mbah Kakung'.

Jadi jika kalian bertanya padaku "Piye rasane nduwe Mbah Kakung?"

Kalian bisa menemukan jawabanku di sela-sela kekaguman, rasa senang, dan rasa kehilangan atas beliau di postingan ini.

Sugeng tindak Mbah, swarga langgeng!

Mujix
Di tahun ini selain Mbah Prapto, aku juga kehilangan Mbah Rembyung, simbah putriku satu-satunya.
Catatan tentang beliau masih on progress, terlalu emosional bagiku hingga catatan tersebut belum terselesaikan hingga saat ini. Wish me luck!
Simo, 29 Desember 2019

Postingan populer dari blog ini

Si Eja is Back!!

Tuyul kecil yang bernama Eja. suka menggelinding kemana-mana. kebiasaan terupdate dari si Tuyul ini adalah suka nyiumin knalpot sepeda motornya kakakku. iya, dia SUKA NYIUMIN KNALPOT.  makanya kalo motor abis di pake biasanya si Eja di buang dulu entah kemana. Abis nangis, soalnya dia suka gak terima kalo tiba-tiba di jauhin dari knalpot motor yang abis di pake. kasihan kan kalo ngemut knalpot panas, mending doi ngemut kerupuk atau ngemut dada ibunya saja (netek maksudnya -___-a). oh iya, kerupuk ini biasanya cuman di emut doang, jarang dimakan, kalo sedang gak mood si kerupuk cuman diremuk-remuk pake tangan. adegan 'meremuk kerupuk' itu ngingetin sama monsternya Ultraman saat menghancurkan gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo. sama-sama Brutal!!! adegan ini setidaknya menjelaskan bahwa Si Eja suka di kelitikin perutnya pake kepala bapakku yang botak. mungkin si Eja merasa geli-geli anget gimana gitu kali yaaa. adegan paling lucu yang bisa bik...

Laporan harian:)

Setelah berteori ria tentang makna MANUSIA dengan mas roso di postingan kemarin, sekarang saatnya melaporkan banyak hal yang terjadi dua mingguan kemarin. Hari ini adalah hari ke 25 di bulan mei, masih saja panas, terkantuk-kantuk dan tentu saja bermalas-malasan. Hidupku tak banyak berubah kurasa, berkutat dengan rutinitas yang akhir-akhir ini kurasa cukup menyenangkan. Aku sedikit banyak telah belajar tentang pengendalian mood dan semangat. Ada beberapa poin penting yang pelu dicatat dibulan mei ini, yang pasti aku dari awal bulan telah di sibukkan oleh profesi idealisku yaitu sebagai komikus amatir. Yeah.. kurasa kalian mengerti apa yang aku maksudkan, yup.. aku mulai mengerjakan lemon tea dengan semangat. Sebuah komik labil tentang cinta yang tertangguhkan selama hampir 1 tahun (dan hampir saja ide itu membatu menjadi fosil dan bermutasi menjadi virus mematikan bernama “galau”:D). Banyak kejadian yang membuatku memantapkan niatku untuk mengkelarkan projek ini, sengenggak-enggaknya...

November Rain!

Sudah beberapa hari ini, studio tempatku mengerjakan komik sangat berantakan. Berantakan pake banget. Sama berantakannya kayak muka gue.  Sebenarnya yang berantakan cuman meja gambarnya sih, sebenarnya itu juga BUKAN meja gambar yang kayak di studio-studio komik gituh. Lebih tragis lagi, aslinya meja tempatku mengerjakan komik adalah meja makan. Setahun sekali saat lebaran, meja itu biasanya dikeluarkan buat tempat toples Rempeyek, Rengginang, Jenang, dan tentu saja makanan-makanan alien lainnya.  Akhir lebaran tahun ini, meja makan itu dengan resmi bertransmigrasi dari ruang tamu menuju studio komik yang keren banget ini. Begitu. Bulan November 2014 seminggu lagi bakal abis, Dompetku juga mulai menipis, harga BBM yang kemarin naik makin membuatku meringis.  Terus aku kudu piye?  Aku juga tidak tahu, namun yang pasti, aku harus mengerjakan beberapa halaman komik yang belum kelar. Hal itulah yang membuat studio tempatku mengerjakan komik menjadi sangat berantakan...