megamendungkelabu

Sabtu, 30 Maret 2019

Soal Pencapaian Berkarya

Siang itu aku sedang berbincang dengan seorang teman kuliah, sebut saja Agung dan satu teman baru. Usai perkenalan obrolan meluncur hangat dan melompat ke sana ke mari, lalu tiba-tiba Agung menyinggung soal karyaku yang kemarin dipamerkan di London. Aku hanya menjawab seperlunya. Toh bagiku, pameran diberbagai tempat adalah sebuah keniscayaan saat aku memiliki karya.

And then, Belum sempat obrolan tersebut selesai, teman baruku ini sekonyong-konyong bertanya dengan antusias.

"Wah, karyane tekan London nggenah entuk duit akeh nuh, Mas!?"

Aku tertegun. Pikiranku bergejolak seakan mau muntah karena ingin segera 'menghajarnya' dengan semua penjelasanku soal pencapaian berkarya, pentingnya berproses dan uang bukan segalanya (tapi sangat penting, everybody knows).

Sebelum meledak, aku mencoba mengatur napas. Tenang, Jix, tenang. Mindfullnes Budhist ala Ajahn Brahm yang aku pelajari ternyata cukup berguna di saat-saat seperti ini. Beliau bertanya soal uang. Dan aku secara tidak langsung harus berbicara dari sudut pandang finansial.

"Mas." kataku sambil menahan kata demi kata. Waktu berjalan lambat. Kok bisa? Karena aku sedang memilih kata yang pas dan mencoba menyamakan pola pikir dengan teman baruku ini yang sepertinya sangat 'money oriented' sekali.

"Promosi! Biaya promosi! Bayangkan saja kamu bisa mempromosikan karyamu di wilayah baru" kataku perlahan.

Saat aku mengatakan kalimat tersebut, entah kenapa aku bisa membaca gelagat yang ia tunjukkan. Gelagat yang aku tangkap dari dia kurang lebih ialah 'Oh, jadi gak dapat banyak uang!'. Semoga saja tebakanku salah. Namun sepertinya tidak. Darimana aku tahu? Tentu saja dari sikap dan bagaimana ia berbincang.

Namun aku masih mencoba melanjutkan apa yang ingin aku katakan.

"Yah, setidaknya aku dapat nama, terus..."
Kalimat tersebut tidak aku selesaikan. Semua gestur dan raut muka teman baruku itu menunjukkan penolakan untuk perbincangan lebih mendalam.

It's oke. Langsung aku alihkan ke pertanyaan yang menurutku ia sukai. Yah, anggap saja sebagai etika yang baik untuk menyenangkan orang lain sebelum aku bergegas pergi.

"Jadi gimana... bla.. bla..bla.."
Dan ia langsung menjawab dengan antusias. Berbicara ke sana ke mari. Aku menanggapinya dengan formal. Setelah kurasa cukup perbincangannya, aku segera berpamitan pulang.

Di sepanjang perjalanan pikiranku mencoba mencerna apa saja baru saja terjadi. Berkontemplasi. Menimbang, dan beradu argumen dengan diri sendiri. Semua perenunganku kali ini mengerucut menjadi beberapa ilmu tentang kehidupan.

Dan ilmu tersebut bernama 'rasah dipikir abot nek wong liyo ora nggagas lan ora mudeng karo opo sing mbok karepke!'.

Dan, btw, maaf, hingga hari di mana tulisan ini tertulis, aku lupa NAMA teman baruku tersebut. Ternyata sikap yang baik dan saling menghargai itu penting. Dan mungkin jika ia memberiku sedikit 'ruang' untuk berbincang, aku mempunyai sedikit motivasi untuk bukan hanya sekedar mengingat namanya, namun juga masuk ke list 'Teman Baru Yang Menyenangkan Bulan Ini', wkwkwkkw.

Alah, gak gablek duwek akeh wae, gayane ngomongne pencapaian, koe Cak!

Mujix
Don't stop me now
Purwosari,  26 April 2019