megamendungkelabu

Minggu, 07 Agustus 2016

Mati

Mati. Beberapa orang baik yang aku kenal telah mati, atau bahasa sopannya 'meninggal'. Tapi aku lebih suka menyebutnya dengan kata 'mati'.

Lebih dramatis dan lebih meninggalkan kesan yang mendalam.

Di blog ini berulang kali aku membuat tulisan yang bertema kematian. Berulang kali berwacana dan berakhir dengan omong kosong semata. Mau bagaimana lagi, aku tidak mengetahui banyak info tentang hal-hal yang berkaitan dengan 'dunia misterius' tersebut.

Rasanya menakutkan. Semacam pergi ke suatu tempat yang belum pernah kau datangi. Terlalu banyak kekhawatiran.

Kekhawatiran akan pergi ke suatu tempat yang asing juga kurasakan akhir-akhir ini. Pekan depan, tepatnya hari minggu tanggal 7 Agustus 2016 aku harus berangkat ke Jakarta. Ngapain ke sana? Mencari kebahagiaan, tentu saja.

Hahaha, 'mencari kebahagiaan'!? Epic sekali. Jadi ginih, karya komikku yang berjudul ' Si Amed dan Bahaya Buang Air Besar Sembarangan' menyabet juara keempat di lomba komik sanitasi 2016.

Iya juara keempat.
Padahal kukira bisa juara pertama.
Soalnya berhadiah sepuluh juta.
Kalo menang kan udah gak usah pusing mikirin biaya nikah. Emang mau nikah sama siapa?

Anu...
Ah intinya aku harus ke Jakarta pada tanggal tersebut untuk penyerahan hadiah.

Senang? Tentu saja.
Pusing? Tentu saja. Tabunganku ludes buat beli tiket pesawat.

Dan sekarang aku udah sampai Jakarta. Sedang bengong di warteg DJ depan Akademi Samali. Masih memikirkan kematian? Tentu saja.

Kematian bisa datang kapan saja. Tak tentu waktu bisa terjadi dimanapun. Hampir setiap hari aku mengingat hal tersebut. Kadang sadar, kadang cuek bebek. Ah, namanya juga hidup.

Ini adalah sebuah pengakuan, pengakuan yang konyol, aku sempat berpikir mati saat naik pesawat dalam rangka memenangi lomba komik adalah suatu kematian yang keren. Walaupun juara harapan, keren ya tetap keren.

Beberapa hari setelah memesan tiket, pikiranku memang terjun bebas dengan imajinasi yang paling buruk (dan paling baik, tentu saja).

Pesawat menabrak gunung!
Pesawat nyemplung laut!
Pesawat dibajak teroris!
Pesawat meledak entah karena apa!
Dan lain sebagainya, intinya berakhir mati begitu saja.

Nyatanya, beberapa orang yang aku kenal mati dengan cara yang lebih manusiawi.

Dek Vinda meninggal karena kangker. Mas Reza meninggal terseret ombak saat bermain di pantai. Bang E'ed meninggal karena sakit paru-paru. Dan lain sebagainya.

Tidak ada yang mati disandra teroris saat naik kapal selam!

Mereka meninggalkan pesan tentang kematian dengan sangat lugas, mati bisa datang kapanpun.

Dan bisa datang tanpa disangka-sangka.

Beberapa minggu yang lalu, aku menemukan analogi yang tepat untuk menggambarkan kematian.

Kematian itu seperti perjalanan dari tempat kerja menuju rumah dengan mengendarai sepeda motor.

Kematian itu rumah yang sangat kalian rindukan untuk segera beristirahat.

Mujix
Harus segera beristirahat.
Capek seharian muter-muter naik busway.
Jakarta, 7 Agustus 2016