megamendungkelabu

Kamis, 30 Mei 2019

Apa yang ditunggu?

Puasa di bulan Ramandhan tinggal hitungan jari. Lebaran beranjak sebentar lagi. Tak ada lagi kerepotan mengurus tiket untuk mudik. Semua orang di rumah sekarang, kecuali Simbah. Beliau telah berpulang beberapa pekan yang lalu. Jadi, ini adalah cerita hari-hari menjelang Lebaran dengan semua kebingunganku.

Beberapa hari ini terbesit satu pertanyaan. Apa yang ditunggu? Sepanjang hari di waktu-waktu ini semuanya berjalan lurus begitu saja. Masa tak mau menunggu. Sudah 40 hari sejak saat itu. Suka atau tidak suka, usia manusia akan berakhir di ujung yang sama. Yaitu meninggal dunia.

Namun bukan itu yang ingin diperbincangkan. Lebih ke esensi rasa menunggu yang akhir-akhir ini mulai kehilangan arti. Usia tak muda lagi. Banyak hal yang belum berubah. Masih di tempat yang sepertinya sama. Apa yang ditunggu?

Jodoh yang tak kunjung bertemu?
Kekayaan yang masih semu?
Umur yang kian bertambah tanpa punya rasa malu? Atau kematian yang pasti datang cepat atau lambat menghampirimu?

Sayup-sayup terdengar para pemeluk agama konservatif berteriak lantang, "Ayo Hijraaah!!! Tuhan akan memberikanmu surga!! Akherat adalah tujuan hidupmu, wahai Fulan!!!"

Heleh. Biarkan aku berproses sebagaimana mestinya diriku berproses. Taik kucing semua teriakanmu untukku saat ini. Tertanda, diriku yang sedang berkontemplasi.

Akhirnya aku sedikit mengerti mengenai ucapan para khotib yang membuat pernyataan 'Alhamdulillah, kita masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan Bulan Ramadhan yang mulia ini'.

Apa yang ditunggu?

Mujix
Apa yang ditunggu? Mungkin diri sendiri yang tak terkalahkan oleh apapun.
Simo, 30 Mei 2019